Chapter 1. Hallucinations

385 18 0
                                    

Brooklyn, New York.
10.34 pm.

Dua jam yang lalu Brielle mendarat di negara yang terkenal lalu sekarang di malam yang cerah Brielle menghibur diri disalah satu club. Duduk sendiri di meja bar dengan segelas wiski dan musik yang memekik telinga, semakin malam Brielle semakin merasa sesak karena club semakin ramai.

Tapi walau begitu tak ada pikiran untuk pergi.

Brielle mengibaskan rambutnya mencoba tebar pesona agar hadir satu saja pria untuk menemaninya. Meneguk habis minumnya dan dirasa kurang Brielle mengangkat tangannya dan kembali memesan minum. Sambil menikmati minumnya Brielle menyalakan ponsel melihat akun media sosial Instagram dan seketika matanya disuguhkan postingan dari Peter sekretaris pribadi Grayson yang menunjukkan foto dirinya, Grayson, dan tuan Valen tengah berlibur di Malibu.

Brielle terkekeh pelan. "Bajingan, mereka asyik berlibur sedangkan aku mati-matian menderita."

"Tak akan kubiarkan kalian lepas begitu saja Hugo."

Menyebut nama itu kenangan masa lalu langsung menghantam kepala Brielle, membuat hatinya terasa nyeri dipenuhi emosi dan kesedihan. Sumpah demi tuhan Brielle benci dengan kenangan masa lalunya, ia juga terkadang benci dengan kelahirannya.

"Mama..." Brielle bergumam pelan lalu wanita itu menunduk dan memejamkan mata.

Brielle ingat betul di pagi hari yang cerah Brielle mengajak mamanya jalan-jalan ke taman yang penuh bunga, langitnya begitu cerah menghangatkan pori-pori kulit yang selama ini selalu terkurung di bawah udara dingin AC. Untuk pertama kalinya saat itu mama tersenyum melihat anak kecil yang tengah asyik bermain sepeda, melihat mama yang tersenyum hati Brielle berbunga-bunga.

Tapi ternyata tuhan tidak mau Brielle berlama-lama merasa bahagia karena setelahnya mama berteriak histeris karena melihat sosok Valen di majalah yang tertinggal di kursi taman.

Mama seperti kesetanan, berteriak dan menangis serta menyalahkan kehadiran Brielle. Beberapa orang di taman menatap Brielle dengan iba dan bisik-bisik jahat terdengar di telinga, mereka mengatakan.

“Kurasa mamanya gila, kasihan sekali.”

"Kau bukan putriku! Valen meninggalkan aku karena kau!"

"Argh berengsek." Brielle mengusap wajahnya.

Dengan nafas yang sedikit memburu Brielle menghabiskan minumnya lalu beranjak dari kursi dan berjalan perlahan menuju toilet, pandangan Brielle sedikit buram bahkan sesekali dia menabrak orang. Brielle sudah berada di depan pintu toilet dengan satu tangan yang menutup mulutnya karena perutnya bergejolak mual ingin muntah.

Sialan!

Brielle menarik panjang nafas lalu menghembuskannya perlahan. Pintu toilet Brielle buka cukup keras sampai seorang pria yang tengah buang air kecil terlonjak kaget.

"Shit! Bagaimana bisa wanita masuk ke sini! Bitch." Pria yang sedang buang air kecil itu tergesa-gesa membenarkan celananya sedangkan Brielle mengerutkan keningnya dengan tebal.

"Ouh maaf, maafkan aku... aku salah masuk."

"Keluarlah sana."

Diusir seperti itu Brielle tidak merespons apa-apa lalu sekarang tangannya kembali menutup mulutnya karena mual, sampai. Brielle merasa seseorang menyentuh bahunya dan menuntunnya keluar.

"Kau salah masuk toilet, lewat sini."

Suaranya berat layaknya seorang pria dan tubuhnya mengeluarkan aroma wangi yang menenangkan. Brielle bahkan seperti seekor kucing yang menurut saja dituntun berjalan masuk ke dalam toilet wanita. Lagi dan lagi Brielle merasa mual dan siap untuk memuntahkan isi perutnya pria yang menuntun Brielle bergegas membuka bilik toilet membantu Brielle dengan menggenggam rambutnya ke belakang dan satu tangan lainnya mengelus punggung Brielle.

UnbelievableWhere stories live. Discover now