Little Lambe

1K 239 54
                                    

"Gue minta air kencing lo!"

"Apaan, sih, A?" Haruto yang baru saja akan membuka pintu kamar mandi Donghyuk tentu langsung protes pada Hanbin. "Aku nggak narkoba!"

"Tes aja, siapa tau lo hamil," jawab Hanbin tanpa beban. "Inget, pipis lo ke sini-in." Wadah kecil yang sudah disiapkan Hanbin dan tertulis nama 'UTO' itu ia sodorkan pada Haruto. 

Tak hanya Haruto yang menjadi korban. Donghyuk yang baru saja bangun juga langsung ditodong air pipis. "Pipis lo ke siniin," perintah Hanbin sembari menyodorkan pot urine berbahan plastik bening pada adik tertuanya, "kalo udah kasihin ke Uto."

Kasihan Haruto. Udah kamarnya dirampas sama pemilik lama sampe dia ngungsi ke kamar Donghyuk, terus sekarang jadi tempat penampungan kencing. Emang jadi anak bungsu itu sebeban ini.

"Aa lo kenapa, To?" tanya Donghyuk yang masih setengah sadar.

Haruto sendiri hanya melengos, ia kembali masuk ke kamar mandi. "Gini banget hidup gue, besok-besok mau jadi tutup toples aja, deh," gumam remaja yang sudah mulai bebas dari aktivitas sekolahnya. "Itu A Mbin udah punya rumah kenapa malah balik lagi ke sini, sih, Kak?"

"Ngincer warisan kali," gumam Donghyuk yang sudah bangkit dari posisi tidurnya. Lelaki itu fokus tertunduk pada ponsel di tangan. Si anak ke empat itu sudah terlalu malas memikirkan masalah para kakakknya yang kadang gila. "Cepet lo ke kamar mandi! Gue mau wudu."

Sejak kemarin Hanbin dan Hayi memang menginap di rumah Bunda. Ini semua bermula dari Hayi yang ingin membaca semua buku rangkuman SMA milik Hanbin. Selama dua malam ini, sebelum mereka tidur, Hanbin wajib menjelaskan tentang materinya itu. Iya, di saat orang-orang membaca dongeng sebelum tidur, Hayi justru membaca rangkuman materi.

Ini kalau sampe Hayi betulan hamil, kebayangkan serandom apa nanti anaknya?

"Abis jemaah subuh ke rumah guein," perintah Hanbin sembari menyodorkan wadah kecil pada Jungkook saat mereka beriringan menuju masjid. "Lo juga, Won!"

"Apaan ini?" Jungkook dan Wonwoo menatap bingung pada wadah kecil bening yang biasanya dipakai untuk tempat salep.

Wonwoo ikut nimbrung, "Buat ludah? Gue kagak TBC!"

"Buat kencing!" koreksi Hanbin. "Lo pada kasihinya nanti ke Hayi, ya. Tolongin gue, lah!"

Ini demi misi terselubung, Hanbin rela mengumpulkan pipis banyak orang. Padahal itu semua air urin mereka nggak buat apa-apa. Hanbin hanya membutuhkan satu air urine.

---

"Yang, Jungkook sama Wonwoo ngasih air pipisnya, nih!" Hayi menyodorkan plastik kecil berisi air urine Jungkook dan Wonwoo di masing-masing botol bening. "Kamu ngapain ngumpulin kencing orang-orang, sih?"

Hanbin belum menjawab, ia justru menyodorkan botol berukuran sama seperti yang sudah terisi air pipis lainnya. "Kamu juga," pinta Hanbin, "buat sample."

"Harus banget?"

"Masih kurang ini," jelas Hanbin sedikit merengek, "abis ini aku mau nodong Chanhyuk, Ten, sama pasukan kamu."

Hayi jelas hanya menghela napas, "Sini, mumpung aku belum pipis," balasnya, mengambil botol kosong di tangan Hanbin. Perempuan itu memasuki kamar mandi yang memang ada di dalam kamar Hanbin.

Dan saat Hayi sudah masuk ke kamar mandi, Hanbin menghela napas lega. Akting dan usahanya mengumpulkan air kencing para manusia di rumah hingga tetangga tidak berakhir sia-sia. Target incaran Hanbin masuk ke dalam perangkap.

"Yang banyak, Yiii!" perintah Hanbin, suaranya cukup kencang. "Penuhin aja sekalian."

"Bawel!" komentar Hayi, perempuan itu keluar dari kamar mandi dengan tangan membawa botol bening yang sudah terisi air kekuningan. "Kurang nggak?"

Hanbin dengan antusias menerima pot urine berukuran 200cc itu. Seakan botol bening yang Hayi berikan adalah sebuah harta Karun. Eh, tapi itu memang harta karun, kalau sampai dugaannya benar.

"Aku mau bantu Bunda masak dulu," ucap Hayi yang sudah siap kembali meninggalkan kamar, "kamu kalo udah selesai sama semua air pipis itu, turun ke bawah. Kita sarapan."

