Chapter 21. The destruction

95 8 0
                                    

Brak!

Brak!

Pyar!

Sean sedang kesetanan. Suara tendangan kaki pria itu pada meja begitu nyaring apa lagi saat vas bunga di atasnya Sean tendang, terlempar lalu jatuh hancur. Aksi Sean yang sedang kerasukan iblis disaksikan empat pria yang menjadi dayang-dayang Sean. Bukan tanpa sebab Sean kerasukan pria itu baru mendapat kabar kalau Brielle sudah kembali ke Brooklyn dengan selamat bersama Grayson.

Capek-capek Sean membawa Brielle ke Seattle! Grayson malah dengan mudah mengambil Brielle kembali!

Biadab!

Setelah ini Sean pasti akan kesulitan untuk membawa Brielle, wanita itu pasti akan berjaga-jaga menyewa banyak bodyguard.

"Bajingan!"

Sean kembali menendang meja sampai meja yang cukup berat tersebut maju beberapa senti, emosinya meledak-ledak. "Bagaimana caraku mengambil Brielle kembali huh!"

"Tuan--"

"Tutup mulutmu!" Sean menunjuk tajam anak buahnya. "Pikirkan bagaimana caranya aku membawa Brielle kembali."

"Aku pasti memikirkannya tuan, aku akan pastikan nona Brielle kembali padamu."

"Sialan!" Sean menyempatkan kembali menendang meja sebelum kakinya melangkah meninggalkan tempat.

Api yang masih berkobar di kepalanya membuat Sean membuka lemari es dengan cukup keras, hampir saja pintunya terlempar akibat ulahnya. Dengan terburu-buru Sean meminum air mineral dari botol sampai tetesan-tetesan airnya membasahi jakun yang naik turun begitu seksi. Beberapa pelayan yang melewati dapur membawa pecahan vas bunga dengan cepat memalingkan pandangannya dari sosok Sean yang menggoda.

"Tuan."

Sean melirikkan matanya pada Malcolm.

"Mungkin kau bisa pergi ke Brooklyn dengan ini." Malcolm menunjukkan ponsel putih di tangannya dengan senyum bangga. "Ponsel nona Brielle masih di tanganmu, benda ini akhirnya menyala juga."

Sean menutup lemari es lalu mengambil ponsel tersebut, saat dinyalakan terlihat wallpaper foto Brielle yang sedang duduk bersama seorang wanita.

Jessi.

“Siapkan keberangkatanku, siapkan juga beberapa barang untuk tanda maafku pada Brielle."

...

Brooklyn, New York.
10.45 am.

Tokk.. Tok.

"Nona Brielle."

"Nona Brielle."

Brielle memutar tubuhnya berharap ia menemukan posisi nyaman namun ia malah terjatuh dan membuatnya terkejut setengah mati, saat membuka mata Brielle baru ingat bahwa semalaman ia tidur di sofa sambil menonton film bahkan layar televisi pun masih menyala menampilkan poster film yang terakhir Brielle tonton. Meregangkan ototnya yang pegal sambil berjalan menuju pintu Brielle mendapati Raphael yang mengetuk pintu bersama seorang pelayan.

"Nona kau kedatangan tamu." Ucap pelayan tersebut.

"Tuan Grayson menunggumu di bawah." Raphael ikut berucap melengkapi kalimat pelayan tersebut.

"Grayson?" gumam Brielle.

Mau apa pria itu datang ke rumahnya, mengganggu saja. Atau... Grayson datang untuk mengabarkan kalau pria itu sakit parah lalu semua kerja sama ini akan dialihkan pada Valen.

Brielle menghela nafas lalu menggaruk lehernya, banyak berhalusinasi ia. "Buatkan aku kopi, kau tak perlu mengikutiku Raphael."

Berjalan tanpa alas kaki menuruni tangga Brielle tidak henti meregangkan otot yang rasanya kaku semua. Tubuhnya pegal, sakit, kaku, dan tak nyaman Brielle bersumpah tak akan tidur di sofa kembali. Awalnya memang terasa nyaman tidur di sofa namun lama-kelamaan menyiksa.

UnbelievableOnde histórias criam vida. Descubra agora