Bab 12

12.7K 971 14
                                    

Hai!!! Udah Cukup Lama nih Nggak Update Damar & Delia.

Happy Reading!!!!

"Papa harusnya nggak usah kasih Damar kasus seperti ini. Lihat sekarang apa yang terjadi? Dia sibuk dengan urusannya sendiri. Jarak rumah nggak sampai satu jam aja kayak udah beda kota. Mengunjungi orang tua sebulan sekali aja susah." Omelan ibunya pada ayahnya menyambut Damar yang baru saja tiba di rumah orang tuanya. Papa hanya duduk sembari menyesap kopi hitam yang dihidangkan sang istri.

"Bukannya sekarang aku sudah disini Mah?" Damar bahkan tidak sempat ganti baju dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Pekerjaannya belum selesai, istri dari pak Gantra masih sulit untuk ditemui. Sepertinya beliau masih sakit hati pada suaminya yang berselingkuh, lebih memilih bersembunyi tanpa peduli apakah suaminya melakukan pelecehan atau tidak. Tentunya dua-duanya bukan hal yang baik. Hal itu semakin menyulitkan Damar. Tumpukan pekerjaan itu ditambah Omelan ibunya bukanlah kombinasi yang bagus.

"Kalau mama nggak nelpon berkali-kali kamu pasti nggak bakalan datang." Delikan tajam ibunya padanya berusaha dia abaikan, berbicara saat ini hanya akan memperpanjang omelan. "Persis banget sama papa mu." Lanjut Mama melirik papanya.

Papa langsung menghentikan kegiatan minum kopinya,"Kok jadi papa sih ma? Papa bahkan sering menemani mama di salon berjam-jam, masa disamain sama Damar yang gila kerja." Ucapnya tidak terima disamakan dengan anaknya.

Mendengar ucapan ayahnya, Damar mendesah keras, "Papa yang ngasih aku kasus pak Gandra. Jadi papa nggak berhak mengatakan itu." Ucapnya kesal.

"Itu bukan urusan papa, kamu saja yang tidak bisa mengatur waktu."

Damar melengos, malas mendebat orang tuanya yang kompak menyalahkannya. Dia juga tahu bahwa kesempatan untuk menang hampir nol, menghadapi mereka hampir seperti memegang kasus tanpa peluang kemenangan. Jika pada kasus seperti itu Damar masih akan maju, namun menghadapi orang tuanya Damar lebih memilih mundur. Pertarungan itu tidak berarti.

Damar menengok pada Delia yang sibuk melahap brownies kesukaannya. Tatapannya mengarah pada kedua orang tuanya sedangkan tangannya melakukan kegiatan lain. Di tangannya sudah ada brownies potongan keempat. Sepertinya dia menikmati omelan yang diterima Damar, Seringai jahil muncul dari bibirnya. Menggangu Delia sepertinya menjadi pilihan yang lebih baik.

**

Delia menikmati perdebatan kecil antara mertua dan suaminya, benar-benar tampak seperti keluarga harmonis. Membuat Delia merindukan ibunya, akhir-akhir ini ibunya cukup sibuk sehingga Delia sulit menemuinya. Apakah ibunya sedang berkencan? Delia menyukai ide itu, lebih baik dari pada ibunya kesepian di rumah.

Lamunannya itu berhenti karena perlakuan tiba-tiba dari suaminya.

Delia bahkan tidak sempat bereaksi. "Mas!!" Matanya membulat ketika tubuh damar tiba-tiba condong padanya, Damar menggigit potongan brownies di depan wajahnya. Wajah Damar ketika menggigit brownies begitu dekat dengannya, seringai jahil muncul di wajahnya setelah puas mengejutkan Delia.

"Enak." Damar mengatakan itu tanpa memperdulikan wajah Delia yang sudah memerah. Damar pasti tidak tahu bahwa jantung Delia berdebar begitu kencang. Meskipun mereka sudah menikah berbulan-bulan kedekatannya dengan Damar masih menimbulkan getaran yang begitu kuat pada Delia. Tindakan kecil seperti ini semakin membuat Delia terjatuh pada suaminya itu. Delia bahkan mencintai Damar tanpa kontak fisik intim antara mereka. Sekarang setelah dia memberikan dirinya seutuhnya tentunya cinta itu tumbuh begitu subur.

"Itu masih ada seloyang di piring mas." Delia menunjuk potongan brownies yang berada di meja, tetapi Damar sepertinya tidak peduli.

"Besok pagi ada arisan keluarga ya, jangan sok sibuk kerja kamu di hari Minggu." Mama sepertinya belum selesai mengomeli Damar. Damar yang sebelumnya menunjukan senyum jahil padanya langsung cemberut mendengar perkataan ibunya. Ekspresi yang sangat jarang muncul di wajahnya, terutama beberapa tahun ini.

Damar & DeliaWhere stories live. Discover now