Kali Pertama

1.6K 151 13
                                    

Sudah hampir dua jam lamanya, Joshua berada di sebuah rumah sakit swasta terbesar di kota.

Tidak sendirian, ia bersama keempat sahabatnya, Choi Seungcheol, Yoon Jeonghan, Moon Junhui dan Chwe Hansol, duduk tepat di depan ruang ICU.

Sesekali, keempatnya berdiri hingga berjalan mondar-mandir dengan manik melekat pada pintu, berharap akan segera mendengar kabar baik dari dalam.

Tak jarang, Joshua dan Hansol mendekati Jeonghan, menepuk pundaknya pelan sambil membisiki kalimat penyemangat.

Seungcheol dan Jun bahkan tak segan merangkul tubuh kurus pemuda berparas androginy itu untuk menguatkannya.

Ayah Jeonghan, didiagnosa mengalami Guillain-Barre Syndrome. Sebuah penyakit langka yang terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang saraf-saraf.

Awalnya sang ayah hanya berobat biasa, namun sejak beberapa hari terakhir, penyakit itu semakin parah hingga membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit.

Yang dinantikan pun tiba. Sign board di atas pintu ICU padam dan tak berapa lama, dokter yang menangani Tuan Yoon keluar.

Kelima orang pemuda yang menunggu, dengan segera menghampiri tenaga medis tersebut, dimana Jeonghan menjadi orang pertama yang berbicara.

"Bagaimana kondisi ayah saya, dok?" Raut penuh kekhawatiran tak bisa ia sembunyikan.

Sang dokter membuka masker bedahnya sebelum mulai memberitahu kondisi sebenarnya.

"Tindakan plasmapheresis memang akhirnya sudah berhasil dilakukan. Karena kalian sedikit terlambat membawanya kemari, pasien memang berhasil melewati masa kritis, namun kelumpuhan tak dapat dihindari,"

Penjelasan yang didengar keluar dari mulut dokter seketika membuat kaki Jeonghan lemas. Sebelum ia ambruk ke lantai, Seungcheol dan Joshua dengan cepat menangkapnya dari sisi berbeda.

"M-Maksud dokter, ayah saya hingga akhir hayatnya tidak akan bisa menggerakkan tubuhnya...?" Tanya Jeonghan getir.

"Maafkan kami. Kami sudah berusaha keras, namun hanya ini cara yang bisa kami lakukan setidaknya untuk menyelamatkan nyawanya," selesai mengatakan kenyataan pahit tersebut, dokter mohon diri untuk meninggalkan kelima lelaki yang memasang wajah sedih tersebut.

Seungcheol dan Joshua memapah Jeonghan untuk duduk kembali sembari mereka menunggu ayahnya dipindah ke kamar.

Bergantian dengan Jun dan Hansol, mereka berusaha menghibur kawannya yang sedang berduka.

"Kenapa akhirnya jadi begini? Ayahku sudah tidak bisa bergerak sama sekali, apa bedanya dengan dia mayat hidup?!" Erang Jeonghan. Ia yang biasanya jarang menangis, malam itu tidak segan menitikkan air mata.

"Jangan bicara seperti itu, Han. Setidaknya, kau masih bisa melihatnya dan dia masih menemanimu," Seungcheol menepuk-nepuk pundaknya.

"Pasti ada cara untuk sembuh. Terapi lebih intens pasti sedikit tidaknya bisa membuat Paman Yoon pulih," Hansol ikut memberi Jeonghan semangat.

"Hyung tidak boleh putus asa. Paman membutuhkanmu," tambah Jun sembari memijat tengkuk kawannya yang terasa kaku.

Sementara Joshua yang berdiri di depan Jeonghan, nampak paling terpukul. "Maafkan aku, Han. Seandainya uangku masih cukup untuk membantu pembiayaan pengobatan paman... Paman Yoon tidak akan seperti ini..."

Ucapan lirih Joshua membuat Jeonghan mengangkat dagunya. Dipandanginya Joshua dengan tatapan yang tak terbaca, sebelum ia membuang muka.

"Tidak ada gunanya minta maaf, Josh. Semua sudah terjadi. Aku hanya bisa terus berusaha dan mengharap keajaiban," Jeonghan masih bisa terdengar bijak di saat keadaan dirinya begitu kalut.

My Mister [Joshua Hong]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu