Chapter 2. A new wings

273 13 0
                                    

Brielle menyalakan layar ipad yang berada di tangannya, menekan fitur pencarian Brielle mengetik sebuah nama. Grayson Hugo dan seketika sederet berita dari pria itu memenuhi layar.

Grayson Julo Malek Hugo atau lebih dikenal Grayson Hugo adalah seorang putra dan penerus satu-satunya dari perusahaan pembuat mobil listrik, dan pemilik perusahaan penerbitan buku terbesar di Swedia. Keluarga Hugo masuk daftar seratus deretan orang terkaya di dunia. Kekayaan keluarga Hugo tidak sebatas sampai situ saja masih ada saham yang bertebaran di mana-mana dan salah satunya perusahaan di Australia, di negara itu Hugo membangun anak perusahaan dari pembuatan mobil listriknya dari situ juga Valen bertemu dan menjalin cinta dengan Jessi secara diam-diam.

Argh kisah cinta yang tragis.

Beralih dari berita Hugo Brielle membuka artikel lain di mana artikel itu memuat berita Grayson termasuk gosip-gosip soal teman kencannya.

Grayson terkenal akan wajahnya yang tampan rupawan, para wanita dari segala kalangan berusaha menarik hati seorang Grayson namun sampai detik ini pria itu tak pernah sekali pun mengkonfirmasikan soal hubungannya dengan wanita. Ada satu wanita yang bertahan dengan gosip kedekatannya bersama Grayson dia adalah model asal Portugal Ziva Rayes, selama tiga tahun media meyakini kalau si model dan si tampan Grayson menjalin hubungan namun setelah tiga tahun Ziva kedapatan berjalan dengan pria lain.

Setelah Ziva banyak wanita-wanita yang dikabarkan menjadi kekasih Grayson termasuk Ally penyanyi terkenal dan Lily adik dari raja Inggris.

Luar biasa semua wanita seolah tunduk dengan ketampanan Grayson.

Dari artikel tersebut Brielle melihat foto Grayson yang tertera dan Brielle mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Kejadian malam itu.

Apa.. tidak, tak mungkin itu Grayson. Mustahil.

Brielle menggeleng kecil, menghela nafasnya hingga suara helaan nafas itu terdengar oleh Raphael sampai dia menoleh ke belakang memastikan Brielle baik-baik saja.

"Apa ada sesuatu?" Tanya Raphael.

Brielle menyingkirkan ipad dari tangannya. "Sebaiknya kau cari sopir, kau akan kelelahan mengerjakan semuanya sendiri."

"Aku sudah mencarinya hanya saja belum ada yang tepat."

Brielle mengangguk kecil pikirannya kembali berputar soal keluarga Hugo yang mulai sekarang akan menjadi rekan bisnisnya. Hugo akan melebarkan sayapnya dalam sektor pertanian, bisnis yang selama ini Brielle jalankan.

Dari kerja sama ini Brielle memiliki kesempatan untuk dekat dan semakin dekat dengan keluarga Hugo sampai Brielle bisa membunuh Grayson. Membunuh masa depan dari keluarga Hugo.

"Nona Brielle kita sudah sampai."

Brielle mengangguk dia menunggu Raphael yang keluar dan membukakannya pintu. Saat Brielle keluar seorang wanita mendekatinya, wanita itu tersenyum ramah.

"Good morning Miss Bryson, I am Nadia Mr Grayson's secretary I have been ordered to take you to meet Mr Grayson."

"Selamat pagi Nadia."

Nadia mundur dua langkah lalu membuat gerakan tubuh agar Brielle berjalan lebih dulu. Memasuki lift Nadia menekan angka enam belas, Brielle tersenyum tipis melihat itu. Sampai di lantai enam belas interior di lantai ini begitu mewah bahkan lebih mewah dari lobby tadi.

