4.2

347 25 3
                                    

⚠️ ⚠️ ⚠️ ⚠️ ⚠️

Siapapun pasti tidak akan menyangka bahwa tampang polos Barcode yang penuh keceriaan hanyalah sebuah kebohongan. Ibarat sebuah barang, maka Barcode adalah sebuah gelas kaca yang sudah terlempar ke lantai hingga pecah, kemudian sebagian pecahannya ditimpa suatu benda berat hingga hancur dan sebagian pecahannya lagi hilang entah kemana. Walaupun bisa dibilang ia hidup bahagia bersama kakaknya (dan memang seperti itu kenyatannya), tapi tetap saja 'barang yang sudah rusak, mau diperbaiki sebagus apapun tidak akan membuatnya kembali mulus seperti semula'.

Barcode telah jatuh ke dalam lubang yang dalam sejak lama, tanpa ada seorangpun yang mengetahuinya.

Sedikit flashback, saat itu Barcode baru saja memulai hari pertamanya sebagai seorang siswa kelas 12 SMA. Ia sudah merencanakan dengan cukup matang tentang perkuliahannya nanti. Pada tiap buku tulisnya, ia menuliskan nama jurusan beserta kampus yang akan dituju sebagai motivasi. Barcode memilih untuk menekuni dunia musiknya dengan mengambil jurusan musik.

Natta sangat mendukung pilihan adiknya itu. Dirinya juga selalu mengatakan pada Barcode untuk melakukan apapun yang membuatnya senang. Sayangnya, baik ibu maupun ayah mereka enggan menyetujui hal tersebut. Keduanya kemudian menyarankan (atau lebih tepatnya) memaksa Barcode untuk memilih jurusan yang sama dengan Natta, yaitu Teknologi Pangan. Tentu saja Barcode sedih akan hal itu, tapi sedari kecil, ia sudah dibiasakan untuk menuruti semua keinginan kedua orang tuanya. Kasarnya, ia harus rela hidupnya disetir oleh mereka. Jadi, ia tidak punya opsi lain selain membuang jauh-jauh rencana masa depan yang dibuatnya.

Pernah suatu hari, Barcode memberontak. Ia membolos les dan pergi ke suatu tempat. Ketika pulang ke rumah, ibunya sudah berdiri dan langsung memborbardir dengan berbagai pertanyaan. Dengan nada sedikit tinggi, Barcode berkata kalau ia lelah dan sesekali ingin menghirup udara segar.

"Aku capek belajar terus! Dari pagi aku sekolah, pulang sore langsung ke tempat les buat belajar lagi sampe malem. Trus kapan aku mainnya?! Tolonglah biarin aku keluar sesekali buat hirup udara segar"

"Yaudah kalo kamu berani ngelawan gini, mending ibu mati aja! Kan enak kalo ibu gak ada, kamu bisa pergi menghirup udara segar kaya yang kamu mau. Gak perlu repot-repot belajar, gak perlu ngelakuin perintah ibu lagi!"

Mulai saat itu, Barcode tidak berani lagi melawan apapun yang ibu dan ayahnya katakan. Ia selalu menuruti semuanya, walaupun kebanyakan dari mereka tidak sesuai dengan apa yang Barcode inginkan.

Singkat cerita, Barcode berhasil mendapatkan satu kursi di kampus dan jurusan yang sebenarnya bukan merupakan tujuannya. Ia memberitahukan pada Natta dan juga orang tuanya. Mereka sangat bahagia dan bangga padanya.

"Nak, ibu sama ayah minta maaf ya. Kita tau kalau kamu capek belajar seharian sampai malam, dan kamu juga merelakan jurusan impian kamu demi menuruti keinginan kita. Tapi ini semua untuk masa depan kamu nak. Kamu sama kak Natta harus bisa saling bantu nanti kalau kita berdua udah nggak ada. Jangan sampai kamu jadi beban dan cuma bergantung sama kakak kamu. Kasian kak Natta nanti, ya?" jelas ibunya.

Barcode menganggukkan kepala sebagai balasan. Kemudian ibunya membawa Barcode ke pelukannya, diikuti ayahnya yang memeluk mereka berdua dari belakang. Dari kejauhan, Natta bisa melihat dengan jelas raut muka adiknya yang begitu sedih, walau anak itu sudah menutupinya dengan sebuah senyuman. Ia bisa merasakan betapa tertekannya Barcode selama ini.

Sehari setelahnya, bagai disambar petir di sore hari, Natta mendapatkan kabar bahwa kedua orang tuanya terlibat kecelakaan dan meninggal di tempat. Barcode yang mendengar tentang itu buru-buru keluar dari kelasnya, tidak peduli pada guru yang sedang menerangkan di depan. Ia berlari sekencang yang ia bisa sementara air matanya mengalir deras dari kedua matanya. Begitu sampai di tempat kejadian, ia melihat sebuah mobil yang ditumpangi ibu dan ayahnya dalam keadaan ringsek dan terbalik.

Barcode tertegun, tangannya gemetar, dan nafasnya terasa begitu sesak. Pandangannya terus tertuju pada kerumunan orang yang sibuk membantu mengeluarkan jenazah orang tuanya dari dalam mobil. Ia juga mendengar suara sirine ambulans dan beberapa orang lain yang berbisik-bisik di dekatnya sebelum dirinya kehilangan kesadarannya.

Dari sinilah keadaan mentalnya menjadi semakin mengkhawatirkan. Barcode sudah tertekan sejak masih sekolah. Ditambah lagi ia harus kehilangan ibu dan ayahnya. Hidupnya seakan terus didorong ke bawah dan semakin ke bawah. Belum selesai disitu, ia masih harus membawa dirinya memasuki sebuah dunia yang baru bernama perkuliahan. Segalanya seakan menjadi sangat sulit di titik ini. Barcode diwajibkan beradaptasi dan menjalin pertemanan dengan skill bersosialisasi yang buruk. Selain itu, materi dan tugas yang diberikan menjadi lebih susah untuk dipahami terlebih lagi ia berada di jurusan yang sama sekali tidak ia minati, sehingga ia harus berusaha lebih keras. Dan segala usahanya dikhianati oleh hasil yang diperoleh. Ia gagal hampir di semua mata kuliah.

Akhirnya, Barcode menyerah. Barcode telah kehilangan semua motivasinya. Ia tersesat dan bingung, tidak tahu apa yang akan ia lakukan dengan masa depannya. Lambat laun, Barcode menjadi semakin tidak bahagia dengan dirinya. Emosinya menjadi jauh lebih kuat. Ia marah pada dunia dan dirinya sendiri.

Barcode pikir dengan menyerah dan mengabaikan hal-hal yang sulit, hidupnya akan menjadi lebih mudah. Segala cara sudah ia coba untuk mengakhiri hidupnya, tapi ia tidak pernah berhasil melakukannya.

Dan hebatnya adalah Barcode mampu menyembunyikan semua itu dari orang lain, termasuk kakaknya sendiri. Barcode selalu ingat perkataan ibunya bahwa ia tidak boleh menjadi beban untuk Natta. Ia harus menjadi seorang adik yang manis, yang selalu tersenyum seakan semua baik-baik saja meskipun sebenarnya ia ingin sekali melarikan diri dari dunia.

Executor No. 84 [JeffBarcode]Where stories live. Discover now