25. ngobrol berdua

1.5K 162 13
                                    

"Anu.. Gue boleh—"

Howek..

Ucapan Magenta terpotong, dengan ia yang tertiba memuntah. Ia baru sadar, perutnya terasa seperti di aduk-aduk sekarang.

Ethoca yang duduk dengan berhadapan dengannya tentu saja kaget, saat ia melihat tanda tanda Magenta hendak muntah kembali dengan segera ia menarik baskom berisi air yang digunakannya tadi dan menyerahkan nya pada Magenta.

Howek..

Ethoca hanya dapat memejamkan matanya dengan raut wajah menahan jijiknya.

"So-sorry tos.." Saat mendengar Magenta berujar Ethoca mulai membuka kembali matanya.

"Ya." Ethoca mulai berdiri, kemudian ia mengulurkan tangannya mengajak Magenta untuk ikut berdiri.

"Ini gue bukan mau diusir kan?" Dalam otaknya, segala kemungkinan buruk sudah terpikirkan oleh Magenta.

"Cepetan." Ethoca menekankan katanya, Magenta sedikit merasa sesak dengan aura yang Ethoca keluarkan.

Tak ingin membuat Ethoca semakin kesal, Magenta berniat untuk segera bangkit berdiri menerima uluran tangan Ethoca. Tapi belum sempat Magenta mengenggam telapak tangan Ethoca, telapak tangan itu sudah ditarik kembali oleh si pemilik tangan.

"Gausah manja, bangun sendiri." Ethoca kembali berujar dengan dingin.

Segera saja Magenta berdiri, ia kemudian mengikuti Ethoca yang mulai berjalan menuju toilet?

"Wait? Toilet?" Kembali, otak Magenta memikirkan berbagai hal buruk.

Ethoca masuk ke dalam toilet lebih dulu, disusul Magenta yang hanya terus mengekor.

Ethoca menyiram kakinya yang tadi sempat terciprat dengan muntah Magenta dengan air, kemudian dia menuang sabun cair ke daerah kakinya yang tadi disiram. Bahasa mudahnya membilas kakinya.

Setelah selesai dengan kakinya ia mematikan keran air dan menghadap kearah Magenta.

Tangan Ethoca terulur hendak  menyentuh kening Magenta, "Lo demam." Ujar Ethoca singkat.

Kaki Ethoca melangkah dan berhenti tepat dipintu toilet, "Berishin diri lo, sekalian baju nya diganti lagi aja. Nanti gue kasi bajunya, handuknya ada di lemari situ, yang masi kelipet itu." Ujar Ethoca menjelaskan.

Magenta hanya mengangguk tanpa menoleh ataupun menjawab. "Kok gue malah malu-maluin gini sih." Berbeda dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, dalam hati Magenta sedang menahan malu setengah mati.

***

Ethoca sudah mengganti piyama tidurnya dengan piyama tidurnya yang lain, baju tidur selengan berwarna maroon dan celana sepaha berwarna senada. Oneset, modelnya sama dengan piyama yang sebelumnya hanya berbeda warna saja.

Setelahnya Ethoca mengalihkan fokus kembali ke lemari bajunya, matanya menelisik mencari baju yang sekiranya bisa digunakan oleh Magenta.

Mengingat sesuatu, Ethoca membuka lemari yang berisi banyak paperbag.

Meraih salah satu paperbag dan membukanya, ada 1 set pakaian lelaki yang niatnya ingin Ethoca jadikan hadiah ulangtahun untuk kakak ketiganya. Celana pria selutut dan kaos tipis, sebagai tambahan Ethoca juga membelikan dalamannya sekaligus.

Tanpa pikir panjang Ethoca membawa paperbag tersebut dan berjalan keluar, saat hampir dekat dengan toilet Ethoca teringat sesuatu.

'Dia sedang demam, bukankah pakaian ini terlalu tipis untuknya?' Pikirnya.

Kaki Ethoca melangkah memutar, kembali ke kamarnya.

Ethoca membuka kembali lemarinya, bola mata Ethoca terus bergerak sampai ia menemukan hoodie milik Fathur yang pernah dipinjamkan padanya.

Tak ingin pusing mencari lagi akhirnya Ethoca mengambil hoodie itu dan berjalan kembali ke toilet.

***

Menurut perhitungan Magenta ia sudah menunggu selama 5 atau 6 menit lebih, tubuh Magenta sedikit mengigil.

Bodoh memang. Magenta bukannya hanya membersihkan tubuhnya yang terkena muntah saja, tapi ia malah mandi.

