Bab 9

13.4K 933 11
                                    

Selamat Membaca!!

"Kenapa kamu nggak berangkat sama Mas aja?" Pertanyaan Damar menghentikan Delia yang sedang asik menyiapkan sarapan. Hanya sandwich sederhana, tapi setidaknya sudah ada kemajuan dalam kemampuan memasaknya.

Delia mengernyit, "Kalau pagi gini pasti kita ketahuan kalau berangkatnya barengan."

Tidak mungkin mereka bisa berangkat bersama tanpa ketahuan. Berbeda dengan jam pulang yang sering berbeda karena ada meeting di luar atau lembur, hampir semua pengacara dan staf lain di kantor berangkat pada pagi hari. Tidak mungkin Damar tidak tahu itu.

"Ya bilang saja kita suami istri, bukannya pernikahan kita sudah cukup lama. Memangnya mau sampai kapan dirahasiakan?" suara Damar yang tanpa ragu menyampaikan hal itu membuatnya sedikit bingung.

Aneh sekali. Sebelumnya Damar tidak pernah membahas untuk mengumumkan pernikahan mereka. dia biasanya tidak terlalu peduli akan hal itu. tapi tiba tiba-tiba sekarang Damar ingin mengumumkan pernikahan mereka.

"Setidaknya sampai aku nggak jadi pengacara junior yang masih disuruh-suruh mas. aku nggak mau pengacara yang lain jadi memperlakukan aku berbeda. lagipula di kantor kita jarang bertemu. Buat apa juga diumumkan." Delia bahkan tidak yakin teman-temannya tidak akan syok ketika mendengarnya sudah menikah apalagi dengan Damar.

"Itu terserah kamu, tapi kalau kamu berubah pikiran langsung beritahu mas aja."

"Oke mas." Delia tersenyum senang, rasanya Damar akhir-akhir berubah. Dia lebih memperhatikannya dan bahkan menanyakan pendapatnya.

Jadi boleh kan dia berharap bahwa mas Damar sudah sedikit membuka hati untuknya?

*****

Delia membereskan berkas-berkas tuntutan yang digunakan dalam proses mediasi perceraian Anita Soraya. Mediasi yang berlangsung alot itu berakhir dengan kegagalan. Mereka tidak mencapai kesepakatan, suami dari Anita Soraya tersebut sekarang ngotot tidak ingin bercerai walau awalnya laki-laki itu yang ingin sekali bercerai. Anita Soraya bahkan tidak menuntut harta gono-gini dan hanya menginginkan hak asuh anak mereka yang baru berusia 7 tahun.

Ketika mereka baru keluar dari gedung pengadilan, wartawan sudah berkumpul seperti gerombolan semut. Pak Adi dan Delia sebagai pengacara juga ikut terkena serbuan wartawan.

"Bagaimana proses perceraiannya?"
"Apakah benar suami anda berselingkuh..?
"Apakah sudah sepakat untuk bercerai?
"Mbak......."

Gempuran pertanyaan berbagai wartawan itu hanya dijawab dengan senyuman oleh Anita Soraya. Delia benar-benar kagum dengan keteguhannya padahal saat sidang mediasi kliennya tersebut kentara sekali terluka, tapi sekarang dia bersikap seperti tidak ada yang terjadi.

Setelah mereka masuk ke mobil senyum tadi langsung surut. Anita Soraya langsung mengeluarkan hp untuk menelpon ibunya.

"Halo Ma, Udah selesai kok, Aku titip Zidan ya ma." Sepertinya Anita mengkhawatirkan putranya Zidan yang dititipkan ke orang tuanya. Berkas-berkas kasus perceraian Anita Soraya yang dibacanya berulang kali membuatnya mengenal seluruh keluarga Anita Soraya.

"Iya Ma, pastikan saja Zidan tidak menonton ini di tv, aku akan menjelaskannya pelan-pelan nantinya." Percakapan itu berakhir dengan Anita Soraya yang menyadarkan tubuhnya pada jok mobil.

Perceraian memang selalu menghasilkan anak sebagai korban, seperti Delia dulu. Ada beberapa yang masih berhubungan baik ada juga yang justru menjadi asing.

"Mbak Anita mau makan dulu?" Tanya Tika asisten Anita Soraya.

"Iya, Stop saja di restoran terdekat."

Damar & DeliaWhere stories live. Discover now