Sampai pintu kayu yang besar Nadia menghentikan langkahnya dan melirik Brielle sekilas. "Seharusnya tuan Valen ikut dalam pertemuan ini namun tuan Valen memiliki urusan pribadi yang mendesak."

"Tuan Valen tidak bisa datang." Ucap Brielle.

Nadia mengangguk lalu dia mengetuk pintu tersebut dan membukannya. Room meeting yang mewah dengan meja panjang terbuat dari kaca dan kursi-kursi hitam yang bagus, lampu gantung serta lantai putih terbuat dari marmer langsung menyambut Brielle seolah itu menyegarkan mata Brielle. Semakin melangkah masuk Brielle melihat sosok Grayson yang berdiri dari duduknya dan menampilkan senyum cerah.

"Selamat datang nona Bryson." Ucap Grayson.

Melangkah mendekati Grayson dan menerima uluran tangan pria itu Brielle seketika dapat mencium harumnya parfum Grayson. Harum, sangat harum dan menenangkan... aromanya hampir sama atau bahkan sama seperti pria di club malam itu, aroma leather.

"Selamat pagi tuan, Hugo." Brielle tersenyum manis namun dibalik senyumnya ada debaran aneh di dada.

"Kau sudah kenal Nadia sekretarisku dan ini Peter asistenku." Grayson memperkenalkan pria di sampingnya.

Brielle mengangguk-angguk kecil sekali lagi dia melirik wajah Grayson. Di foto yang beredar pria ini tampan luar biasa dan ternyata aslinya... Brielle tak mampu berkata-kata.

Sialan, sadarlah Brielle.

"Silakan duduk." Grayson menarik kursinya dan itu bersebelahan dengan Brielle.

Raphael mengeluarkan sebuah map dia memberikannya pada Brielle.

Brielle mengerjapkan matanya beberapa kali, tangannya tiba-tiba saja terasa dingin dan tubuhnya seolah bergetar. "Tuan Hugo, ini proposal kerja sama kita kau bisa mempelajarinya jika yakin kita--"

"Aku sangat percaya padamu nona Bryson, kau adalah wanita muda yang hebat."

Pujian itu seharusnya membuatnya tersenyum bangga namun mengapa Brielle malah merasa panas dingin.

"Untuk ke depannya kita akan sering bertemu, apa pun permasalahan dalam kerja sama ini kuharap kau memberitahuku. Bolehkan aku meminta nomor ponsel pribadimu?"

What the--! Nomor pribadi.

...

Pertemuan itu diadakan cukup lama, dari jam sembilan pagi sampai jam makan siang. Setelah pertemuan berakhir Brielle tidak pergi ke mana-mana, Brielle akan mengerjakan pekerjaannya di rumah ditemani kesunyian.

Rumah besar ini dicarikan oleh Raphael berserta pelayan dan koki, Brielle hanya perlu bernafas biarkan Raphael yang bekerja.

Disela-sela pekerjaannya Brielle teringat kemeja hitam pria itu, meninggalkan meja Brielle berjalan menuju lemari membukannya dan menemukan kemeja hitam yang rapi tergantung belum di cuci. Aroma parfumnya masih segar terasa.

"Apa mungkin pria itu Gray?" Brielle bergumam sambil mengambil kemeja itu. Mendekatkannya ke hidung untuk mencium aroma parfumnya.

Selamat datang nona Bryson...

Suara Gray menyebut namanya memenuhi telinga Brielle. Memejamkan mata Brielle masih saja menghirup aroma parfum sampai akhirnya dia menggeleng keras.

"Oh gila! Tak mungkin dia Gray. Jika dia Gray tadi saat pertemuan pria itu pasti membahasnya."

Brielle memasukkan kembali kemejanya ke dalam lemari dan tanpa Brielle tahu Raphael tengah berdiri di pintu yang terbuka sedikit, menyaksikannya dengan kening berkerut tebal.

---

#To be Continued

UnbelievableWo Geschichten leben. Entdecke jetzt