03 : Segi sisinya

42 7 1
                                    

Kejadian tadi pagi membuat Arnes khawatir. Hanya khawatir biasa seperti dia pada orang lain. Betapa bodohnya dirinya, sekarang dia menyesali, kenapa dia tadi tiba-tiba pergi tanpa memastikan Sandra mengobati tangannya. Dia tidak mau dipandang buruk ataupun hal yang negatif kalau tahu ada bekas luka di tangan Sandra.

"Jadi, bagaimana perkembangannya sejauh ini?"

Mereka sedang rapat, dan Arnes mempresentasikan nya sedari tadi. Salah satu dari mereka bertanya, dan Arnes tetap diam saja karena tak fokus dan terus memikirkan Sandra.

"Nes! Arnes!" bisik Ditto, mencoba menyadarkan Arnes dari lamunannya.

Ditto juga ikut serta dalam rapat itu, karena dia berada di bagian manager lapangan untuk proyek pembangunan gedung yang sedang berlangsung.

"Ah iya, semuanya sudah dipersiapkan termasuk shop drawing. Masalah sumber daya terakit, anggaran, waktu, itu sudah ditentukan. Para divisi akan membantu pengujian di lapangan langsung."

Mencoba melupakan hal pribadi, Arnes dapat menyelesaikan rapat dengan baik dalam pembangunan gedung yang sudah direncanakan. Arnes sebagai manager kontruksi tentu punya tanggung jawab yang besar.

"Lo kenapa, Nes, tumben kerja gak fokus?" Demi menjawab rasa penasarannya, Ditto ke ruangan Arnes untuk menanyakannya.

"Gak tau." Handphone nya dia pegang, membuka obrolan chat untuk mengirim pesan teks ke Sandra.

"Ada apa? serem lo liatin gue kayak gitu!" Ditto merasa kesal. Ingin meninggalkan ruangan Arnes, tapi si pemilik membuka suara yang membuatnya berhenti.

"Tahu nomer hp Sandra?"

Ditto tertawa, itu pertanyaan atau sebuah lelucon yang beberapa detik lalu keluar dari mulut Arnes. Ditto tidak habis pikir, bagaimana bisa Arnes yang menyandang suami Sandra tidak mempunyai nomer hp istrinya sendiri, apalagi Sandra adalah owner Skincare yang dikenal banyak orang. Bahkan wanita dikantornya juga pemakai skincare Satia.

"Ya mana gue tahu. Ini nih, kalau gue jahat dan rekam atau Vidio, pasti lo bakalan trending topik di sosial media," kelakar Ditto.

"Ya udah, keluar."

"Okeh! tanyain tuh nomer sama istri, lo. Suami macam apa lo, nomer istri sendiri gak tahu!" ejek Ditto. Sehabis mengatakan itu dia keluar tak lupa menutup pintu ruangan Arnes kembali.

Perkataan Ditto ada benarnya juga, seharusnya dia menanyakannya kepada Sandra di rumah. Bukan niat apa-apa, tapi memang seharusnya, kan? apalagi dia suaminya.

Jadi sekarang, dia harus bagaimana untuk memastikan Sandra, yang dilihatnya tadi pagi begitu memerah telapak tangan Sandra. Bagaimana wanita itu beraktivitas, Arnes terus memikirkannya. Dia merasa bersalah, dan berpikir kalau Sandra akan mencap dirinya suami kejam atau apalah. Pikiran Arnes berkecamuk.

Sehabis kepergian Ditto, Arnes tak fokus melihat layar komputernya. Terus memegang kepalanya, dan sesekali beristighfar untuk menenangkan hatinya.

"Nes! Arnes!" Tanpa mengetuk pintu ruangan, Ditto masuk begitu saja dengan suara memekik dan napas yang memburu.

"Kalau masuk ketuk pintu! ulang!" suruh Arnes. Memang seharusnya seperti itu dan sudah menjadi kebiasaan.

"Gak ada waktu! gue lari naik tangga darurat buat sampai ke ruangan, lo, Nes!" Posisi badan Ditto membungkuk sembilan puluh derajat. Tangannya menumpu di kedua lututnya.

"Kenapa?" Arnes masih bersikap santai.

"A-ada istri lo di loby," jawab Arnes.

"Bohong, gak akan ditraktir makan siang!" ancam Arnes.

I'm With You [END]Where stories live. Discover now