6

307 25 0
                                    

"Ini kak kembaliannya"

"Gak usah, buat donasi aja"

"Baik, terima kasih kak, ini struknya"

Ya, Barcode masih belum pulang ke rumahnya. Begitu Exe pergi, kakinya justru berjalan membawanya kembali ke depan gang menuju ke minimarket. Sekaleng sari kelapa dan sebungkus biskuit coklat sudah didapat, saatnya Barcode menyantap mereka sambil duduk di salah satu kursi di dalam minimarket yang memang sudah disediakan. Karena menurut keyakinan Barcode, jika makan dilakukan sambil berdiri, makanan yang dimakan akan masuk ke betis bukannya perut.

Jam tangan yang melingkari lengannya sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat 27 menit. Biasanya, jika Barcode sedang pergi keluar atau bermain dengan temannya, ia akan pulang paling malam pukul 11. Karena ia paham betul dengan sifat cerewet yang dimiliki kakak laki-lakinya.

Setelah orang tua mereka meninggal, mau tidak mau, mereka harus tinggal berdua dan saling menjaga. Sesekali kerabat akan datang mengunjungi atau sekedar mengirimkan uang. Namun, setelah Natta berhasil mengembangkan toko roti peninggalan ibunya dan membuka toko coklat miliknya sendiri, ia dianggap sudah mampu menghidupi kehidupan mereka berdua. Kini, para kerabat itu seakan menghilang entah kemana dan tidak pernah lagi datang berkunjung.

"Jefan siapa? Namanya?"

Walaupun dari luar Barcode terlihat diam mematung, tapi dalam hatinya ia bergumam dan kepalanya memikirkan banyak hal. Saat ini, nama Jefan yang mengganggu pikirannya. Ia juga bertanya-tanya dalam hati tentang siapa Jefan ini. Memang tidak ada yang aneh dengan namanya, hanya saja otak, hati, jiwa dan raga Barcode saja yang terlalu kepo. Apakah nama ini adalah nama asli dari laki-laki berjuluk 'Eksekutor nomor 84' itu?

Barcode terlalu larut dalam pikirannya, sampai-sampai tidak menyadari kalau sari kelapa dan biskuit coklat yang dibelinya sudah habis masuk ke dalam perut. Ia lalu memungut sampahnya dan segera pergi dari minimarket tersebut karena malam juga sudah semakin larut. Untungnya, Barcode memiliki kunci toko roti di saku celananya yang sepertinya tidak sengaja terbawa olehnya saat menjaga toko kemarin. Jadi, ia bisa tidur di toko sebelum kembali ke rumah pagi nanti. Barcode tidak bisa pulang sekarang karena tidak mau membangunkan kakaknya yang pasti sudah tidur.

Sambil berjalan, Barcode memainkan handphonenya lalu memutar lagu agar tidak terlalu sepi. Kemudian ia membuka aplikasi Instagram dan memencet story yang diunggah Ta di akunnya. Sebuah foto laptop muncul di layar, lengkap dengan kertas-kertas bertuliskan rumus yang indah di sekitarnya. Barcode hanya bisa tertawa kecil melihat penderitaan kawannya yang sebenarnya juga ia rasakan sebagai sesama mahasiswa tahun kedua.

Executor No. 84 [JeffBarcode]Where stories live. Discover now