Setelah pintu kamarnya kembali tertutup dan Hayi tak ada lagi di kamar. Hanbin bergegas mengambil beberapa alat tempur lainnya di dalam tas. Lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi, membawa pot urine milik Hayi.

Lima jenis testpack dari tiga merek yang berbeda sudah berada di tangan kanan Hanbin. Lelaki itu meletakkan alat pemeriksa kehamilan yang dibelinya kemarin di atas wastafel. Membuka bungkusnya satu persatu, dan mencelupkan dalam waktu beberapa detik ke dalam urin Hayi.

Iya. Demi memeriksa kehamilan istrinya, Hanbin rela jadi pengepul air pipis. Sebenarnya pria ini sudah curiga sejak beberapa minggu lalu, namun karena obrolan tentang kehamilan adalah hal sensitif bagi Hayi, ia tak berani meminta Hayi untuk memeriksa.

Mengingat harapan yang berakhir kecewa yang sering Hayi terima saat melihat hasil dari testpack membuat Hanbin mengambil langkah sendiri. Pria itu langsung membulatkan matanya saat melihat hasil di testpack yang pertama.

Dua garis yang jelas. Benar-benar jelas.

Namun, Hanbin tak mau langsung percaya. Ia kembali memastikan dengan testpack lainnya. Dan, hasil mereka tetap sama. Dua garis yang terlihat nyata dan jelas.

Pria itu diam membeku dengan jejeran testpack berbagai jenis dan warna. Matanya menunduk, meyakinkan kalau ia tak salah lihat. "Beneran dua garis? Be-beneran positif?" gumamnya masih merasa tak percaya.

Seharusnya Hanbin langsung berlari keluar kamar, seharusnya pria itu langsung memeluk Hayi. Namun, tubuh Hanbin justru membeku, seakan nyawanya hilang, dan air matanya tanpa terkendali mulai membasahi pipi.

Hanbin menangis. Entah mengapa ada perasaan asing yang calon ayah itu rasakan. Napasnya sedikit melega, beberapa hal yang selama ini menggangu tiba-tiba saja sirna. Dan, usahanya dengan Hayi selama ini membuahkan hasil.

Mengingat berapa banyak rasa sedih Hayi setiap mendapat banyak pertanyaan 'kapan hamil' dari kerabat dan orang-orang, usaha Hayi yang berusaha menjaga pola makan, bakan tingkah Hayi yang beberapa kali memilih untuk menghindari acara keluarga karena tak ingin mendapatkan banyak todongan dan wejangan yang berkahir menyakitkan hati. Hanbin menangis karena itu, sekarang ia harap istrinya tidak lagi begitu.

Hanbin tahu tanggung jawabnya akan bertambah, tetapi ia juga yakin kebahagiaannya bersama Hayi akan semakin berlimpah.

"Yaaang? Kamu di mana? Kamu lagi mandi?" Suara Hayi berhasil menyadarkan lamunan Hanbin. "Tumben mandi dulu? Biasanya sarapan dulu, Yang."

Mendengar suara Hayi di balik pintu kamar mandi justru membuat Hanbin semakin menitihkan air mata. Ini Hanbin tiba-tiba saja berubah menjadi super mellow. "I-iya bentar, lagi setor tunai," dusta pria itu.

"Abis ini anter aku beli gorengan di Binus, ya."

"Di depan juga ada, Yiii. Jauh banget harus ke Binus."

Sepasang suami istri itu masih terus berbincang di tempat masing-masing. Hanbin stay di kamar mandi, berlagak sedang buang air besar, sedangkan Hayi duduk di sofa kamar suaminya. Mereka masih terus berbicara, meskipun harus menggunakan suara yang lebih kencang.

"Nggak, ih! Aku pingin sarapan di kantin Binus. Kalo kamu nggak bisa, aku ke sana sama Haruto aja."

Padahal testpack masih ada di tangan Hanbin, tapi dia udah lupa kalo istrinya ini sedang ngidam. "Eh, iya," jawab calon ayah itu dengan cepat, "tapi abis dari Binus kita ke klinik dulu ya." Hanbin keluar dari kamar mandi, lelaki itu sudah mengumpulkan mentalnya untuk memperlihatkan hasil testpack kepada Hayi.

Ini kesannya jadi kayak Hanbin yang hamil, ya.

"Hari ini kamu praktek? Aku sama Haruto aja, deh. Dia udah bebas juga sekolahnya."

Hanbin mengulurkan tangan kanannya pada Hayi. Lima buah testpack dengan hasil sama ia sodorkan pada istrinya. "Kita periksa dulu ke obgyn biar jelas."

Dengan kening berkerut Hayi menerima testpack di tangan suaminya. Perempuan itu bergantian menatap dua garis di testpack dan Hanbin. "B-Biiin, kamu hamil?"

Tbc

[3] KIMcheees 3x✓Where stories live. Discover now