Chapter 23. Change his life

79 5 0
                                    

Brielle tidak percaya dengan penglihatannya sendiri saat ia berjalan keluar bandara disambut sosok Grayson yang gagah berdiri. Pria itu tidak menatapnya namun seiring kaki Brielle melangkah mendekati Grayson jantung Brielle tidak baik-baik saja, tubuhnya panas dingin mengingat apa yang pernah mereka lakukan di dapur dan apa yang pernah Brielle mimpikan tadi.

Kemarin dan apa yang terjadi di dapur hanya-lah serangkai kecil untuk pembuka menu utama. Lalu bagaimana jika menu utama itu sungguh terjadi, membayangkan tubuhnya yang kecil dalam kuasa tubuh Grayson, mencari kepuasan di atas sempitnya kitchen island. Ya tuhan membayangkannya saja sudah membuat Brielle merasa gila.

"Bagaimana perjalanan panjangmu?, melelahkan." Ucap Grayson dikala Brielle berdiri di depannya.

Bayang-bayang tak senonoh Brielle buang jauh-jauh dari kepalanya. "Biasa saja," balas Brielle yang bibirnya terasa kelu.

"Ayo masuk mobilku."

Walau ragu tapi kaki Brielle tetap melangkah mengekori Grayson. Sampai di mobil hitam seorang pria yang menjadi sopir membukakan pintu mobil untuk Brielle sedang Gray membuka pintunya sendiri, suasana canggung benar-benar terasa Brielle tak mampu memutar kepalanya barang sekali untuk melirik Gray, telapak tangannya terasa berkeringat, dan wajahnya seolah panas tersengat matahari. Ingatannya tak bisa lepas dari kejadian itu. Berbanding jauh tampaknya Grayson biasa saja.

"Aku ingin mengajakmu melihat perkebunan, apa kau lelah?"

"Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan membereskan pekerjaanku di sini." Lagi rasanya bibir Brielle kelu untuk berbicara. Bola matanya pun berusaha untuk tidak melirik Gray. "Aku ingin cepat-cepat membereskan pekerjaanku lalu secepatnya pulang. Aku tak ingin kepulanganku gagal lalu berakhir mengenaskan seperti kemarin."

"Apa ada sesuatu yang menunggumu di Australia?"

"Tentu saja aku memiliki paman, rumah, dan kantor milikku." Spontan Brielle menatap Grayson.

Sial seharusnya Brielle tidak menatap durja tampan pria itu.

"I think you should stay here, your work isn't finished yet, right? you still have a lot of work to do."

...

Lahan seluas lima hektar yang pernah Brielle kunjungi kini sudah berubah, lahan itu bukan sekedar tanah kosong yang hanya dihiasi rumput liar namun sekarang sudah bersih dan rapi dengan pohon-pohon persik, apel, dan pir. Beberapa mobil truk terparkir di depan bangunan yang cukup luas, dan beberapa orang sibuk pada pekerjaannya.

Gray melirik jam di pergelangan tangan kirinya. "Sebentar lagi semua pekerja akan pulang."

Belum sempat Brielle membuka suaranya seorang pria menghampiri mereka sambil membawa keranjang buah yang penuh.

"Tuan Grayson pesananmu." Pria itu menyodorkan keranjangnya.

Gray mengambil apel merah dan memberikannya pada Brielle. "Aku meminta mereka memetiknya pagi-pagi sekali untuk mendapatkan buah yang segara untukmu, cobalah."

Brielle ragu lalu pikiran konyolnya mengarah pada cerita Snow White, si putri salju yang jatuh tak sadarkan diri karena apel beracun pemberian nenek sihir. Akankah Grayson meracuninya.

Di luar dugaan Grayson menggigit apelnya lalu kembali memberikannya pada Brielle. "Manis, cobalah." Apa Gray tahu apa Brielle pikirkan.

"Mereka memetiknya pagi-pagi dan aku menyimpannya sampai masih segar seperti ini." Ucap pria Itu.

Brielle menerima apel itu, menggigitnya di sisi lain dan merasakan renyah dan manisnya buah apel. Tak bisa dipungkiri apelnya enak dan tidak beracun.

Gray tersenyum tipis, "Kau mau melihat pohonnya?" Brielle mengangguk.

UnbelievableWhere stories live. Discover now