Tujuh Tahun Berlalu

1.2K 99 21
                                    

Hyerim membuka mata untuk disambut mentari pagi yang akhirnya keluar dari peraduan. Kulitnya yang dibungkus mantel tipis, mulai merasakan dinginnya angin musim semi.

Udara pagi yang masih segar dan belum banyak terkontaminasi polusi pun, tanpa ragu memenuhi dadanya. Terlebih, tempatnya berdiri sekarang memang agak jauh dari hiruk pikuk kendaraan karena terletak di pinggiran kota Seoul.

Puas berada disana sembari membiarkan kenangan-kenangan yang telah dibuatnya di tempat sama, Hyerim pun membalik tubuhnya dan membiarkan sepasang kaki yang dibungkus sneakers putih itu, berlalu menjauh melewati jalan paving yang kiri kanannya mulai ditumbuhi ilalang yang tingginya nyaris mencapai lutut.

Tak sekali dua kali, Hyerim melompati genangan air agar sepatunya tidak tercelup dan mengotori warna aslinya yang putih.

Tak berapa lama, maniknya sudah disambut sesosok pria berpakaian formal, yang menunggunya di depan mobil yang terparkir tak jauh dari tempatnya pergi tadi.

"Sudah?" Lelaki bersuara serak yang juga memiliki perawakan tubuh atletis itu bertanya, begitu dilihatnya sang wanita mendekat.

Hyerim mengangguk. "Kenapa kau tidak ikut? Tidak biasanya."

Pria itu menggeleng, namun Hyerim bisa melihat sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyuman tipis.

"Aku ingin kau menikmati waktumu disana dan mendoakan-nya dengan kusyuk. Aku bisa kemari lain hari bersama Jeonghan atau Hansol,"

"Kau khusus mengantarku saja hari ini. Aku jadi tidak enak," Hyerim menunduk, menatap sepasang sneakersnya.

Tawa renyah terdengar kemudian. "Kau berlagak seakan kita baru mengenal satu sama lain saja, Jung Hyerim."

Pria yang memiliki sepasang mata belo dan bulu mata panjang itu kemudian membiarkan irisnya memandangi lahan kosong di seberangnya.

"Tidak terasa tujuh tahun sudah berlalu. Dan akhirnya kita akan melihat lahan ini akan dibangun kembali."

Hyerim mengikuti arah pandang sang lelaki. Ada kerinduan dan kesedihan yang bercampur jadi satu di saat yang sama.

"Syukurlah. Setidaknya setelah pemiliknya membangun rumah, tempat ini tidak akan sesunyi sekarang," jawabnya, mencoba terdengar diplomatis walau sang lawan bicara bisa menangkap masih ada ketidak relaan di ucapan itu.

Hyerim segera mengalihkan tatapannya dari bentaran tanah kosong seluas nyaris lima are itu, sebelum kenangan yang menjejali hati dan pikirannya membuncah keluar sebagai air mata.

Tujuh tahun memang bukan waktu yang singkat. Dan benar kata orang, perkara memaafkan jauh lebih mudah dibanding melupakan.

Hyerim sudah memaafkan kejadian yang melukai hatinya tujuh tahun silam. Namun, bohong jika mengaku telah melupakan semua. Terutama sosok-nya yang masih menyimpan ruangan khusus di dalam hatinya.

"Mau pulang sekarang?" Suara serak dari pria yang bersamanya menggema di indera pendengaran Hyerim.

Ia pun melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan dan mendapati masih jam 6.30.

'Masih terlalu pagi,' gumamnya sebelum kembali menatap pria di depannya.

"Seungcheol-ah,"

Pemilik nama yang semula membuka pintu mobil, mengerling padanya.

"Aku akan merepotkanmu lagi, tapi... bisakah kau mengantarku ke yayasan? Kau bisa menaruhku saja disana, setelahnya aku akan pulang sendiri menggunakan kendaraan umum,"

"Ck," Seungcheol berdecih namun sedetik kemudian, senyum mengembang di bibir plum kemerahannya. "Aku akan ikut kesana. Sekalian mengobrol dan sarapan dengan Jeonghan."

My Mister [Joshua Hong]Where stories live. Discover now