Bab 33

14.4K 1.3K 30
                                    

Hai Semuanya!!!

Thanks untuk Vote dan Komennya!!!

Happy Reading!!!

***

"Sepertinya Mas sibuk, aku balik duluan saja, mama bilang akan datang ke rumah malam ini." Bisiknya mengecup pipi Damar, dia lalu mengusap pelan rahang Damar, tentunya sengaja karena ada Adelia. Wajah Damar tampak terpaku, tidak menyangka dengan sikap agresif Delia yang tiba-tiba di depan orang lain. Telinga Damar memerah tanpa Delia sadari, Delia turun dari pangkuan Damar, jujur saja saat ini dia benar-benar merasa seperti perempuan yang menggoda atasannya. 

Dia bisa melihat Adelia yang memaksakan dirinya untuk tetap tenang. Itukah tatapan yang dulunya sering dia berikan ketika melihat kemesraan Damar dan Adelia? Pantas saja orang-orang bisa membaca perasaannya, karena itu terlihat cukup jelas.

"Kamu nggak mau nunggu Mas aja?" Damar menahan tangan Delia, dia tidak nyaman membiarkan Delia pergi seperti ini.

Delia menggeleng, tersenyum tipis "Kalau nunggu mas bisa-bisa Mama nunggu kelamaan."

"Mas bakal usahain pulang cepat."

Delia hanya mengangguk, dia berjalan melewati Adelia. Meski Damar adalah suaminya, Delia tahu dia tahu dia tidak berhak mendengar konsultasi Damar dengan Adelia yang saat ini merupakan klien Damar. Tatapannya sempat bertemu dengan tatapan Adelia, wanita itu terluka selayaknya wanita lain yang terluka ketika laki-laki yang masih dicintainya bersama wanita lain.

***

"Di mana Damar? Kok nggak kelihatan?" Tanya mama mertuanya yang membuat Delia tersenyum kecil.

"Masih di Firma, Ma. Bentar lagi mas Damar pulang kok. Ini tadi katanya sudah di jalan." Delia meletakkan secangkir teh di meja, ikut duduk di samping mama mertuanya. "Papa nggak ikut ma?"

"Papa di rumah, Mama kan kesini sekalian aja habis jalan sama teman Mama tadi. Ini mama beli beberapa baju sama tas, menurut mama cocok banget sama kamu. Coba lihat ukurannya pas nggak."

Delia menatap tumpukan belanjaan yang diletakkan mama mertuanya di sofa, tumpukan belanjaan itu sepertinya bukan beberapa. 

"Yang ini cantik banget, akan cocok sama kamu." Mama mertuanya menunjukkan gaun berwarna krem dengan panjang semata kaki dengan belahan hingga ke paha, dia meminta Delia mencobanya, namun Delia justru memeluk erat mama mertuanya, bermanja-manja layaknya pada ibunya sendiri.

"Cantik kok, nggak perlu aku coba pun pilihan Mama pasti lebih baik dibanding aku. Tapi mas Damar bakal mengomel kalau melihat belahan bajunya."

"Sekali-kali kamu harus buat dia ketar-ketir, kamu jangan terlalu memanjakan Damar. Biar dia tahu betapa pentingnya kamu." Melihat mama mertuanya memperingati dengan serius Delia tersenyum.

"Masalahnya mau aku pakai baju gimanapun, kalau kami jalan bareng perhatian orang-orang lebih tertuju ke Mas Damar." Keluh Delian bercanda memanyunkan bibirnya.

Mama mertuanya tertawa kecil melihat kemanjaan Delia, "Kalau ada masalah sama Damar jangan ragu cerita sama Mama. Kalau dia berani menyakiti kamu, Mama nggak akan ragu untuk memarahi Damar, kamu tahu kan Mama sudah menganggap kamu anak kandung mama sendiri." Delia bisa merasakan ketulusan dari apa yang diucapkan Mama mertuanya, karena Delia pun selalu menganggap mama Intan adalah ibunya juga.

"Mas Damar nggak nyakitin aku, Ma." Ucapnya lirih.

"Benarkah? Mama bersyukur kalau itu benar-benar yang terjadi, karena jika kamu tersakiti oleh Damar rasanya itu adalah salah Mama. Mama yang egois meminta kalian menikah padahal bisa saja kalian menemukan kebahagiaan itu tanpa perlu mama paksa."

Damar & DeliaWhere stories live. Discover now