13 : Menyendiri

20 2 0
                                    

Pagi-pagi keadaan jadi canggung, yang biasanya Arnes banyak tanya kepada Sandra, pagi ini tidak. Sehabis menyiapkan bekal, mereka berangkat bersama seperti biasa.

Diamnya Sandra, sungguh Arnes tak mengerti. Arnes mengatakan apa adanya semalam, bukan untuk menambah pikiran Sandra. Istrinya itu tak pernah terbuka kalau menyangkut perasaannya.

Sehabis mengantarkan Sandra Arnes langsung pergi menuju kantornya.

"Kak Sandra." Febri menghampiri sebelum Sandra mendorong pintu ruangannya.

"Kenapa, Feb?" Sandra menghadap Febri dan membelakangi pintu ruangannya.

"Tadi ada yang nyariin kak Sandra, tapi wanita itu langsung pergi, dan cuman ngasih ini." Secarik kertas yang dilipat Febri berikan kepada Sandra.

Kertas itu Sandra terima, tidak tahu siapa yang mencarinya lewat kertas kecil seperti ini.

"Saya gak buka, kok. Kalau gitu, Febri permisi ya, kak." Febri pergi dari hadapannya.

Sandra pun masuk, duduk di kursi meja kerjanya. Membuka lipatan kertas itu, Sandra penasaran.

Makan siang nanti, kita ketemuan, yuk! masa Bu Sandra ini gak ada waktu sih sama princess ini.

Tanpa ada nama yang tertera, Sandra sudah tahu pengirim kertas ini. Sedikit, bibir Sandra tertarik, sudah beberapa tahun mereka tidak ketemu karena kesibukan masing-masing. Di kertas itu juga, sebuah alamat dicantumkan olehnya.

[•••••]

"Arnes, ayok!" Ditto menarik tangannya.

Siang ini, Direktur kontruksi akan mengajak para ketua pimpinan proyek yang sedang dibangun. Termasuk Arnes dan juga Ditto. Bukan pertama kali saja, ini sudah dilakukan Direktur nya. Untungnya, Arnes mempunyai Direktur yang baik, mendukungnya dan selalu membantunya. Arnes harus bersyukur atas pekerjaannya saat ini.

"Kita mau makan siang di mana?" tanya Arnes.

"Di restoran," jawab Ditto.

Walaupun Arnes akan pergi ke restoran untuk makan siang, dia tidak lupa membawa bekal yang sudah disiapkan Sandra tadi pagi. Mana mungkin Arnes meninggalkan begitu saja di ruangannya.

Mereka sudah sampai, sekitar ada dua mobil dari kantor, dan Arnes Ditto berada di mobil sang Direktur. Keempat pimpinan lagi ada di mobil satunya. Sebenarnya, semua belum lengkap, ada yang tidak ikut karena beberapa urusan.

"Ayo semuanya," ajak Direktur untuk masuk.

Mereka langsung duduk yang mejanya sudah disiapkan oleh Direktur. Beberapa pelayan menghampiri sambil memberikan buku menu.

Tepat saat yang lainnya memesan, Arnes mengeluarkan kotak bekal yang dibawanya.

Salah satu pelayan wanita melihatnya dan langsung menegur, "Maaf, Pak. Di restoran ini tidak boleh membawa makanan dari luar."

Teguran itu terdengar di telinga Direktur dan yang lainnya. Mereka semua menatap Arnes yang belum sempat membuka bekalnya.

"Itu bukan makanan, kok. Dia itu kalau mau makanan di bungkus suka bawa kota bekal." Ditto beralasan.

"Kalau begitu–"

"Ayo, Nes, gue antar buat mesen di bungkus," sela Ditto menarik tangan Arnes dan memegang kotak bekal Arnes.

Arnes dibawa keluar sama Ditto, melepaskan pegangannya pada Arnes.

"Nes, kenapa lo harus bawa bekal ke restoran, sih!" kesal Ditto. "Lo gak sopan tau sama Pak Johan." Direktur kontruksi itu yang namanya–Johan–Pria tua yang sudah berumur kepala enam tapi masih tetap kuat.

I'm With You [END]Where stories live. Discover now