32 : Persiapan pernikahan

13 1 0
                                    

Kembalinya Arnes dan Sandra ke tanah air lagi, membuat keduanya bahagia sejenak dan hatinya merasa tenang, tentram dan aman damai.

Sandra seperti tidak dibiarkan istirahat setelah kepulangannya kemarin. Barusan, dia telpon oleh sang ibu di Aceh yang menyuruhnya untuk pulang. Sandra berniat menunda, tapi kata ibunya ada hal yang sangat penting yang akan ibunya bicarakan dan tunjukkan.

"Aku di suruh ibu pulang ke Aceh, kamu ikut, kan." Sambil menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke tas, Sandra berbicara kepada Arnes yang sedang duduk di kursi meja kerjanya.

"Aku gak ikut, kamu sendiri gak papa, kan?" Arnes meneguk ludahnya, dia takut Sandra mencurigainya.

"Kenapa emangnya? kamu ada acara?"

"I–iya, penting banget. Aku izinkan kamu pulang ke Aceh, mungkin ibu kamu kangen," ujar Arnes. Berusaha tidak menatap mata Sandra.

Tapi, istrinya mendekat dan berdiri di samping nya yang sedang duduk.

"Gak papa emang? ya udah, nanti kamu telpon ayah atau ibu aku aja, biar aku ke sana udah ada izin kamu," ucap Sandra sambil memegang pundak Arnes.

"Iya ...," balas Arnes, mengusap lembut tangan Sandra. "Maaf, ya. Seharusnya aku nemenin kamu ke Aceh."

"Gak papa."

"Aku anterin ke bandaranya. Kamu udah siap?" Arnes berdiri, dia juga rapih-rapih setelah mendengar ucapan Sandra yang tidak mencurigai nya sama sekali.

"Udah."

Segala sikap manis dan perhatian Sandra mungkin ini terakhir kalinya Arnes rasakan. Terakhir kalinya juga memakan masakan Sandra dengan hati yang ikhlas. Terakhir kalinya juga melihat Sandra tersenyum walaupun istrinya sudah menjauh dengan melambaikan tangannya.

Perasaan Arnes gundah, khawatir, tetapi jauh dari itu, Arnes akan menerimanya lapang dada apapun yang terjadi.

Arnes jelas tahu, kenapa mertuanya menyuruh Sandra untuk pulang mendadak setelah kepulangan dari umroh. Arnes tahu, di Aceh sedang mempersiapkan segalanya, persiapan pernikahan untuknya dan Liana.

"Sandra ..., I love you," teriak Arnes. "Kamu harus ingat, aku selalu bersama kamu!"

"Iya ...," balas Sandra, dia tidak berteriak, namun gerakan mulutnya jelas Arnes tahu.

Kehilangan punggung Sandra ketika istrinya sudah akan naik pesawat membuat Arnes menangis. Sampai saat ini, Arnes mengakuinya dirinya pengecut, dia tidak ada keberanian untuk berbicara dengan Sandra tentang pilihan dan keputusannya.

Arnes tahu, mertuanya akan memberitahu Sandra di sana. Dirinya pasrah, sangat pasrah.

[•••••]

"Assalamualaikum, Bu. Ibu mana, ya?" Dari tadi, Sandra tidak menemukan ibunya. Dari depan gerbang juga sampai rumahnya, begitu ramai.

"Waalakumussalam. Loh, Ning udah ada di sini, dari kapan? ibu ada di kamar adiknya Ning," kata Bu Dian.

"Gak lama, tapi kok ini ramai banget, ya. Aku liat ada beberapa saudara juga yang datang."

Bu Dian yang sudah tahu diberitahukan oleh Rani hanya diam. Dian juga sampai terkejut ketika Sandra menanyakan tentang keramaian ini. Dia pikir Sandra sudah tahu, dan itu sebabnya dia bingung Sandra udah ada di sini.

"Tanyakan sama ibu aja, Ning. Saya gak terlalu tahu dan terlalu penting sampai memberikan informasi," ucap Dian beralasan.

"Oh iya, terima kasih Bu Dian. Kalau gitu saya permisi dulu mau ke dalam."

Sandra tidak apa-apa kalau rumahnya ramai. Tapi, yang membuatnya bingung kenapa orang-orang selalu menatap ke arahnya. Tatapan itu membuat Sandra tidak nyaman dan risih untuk membalasnya dengan senyuman.

I'm With You [END]Where stories live. Discover now