Bab 27

14.3K 1.3K 15
                                    

Hai Semuanya!!!!

Sebelum Membaca Jangan Lupa Vote dulu Ya!!!!

Happy Reading!!!!

Delia melirik lengannya, luka bekas jahitan itu telah di perban, dia menerima lima jahitan akibat goresan pisau dari saksi kasus pelecehan yang diwawancarainya bersama Iren, walau sekarang bukan lagi saksi melainkan pelaku. Delia bahkan tidak terlalu yakin bagaimana harus menjelaskan lukanya, itu terjadi begitu cepat.

"Lo sudah hubungi mas Damar?" Ajeng yang mengenakan jas putihnya bertanya pada Delia. Jahitan di lengan Delia juga dilakukan oleh Ajeng yang merupakan dokter di rumah sakit tempat Delia dirawat.

Delia terdiam, enggan membalas menjawab Ajeng. Dia bukannya lupa menghubungi Damar, dia hanya enggan meminta Damar datang setelah yang terjadi semalam. Delia sedang tidak ingin bertemu Damar, apalagi dengan kondisi seperti ini.

Ajeng menghela nafas, heran dengan temannya yang selalu tampak bodoh jika berhubungan dengan Damar, mata Delia yang tampak bengkak itu menunjukan bahwa kondisi temannya tidak baik-baik saja.

"Gue nggak tahu masalah Lo apa, tapi biar gue kasih tahu. Masalah nggak akan selesai kalau lo menghindar."

Delia menghela nafas, "Gue bilang kalau gue cinta sama dia. Gue nggak tahu selanjutnya gimana, mungkin gue masih terjebak di titik yang sama. Dia pasti nggak pernah mengira orang yang dianggap adiknya mencintainya."

Ajeng mengerutkan kening. "Lo bilang Damar hanya menganggap Lo adiknya, but sorry dia nggak akan having sex sama lo kalau gitu." Ucap Ajeng lugas.

Delia memutar matanya malas, "Lo dokter jeng. Lo tahu persis itu kinerja hormon dalam tubuh memungkinkan hal itu. Lo juga tahu laki-laki bisa melampiaskan itu sama siapa aja."

"Mas Damar nggak kere, jadi kalau cuman melampiaskan nggak butuh ke elo sih."

Delia menatap tajam Ajeng, temannya ini bukannya memberi solusi tapi justru membuatnya tambah kesal.

Ajeng tertawa kecil, dia lebih suka melihat Delia kesal dibanding terlihat sedih, "Gunanya lo nikah sama Damar itu apa? Harusnya lo tanya dengan pasti, gimana arah hubungan lo ke depannya, dan lo akan tahu apakah hubungan lo sama mas Damar layak dipertahankan. Jangan hanya sakit sendirian." ini sudah tahun kesekian Delia berkubang dengan cinta yang sama.

Delia hanya terdiam saja, Ajeng kemudian mengibas tangannya, "Gue balik ke IGD, bisa dipecat gue kelamaan ngobrol. Lo istirahat." Dia melangkah keluar meninggalkan Delia yang masih termenung.

Delia menatap ruang kamar yang didominasi warna putih itu, memikirkan kembali ucapan Ajeng. Tahun-tahun mencintai Damar dalam diam ternyata lebih baik dibanding pernikahan tanpa rasa.

Dia kemudian menatap ruangannya, ini pertama kalinya dia dirawat di rumah sakit setelah dia dewasa, terakhir kali mungkin bertahun-tahun lalu ketika dia masih SMP. Saat itu ibunya hanya bisa menemaninya saat sore hari setelah pulang kerja, Delia lebih sering sendirian saat di rumah sakit. Damarlah yang dulu selalu menemaninya setelah dia pulang sekolah, dia bahkan pernah bolos untuk menemaninya di rumah sakit menggantikan sang ibu. Layaknya gadis lain seusianya, dia jatuh cinta begitu mudah, saat itu rasanya indah, namun sekarang kenapa rasanya menyesakkan dada.

Suara pintu terbuka membuat Delia menoleh, di sana sudah ada Iren masuk ke ruangannya, ternyata dia belum pulang.

"Gimana, apa kata polisi?" Itu adalah satu-satunya pertanyaan yang terpikir olehnya. Setelah terluka Delia langsung dibawa ke rumah sakit jadi dia tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Damar & DeliaWhere stories live. Discover now