Bayangkan saja, Ia sedang demam dan mandi di dini hari. Kalau seperti ini sih namanya nyari penyakit.

Untung saja mandinya laki-laki tidak lama, hanya 3 menit pun selesai.

Ia hanya menggunakan handuk yang hanya menutupi pinggang ke bawah, dengan memelas dia memeluk dirinya sendiri agar tidak kedinginan.

'Apa dia lupa ya?' Pikiran Magenta hanya memikirkan hal-hal buruk saja.

Kembali menunggu Magenta menatap pantulan dirinya didepan cermin, Magenta sadar diri bahwa ia cukup tampan.

"Muka gue cakep gini kenapa gaada yang naksir ya?" Ujarnya tertiba.

Kebetulan rambutnya basah, tangan Magenta mengacak rambutnya sendiri dan dengan narsis ia berucap "Gila gue ganteng banget." Setelah tersadar dengan dirinya yang seperti orang aneh Magenta terkekeh sendiri menertawakan dirinya.

Tak lama kemudian ia mendengar pintu toiletnya diketuk, dengan segera ia berjalan kepintu toilet dan membuka sedikit pintu membuat celah. Lalu tangannya terulur keluar menerima paperbag yang diberikan Ethoca.

"Thanks." Ujarnya lalu menutup pintu.

Dengan segera ia mengenakan pakaiannya, sedikit bertanya-tanya asal pakaian yang dikenakan. Kecuali hoodie nya karna ia tau dengan jelas itu milik siapa, fyi itu hoodie custom yang Fathur pesan padanya.

Setelah selesai ia keluar dari toilet, ia kira Ethoca menunggu didepan toilet.

Tak ambil pusing, kakinya melangkah menuju ruangan tempat ia bangun tadi yang Magenta yakini adalah ruang tamu.

Saat sampai diruang tamu ia tak melihat keberadaan Ethoca, lalu matanya menoleh kesana kemari mencari sang tuan rumah.

Matanya menangkap punggung Ethoca, tanpa membuang waktu ia segera menghampiri Ethoca yang sedang duduk dimini bar.

Magenta mengambil duduk dikursi setelah Ethoca, sadar dengan kedatangannya Ethoca melirik Magenta sekilas dari ekor matanya.

"Makasih, maaf kalo ngerepotin lo." Magenta berujar setelah mendudukkan bokongnya di kursi.

Ethoca mengangguk tanpa menoleh, "Emang ngerpotin." Ujarnya dengan sedikit bercanda. Tapi nadanya gaada becanda-becandanya sih.

Magenta menahan senyum yang hendak terbit di wajahnya, telinganya memerah. "Hahaha iya, sekali lagi sorry ya tos."

"Iya santai, itung-itung bales budi karna lo udh anterin gue pulang kemarin." Sembari berujar Ethoca mendorong segelas teh hangat ke depan Magenta.

"Th—"

"Gausah makasih makasih lagi, gausah minta maaf maaf lagi. Bosen gue dengernya, kayak ngapain aja gue." Ethoca memotong Magenta yang hendak bicara.

Magenta tertawa garing sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Hahaha oke deh." Magenta benar-benar berusaha agar suasana tidak canggung.

Menegakkannya badannya, tangan Magenta terulur mengambil gelas didepannya. Meniupnya, sebelum akhirnya menegak teh tersebut hingga tersisa setengah.

"Lo masih demam?" Ethoca mencoba berbasa-basi.

"Kayaknya iya deh." Jawab Magenta menyentuh kening nya sendiri.

"Ruang tamu kotor, lo tidur dikamar tamu aja. Disitu, deket ruang tamu. Ga dikunci kok, bisa dikunci dari dalam tapi." Ujar Ethoca sembari memutar kursi menunjuk kamar yang dimaksud.

"Oke tos, sorry ya apart lo jadi kotor karna gue." Magenta benar-benar merasa tak enak hati.

"Udah gue bilang gausah maaf maaf, kayak gue apain aja. Gapapa gen, anggaep rumah sendiri." Ethoca membalas diakhiri kekehannya.

"Yaudah gue duluan ya, ngantuk. Besok gue kesekolah buat latihan basket, lo mau nebeng?" Lanjut Ethoca kembali berucap.

"Boleh deh tos, keenakan nih gue ngerepotin lo." Magenta berujar yang diakhiri kekehan merdunya.

"Yaudah gue duluan ya, anggap aja rumah sendiri." Ujar Ethoca sebelum akhirnya pergi berlalu.

Meninggalkan Magenta yang sudah tidak dapat menahan senyumnya lagi. Ahh—

Just an Ordinary Extra Figure Where stories live. Discover now