Bab 18

12.4K 1.1K 46
                                    

Hai Semuanya!!!!

Damar & Delia up lagi nih!!!

Thank untuk pembaca yang setia nungguin cerita ini ya!!!

Happy Reading!!!!

Kamar yang biasanya dipenuhi dengan canda tawa itu, sekarang diisi dengan keheningan. Luka dalam tanya itu mungkin tidak akan tersampaikan pada laki-laki yang tidak tahu perasaan wanita itu.

Damar meraih tangan Delia yang akan melangkah ke kamar mandi, Delia bahkan tidak ingin mendengar jawaban atas pertanyaannya.  "Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Kamu istri Mas, bagaimana mungkin kamu nggak penting? Mas benar-benar minta maaf karena membatalkan janji mas begitu saja. Mas janji setelah ini, mas benar-benar akan mengambil cuti." Damar menggenggam erat kedua tangannya, namun Delia tidak merasakan hangat dalam genggaman itu, mungkin karena kekecewaan yang menguasainya.

Apakah Delia benar-benar mempermasalahkan bahwa Damar membatalkan janjinya? Tidak. Dia tahu dia hanya akan marah sekilas pada Damar. Namun yang benar-benar dicemaskan Delia adalah kemungkinan bahwa dia mungkin akan kehilangan Damar untuk wanita itu. Damar tidak tahu bahwa Delia mencintainya, sehingga bagi laki-laki itu mungkin amarah Delia tidak diiringi ketakutan akan kehilangan Damar. Lelaki ini tidak tahu bagaimana Delia selalu manatapnya.

"Masalah Adel tidak perlu kamu cemaskan." Damar menarik nafasnya. "Adel hanya masa laluku. Hubungan kami hanya sebatas klien dan pengacara. Sama seperti kasus-kasus lain yang sebelumnya mas tangani. "

Benarkah? Benarkah akan sama dengan kasus-kasus yang ditangani Damar sebelumnya? Jika Delia tidak melihat bagaimana hancurnya Damar ketika wanita itu meninggalkannya, mungkin Delia bisa mempercayai itu, namun Delia telah melihatnya saat itu.

Delia benar-benar ingin bersikap egois dan melarang Damar untuk bertemu lagi dengan Adelia, namun apakah Delia bisa menemukan kepercayaan dirinya? Dia mungkin akan selalu ragu akan posisi Damar dalam pernikahan ini, mungkin saja hal itu tidak akan berguna. Karena ibunya pernah mencoba menahan laki-laki yang hatinya di tempat lain, dan itu menghancurkannya perlahan. Delia bahkan masih melihat sisa luka itu di mata Ibunya. Delia tumbuh dengan meyakinkan dirinya sendiri agar tidak menjadi seperti ibunya. Dia tidak sanggup. Walau mungkin sudah terlambat.

Delia menarik nafas, berusaha berbicara meski rasa tercekat di tenggorokannya karena menahan tangis membuatnya sulit berbicara.
"Aku capek, aku pengen istirahat dan tidur mas. Jadi bisa lepaskan aku?" Delia memilih menghindar, memang pengecut namun berusaha mengklaim haknya atas Damar justru akan membuatnya tampak menyedihkan. Dan Delia benci terlihat menyedihkan. Lebih dari tidak dicintai oleh Damar. Bodoh? Mungkin.

Meski Damar tampak enggan melepas genggamannya, dia akhirnya melepaskan tangannya. Delia berlalu menuju kamar mandi, dia bisa merasakan tatapan Damar yang mengikutinya namun memilih abai. Sama seperti dia mengabaikan hatinya yang terluka.

****

"Boleh kita bicara sebentar?" Adelia berbicara pada Damar yang hanya menatapnya.

Damar akhirnya menyadari bahwa Adelia benar-benar ada dihadapannya, "Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Jam kerja saya sudah selesai."

"Aku hanya butuh waktu sebentar. Kumohon." Mohon Adelia dengan mata yang tampak cemas.

Damar menghela nafasnya, dia berbalik dan melangkah ke sofa ruangan kerjanya tanpa mengatakan apapun, sementara Adelia mengikutinya dari belakang. Damar menatap Adelia yang duduk di sofa dihadapannya dengan dingin. Setelah kandasnya hubungan mereka beberapa tahun lalu, ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.

Damar & DeliaWhere stories live. Discover now