06 : Menemani

22 7 1
                                    

Biasanya, Arnes tidak selalu dibuat bingung oleh orang lain. Dia ahli dalam menebak ekspresi ataupun gerak-gerik. Lain dengan Sandra, wanita itu begitu mengunci rapat tentang dirinya, bahkan Arnes saja tidak tahu tentang keadaan Sandra. Arnes lengah, seharusnya dia memerhatikan Sandra lebih jauh lagi.

Hari ini, hari ke tujuh Sandra di rumah sakit. Sejak pertama kali di bawa ke rumah sakit, Arnes langsung tahu apa yang di rasakan Sandra. Kata dokter, Sandra mengidap Anemia, sebab Sandra juga tadinya kekurangan tidur karena kuliah dan pekerjaannya sekarang. Sandra sibuk dalam mengejar apa yang dia dapat.

Di tambah kata-kata dokter yang mengatakan 'lingkungan disekitarnya yang membuat Sandra selalu tertekan' Arnes kepikiran sampai sekarang. Arnes ingin tahu kenapa Sandra merasa tertekan. Arnes pikir Sandra menikmati apa yang dia capai sekarang. Seperti dirinya yang lama berjuang untuk masuk ke perusahaan kontruksi.

"Kita pulang, kan?" tanya Sandra.

Pertanyaan Sandra membuatnya merasa bersalah lagi tentang satu minggu yang lalu. Arnes tidak berniat untuk membuat Sandra lelah di rumahnya.

"Iya kita pulang, ayo." Arnes mengulurkan tangannya di depan Sandra dan diterimanya dengan lembut.

Kedua tangan itu bergandengan sangat dekat, lebih tepatnya untuk menghindari kalau Sandra pusing dan jatuh.

"Aku minta maaf," ucap Arnes. Dia baru mengucapkan maaf yang sebelumnya tidak mendapatkan kesempatan, karena Sandra terus istirahat dan tidak boleh diganggu.

"Gak papa."

Perjalanan mereka diisi dengan keterdiaman dari masing-masing. Bertahan dengan suasana yang masih canggung sampai rumah.

Arnes lebih dulu turun, lalu membukakan pintu untuk Sandra. Tangannya kembali memegang tangan Sandra. Satu tangan Arnes juga merangkul Sandra agar tidak jauh-jauh darinya.

Tadinya mereka berdua mau langsung ke kamar mereka. Tapi karena ada suara bising di dapur, jadi karena Sandra ingin tahu, Arnes juga ikut.

"Wah ..., kalian udah datang." Tian membuka celemek nya dan langsung menghampiri keduanya yang masih diam berdiri tak jauh darinya tadi.

"Kenapa mamah di sini?" tanya Arnes.

Tian menghela napasnya. Tangannya terulur memegang tangan Sandra. "Mamah minta maaf ya Sandra. Waktu itu, mamah lupa memperkenalkan kamu karena terlalu bersemangat menyiapkan segalanya."

"Sania juga minta maaf ya, kak. Seharusnya Sania terus sama kakak." Sania juga datang, setelah berlari keluar dari kamar mandi.

"Mamah menyesal ..., mamah minta maaf. Keluarga dari mamah memang gak tahu kamu adalah istri Arnes, mereka gak datang ke pernikahan kalian waktu itu."

"Aku udah ngomong sama mereka kak sama mamah. Mereka ikut turut menyesal, dan menitip maaf. Mereka gak bisa ke sini sekarang, yang sebelumnya juga mereka nunggu kak. Tapi, kakak harus banyak istirahat."

Sandra melepaskan tangan Arnes, dia memeluk mertuanya. "Aku udah maafin mamah, aku juga minta maaf, seharusnya aku juga gak diam aja."

Tian memegang pundak Sandra, dia menangis. "Terima kasih. Kamu gak salah Sandra ... ."

"Sania di maafin gak?" Dia khawatir, mamah dan kakak iparnya sudah baikan.

"Iya. Makasih juga udah pinjamkan kakak baju." Sandra tersenyum, ketiganya terpana karena baru melihat Sandra tersenyum lebar.

"Ayo makan kue. Mamah dan Sania udah buatkan, maaf nih mamah nerobos masuk rumah kamu. Lagian, Arnes juga lupa, mamah udah bilang sebelumnya kalau mamah mau datang ke rumah kalau kamu udah pulang dari rumah sakit," jelas Tian, untuk menghindari kesalahpahaman.

I'm With You [END]Where stories live. Discover now