Insecure

775 216 21
                                    

Hayi menatap bingung pada satu makhluk hidup yang sebenarnya cukup jarang menjadi tamu di rumahnya. "Tumben, Hyuk," ucap ibu hamil yang langkahnya terlihat sangat sulit, "biasanya juga ke rumah Bobby."

"Teh Jisoo mode galak lebih serem dari pada lo," balas Donghyuk yang sudah fokus pada layar laptopnya. "Mana Bunda masih aja ngomel."

"Gue juga kalo jadi Bunda bakal ngomel, sih," balas Hayi yang dengan santai menyalakan televisi. "Lagian lo dulu ngeburu-buru, sekarang malah hilang arah. Ini gue sebagai korban yang diburu-buru juga merasa ditipu, loh!"

Donghyuk tak banyak menyahut. Padahal dia sengaja pagi-pagi ke rumah Hanbin dan Hayi agar tidak kena teror pembicaraan tentang menikah. Namun, rupanya ia salah. Di sini justru ada korban yang pernah ia buru-buru untuk menikah.

"Tolong ambilin pesenam bubur gue dong," pinta Hayi saat melihat pesanan bubur melalui ojek online sudah ada di depan, "gue cuma beli dua, lo kalo belum sarapan, ambil jatah Hanbin aja."

Entah Donghyuk mendengar atau tidak. Pemuda itu sudah berada di depan rumah, menerima pesanan kakak iparnya. "A Mbin masih tidur, Teh?"

"Masih, lo makan dulu aja punya Hanbin. Nanti dia gue bikinin nasi goreng," balas Hayi yang sudah melahap sarapannya.

Donghyuk yang sudah lapar jelas mengambil alih jatah bubur milih sang kakak. Lelaki itu ikut menikmati sarapan dengan Hayi di ruang tengah. Bedanya Hayi duduk di sofa, sedangkan Donghyuk lesehan dengan bubur di atas meja yang tersedia.

Ibu hamil yang gerak tubuhnya mulai tak bebas itu memperhatikan adik suaminya dengan seksama. Sejujurnya Hayi ingin bercerita mengenai keluh kesah Ahra yang selalu curhat padanya. Namun, dibanding itu, ada pertanyaan besar lain yang menggangunya.

"Ada cewek lain ya?" tanya Hayi sedikit hati-hati. Perempuan itu menatap penuh selidik pada Donghyuk. "Ada perempuan lain yang mau lo nikahin ya?"

Tak ada respon dari Donghyuk, lelaki itu terus menunduk dan fokus pada bubur ayamnya. Tak ada ekspresi lain dari lelaki itu. Namun, tiba-tiba saja lelaki itu berkata, "Ngumpulin percaya diri buat nikahin Ahra aja susah, gimana ceritanya nikahin cewek lain."

Padahal Hayi nggak nanya kenapa Donghyuk nggak mau nikahin Ahra, tapi dia udah dapetin jawabannya. "Kenapa nggak pd buat nikahin Ahra? Perasaan dulu pas SMA lo manusia yang digadang-gadang bakalan nikah cepet."

Donghyuk kembali diam. Lelaki itu tak banyak bicara, bubur yang jarang ia aduk saja ini sudah tercampur sempurna. "Kerjaan gue pendapatannya nggak jelas, Teh," cicit Donghyuk, untuk pertama kalinya lelaki itu menceritakan rasa khawatirnya.

"Lah? Itu distro 2 lantai apaan?"

"Pendapatannya nggak jelas, Teh," Donghyuk menekankan maksud pendapatan tidak jelas itu dari Distro.

"Lo juga join studio, kan?"

"Iya," balas Donghyuk menyetujui perkataan kakak iparnya, "tapi kan pendapatannya nggak jelas juga. Kadang ada kadang nggak."

Hayi menghela napas. "Emang pendapatan jelas itu gimana?" tanyanya yang sudah selesai dengan sarapannya. "Yang setiap bulan jelas gajian tanggal berapa? Yang nominalnya udah pasti?"

Kepala Donghyuk dengan polosnya mengangguk. "Iya," cicitnya dan berhasil mendapatkan decakan Hayi. Respon itu memang sudah Donghyuk duga.

"Emang gaji yang jelas cukup?" tanya Hayi santai. "Si Hanbin dapet gaji jelas dari dokter, tapi menurut gue sih duit dari studio yang nggak pasti itu lebih kerasa."

Donghyuk tak banyak menanggapi, lelaki itu sudah menghabiskan sarapannya. Ia siap mendengarkan ceramah sang kakak ipar.

"Ini kalo Bang Ibob denger, dia pasti bakalan bilang 'lo kayak nggak percaya sama rezeki Tuhan aja'" Dengan paham Hayi menyebutkan kata-kata yang sering Bobby ucapkan pada Hanbin. "Lagain kalo di lihat-lihat, emang kakak-kakak lo ada yang punya gaji tetap? Siapa? Mas Jinan bergantung sama kafe, Bang Ibob sama Toko. Hanbin? Dia malahan nggak punya usaha sejenis kafe, counter ataupun distro."

[3] KIMcheees 3x✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang