Chapter 19. Security guard

104 6 0
                                    

Brielle terbangun dengan debaran jantung yang menggila sebab teringat kejadian yang menimpanya. Dikejar dua pria gila yang berniat membunuh dan memperkosanya. Mengingat kejadian itu Brielle berpikir apa sekarang ia sudah tewas dan berakhir menjadi arwah penasaran. Namun saat pandangan Brielle menyusuri setiap sudut di sekitarnya Brielle menyadari kalau tempat ini adalah kamar, tak ada dunia lain berbentuk seperti ini dan tak mungkin jika dirinya sudah tewas masih merasakan sakit.

Aroma ruangan yang harum dengan apel pun tak mungkin ada di dunia lain. Lalu sekarang ia berada di mana? Dengan siapa? Manusia jahat mana yang menculiknya? Apa dua pria itu berhasil menculiknya lalu menjualnya. Berengsek Brielle harus keluar ia tak mungkin menjadi bodoh untuk kedua kalinya.

Saat tubuhnya melompat turun dari kasur saat itulah Brielle nyaris terjatuh karena kepalanya pusing serta seluruh tubuh terasa sakit dan pegal. "Akh sakit sekali." Gumamnya pelan dengan suara begitu serak.

Sean benar-benar berengsek! Dia mengaku sebagai malaikat penolong namun berniat membunuhnya. Seharusnya sejak awal Brielle tidak menurut diam saja di rumah terkutuk itu, seharusnya Brielle lari dari jangkauan Sean agar semua ini tidak terjadi.

"Sial apa yang terjadi denganku?"

Kakinya hendak melangkah dan ternyata bertepatan dengan pintu kamar yang dibuka, dengan jantung yang mulai kembali berdebar-debar serta rasa takut yang perlahan memenuhi kepala dan hati Brielle ingin menangis.

"Kau sudah bangun? Kau mau pergi ke mana?"

Grayson Hugo, pria itu berdiri di depan pintu dengan nyata membuat tangis yang Brielle tanah seketika tumpah dan tubuhnya terduduk di karpet bulu. Isak tangis perlahan terdengar dan wajahnya ditutup oleh kedua telapak tangannya. Grayson melangkah masuk dia juga terheran-heran mengapa Brielle menangis seperti itu.

"Nona Brielle."

Brielle mengangkat kepalanya ke atas menatap Gray yang berdiri menjulang tinggi di depannya. Tangis penuh kelegaan kembali keluar, entah kenapa Brielle merasa luar biasa lega saat melihat Gray. Rasanya seolah-seolah hidup terasa aman dengan adanya pria itu.

"Bangunlah duduk yang benar." Ucap Gray kembali.

Persetan dengan dendamnya yang membara Brielle bangkit dan melompat memeluk Grayson begitu erat, kepalanya ia sandarkan pada bahu Gray dan tangisnya perlahan-lahan mulai mereda. Rasa takut itu hilang benar-benar hilang.

"Nona Brielle." Grayson tidak membalas pelukannya. "Brielle Bryson." Ucap Gray kembali.

Brielle memejamkan sekilas matanya sebelum ia melepas pelukan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi, di mana aku?" Hatinya ingin berkata 'terima kasih telah menolongku' namun bibirnya berkata lain.

"Di rumahku, Brooklyn." Balas Grayson, senyum tipis yang Grayson tunjukkan seolah bermaksud kalau pria itu mengetahui isi hati Brielle namun dibalik senyumnya tak ada sorot khawatir berlebih dikala Brielle memeluknya dan menangis tergugu-gugu.

"Pinjamkan ponselmu." Ucap Brielle.

"Pergi mandilah, bersihkan tubuhmu setelah itu temui aku di meja makan. Semua pakaianmu sudah ada di toilet, aku menunggumu."

Menatap kepergian Grayson yang menghilang dibalik pintu Brielle mulai bisa menunjukkan penyesalannya, tubuhnya ia jatuhnya pada kasur dengan kepala terbenam dibantal. Sekeras-kerasnya Brielle teriak mengutuk dirinya sendiri yang lemah menangis dipelukan Gray, setelah ini apa yang akan Grayson pikirkan tentangnya.

"Argghh sialan! Sean!"

Semua ini karena Sean, andai saja dia tidak menjadi malaikat penolong ini semua tak akan terjadi. Sean bajingan pria itu perusak jalan yang sudah Brielle buat.

UnbelievableWhere stories live. Discover now