12 | Ketika Rekayasa Manusia Mencoba Melawan Takdir Tuhan

41 7 0
                                    

Now Playing | Tak Mungkin - K.I.M.





Katanya, tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua sudah tertata dan terencana.

Bagi Yara, ungkapan itu sangatlah benar. Terlampau benar tanpa bisa disangkal. Saat ini contohnya bahkan sudah ada di depan matanya sendiri.

Yara langsung menyimpulkan, kebetulan di dalam kehidupan ini memang tidak pernah benar-benar ada. Selain karena Tuhan sudah menggariskan takdir untuk setiap makhluknya, juga karena manusia punya sejuta cara untuk merekayasa.

"Lima menit lagi mereka bakal istirahat. Nanti pasti Kak Daffa akan lewat sini buat beli snack di warung belakang kita. Gue harus tahan" Raisa meyakinkan diri di tengah teriknya matahari.

"Gue juga harus tahan. Kak Sajak pasti lewat sini" kata Rima menimpali.

Yara, Rike, Alin, dan Karin seketika menghela nafas bersamaan. Keempatnya sama sekali tidak mengerti, apa yang ada di dalam kepala orang yang sedang jatuh cinta. Mereka seakan punya kesabaran seluas lautan dan cadangan energi yang tak bertepi.

Lihat saja dua gadis gila yang kini duduk di bangku pinggir lapangan itu. Padahal mereka baru saja menyelesaikan lari tiga putaran keliling lapangan, namun masih saja punya energi untuk mengurus kisah cinta mereka yang jelas-jelas tak berbalas.

"Enaknya di dorong dari belakang ga sih, biar mereka amnesia?" Cletuk Rike kesal.

"Jangan. Bukannya amnesia, nanti malah tambah gila" Alin menyahut frustasi.

Sambil menyedot teh sisri, Yara hanya mengamati. Sedangkan Karin masih dengan sikap tak pedulinya seperti biasa.

"Mereka bubar! Mereka bubar!" Raisa mulai memperbaiki posisi duduk, bahkan merapikan rambut dan poninya.

"Ya Tuhannnn, gue gugup. Gue harus gimana?? Rambut gue udah rapi kan?" Rima ikut panik.

"Udah oke sis. Gue gimana? Tadi udah pakai lip tint sih dikit, biar nggak kelihatan pucet. Tapi nggak kebanyakan kan? Gue takut menorrr" Raisa memonyongkan bibirnya meminta pendapat Rima.

"Udah, aman" Rima mengangguk pasti. "Tapi gue nggak pake apa-apa. Kelihatan pucet gak ya? Gue kudu gimana?? Rai-"

"Mereka dateng, mereka dateng!!!" Raisa memekik tertahan, sejurus kemudian berubah menjadi wanita kalem nan anggun idaman Kak Daffa.

Sedangkan Rima kini hanya bisa diam dengan wajah tegang nan kaku yang ekspresinya tak bisa ia kondisikan.

Dan anehnya, walaupun sempat mencaci setengah mati, keempat gadis di belakang mereka justru terlihat berekspresi sama. Yara, Rike, Alin serta Karin kini hanya bisa diam dengan nafas tertahan seakan ikut merasakan hal yang sama. Keempat pasangan mata itu ikut melirik kemana perginya kedua pemuda pujaan sahabatnya itu.

Seperti dugaan Raisa, Kak Daffa terlihat berjalan ke arah dimana ia berada. Nafasnya seketika tercekat, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, memompa darah sampai naik ke wajah lalu meninggalkan bekas rona kemerahan di sana. Gadis itu tersipu, meskipun Kak Daffa tak pernah melakukan apa-apa kepadanya.

Padahal saat ini Kak Daffa bisa dibilang sedang dalam penampilan terburuknya. Kulitnya menggelap karena terbakar sinar matahari, seluruh wajah dan tubuhnya juga penuh peluh dan debu, serta jangan lupakan ekspresinya yang tertekuk jutek setelah lelah memarahi para juniornya.

Kalau bukan karena demi melihat dua pemuda pentolan paskibraka yang sekarang tengah melatih para juniornya itu, bisa dipastikan kalau Rima dan Raisa tidak akan pernah sudi menyia-nyiakan waktu untuk datang lebih awal ke tempat yang terkenal sangat panas ini.

Sajak dan RimaWhere stories live. Discover now