Ustaz Ardi

534 25 0
                                    

Perihal pertemuan, jangan terlalu dikhawatirkan, semua telah telah tertulis. Cukup yakin dan percaya bahwa Allah telah mempersiapkan cara yang indah pada waktu yang tepat.

Toko buku As Salam menarik perhatian Ishana ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Selain menjual buku-buku, As Salam juga menjual perlengkapan muslim dan terdapat mini market yang terletak di samping toko buku. Ishana tiba ketika toko itu baru buka dan masih sepi pengunjung. Deretan novel islami menarik perhatiannya untuk segera dibeli beberapa. Dia juga membeli buku cerita anak untuk Ziva. Saat kakinya akan melangkah menuju deretan buku anak, matanya beradu pandang dengan sepasang mata milik pria berkacamata yang berdiri di deretan buku ekonomi dan bisnis.

"Rupanya sudah ada pengunjung lain," katanya dalam hati.

Segera Ishana menundukkan kepala lalu berjalan cepat melewati pria itu. Dipilihnya beberapa buku cerita anak untuk putrinya lalu membawanya ke kasir. Wanita itu tersenyum kepada Eva, penjaga kasir, yang sudah dikenalnya baik. Kebetulan wanita bercadar itu adalah teman satu kajian di kajian muslimah Al Munawar.

"Sudah milih-milih bukunya, Mba?" tanya Eva sambil menghitung belanjaan Ishana.

"Sudah," jawab Ishana singkat sambil tersenyum. Lalu dia membayar buku-buku yang dibelinya.

Ketika kakinya hendak melangkah menuju pintu keluar, dilihatnya Umi Halimah memasuki toko.

"Assalamualaikum, Umi," sapanya sambil mencium punggung tangan Umi Halimah.

"Lho, Hana, kamu di sini? Enggak mengajar?" tanya Umi Halimah.

"Hari ini Hana enggak ada jadwal mengajar, Umi," jawabnya.

"Hana ke sini mumpung senggang. Ini mau langsung jemput Ziva," lanjut Ishana.

Umi Halimah tersenyum.

"Sudah selesai beli bukunya?" tanyanya lagi.

"Sudah. Umi sama siapa ke sini? Sendiri?" tanya Ishana.

"Sama itu!" Umi Halimah menunjuk pria yang ternyata sudah berdiri di belakang Ishana.

Ishana menoleh dan mengangguk ke pria tersebut.

"Ardi, kemari, Nak," panggil Umi Halimah.

" Pria itu berjalan ke samping wanita yang sudah Ishana anggap bibinya itu.

"Hana, kenalkan ini Ardi, putranya Abi Anwar," ujar Umi Halimah.

"Ardi, ini Hana. Dia guru Bahasa Inggris di SMA."

Pria berkacamata itu menangkupkan kedua tangannya yang disambut Ishana dengan anggukan.

"Hana duluan ya, Umi, mau mampir dulu ke mini market," pamitnya seraya mencium kembali kedua tangan wanita paruh baya yang sudah dianggap seperti keluarganya itu.

Umi Halimah mengangguk.

"Hati-hati di jalan, Han," pesannya.

Ishana tersenyum lalu berjalan keluar toko buku menuju mini market. Setelah membeli beberapa makanan ringan untuk Ziva, Ishana mengemudikan Honda Jazz merahnya menuju sekolah putrinya. Ishana memilih menunggu Ziva di dalam mobil. Masih tiga puluh menit lagi bubar sekolah. Dia mengingat pertemuannya dengan pria berkacamata tadi di toko buku.

"Jadi itu putra tunggalnya Abi Anwar," batinnya. I

Ishana baru pertama kali bertemu dengan pria itu semenjak mengajar di Al Munawar. Menurut cerita Umi Halimah, pria itu sedang menempuh program Doktornya di Kairo. Ishana ingat beberapa waktu lalu Umi Halimah pernah bercerita sekilas mengenai keponakannya itu. Muhammad Ardi Mahendra Al Haqqi. Anak-anak pondok biasa memanggilnya Ustaz Ardi. Pria itu sudah hampir empat tahun menduda. Istrinya meninggal karena kecelakaan. Mereka belum dikaruniai anak. Selain memiliki seorang putra, Abi Anwar dan istrinya juga memiliki putri angkat yang seorang desainer busana muslim. Alya. Gadis itu tinggal di Jakarta. Ishana cukup dekat dengan Alya sejak pertama kali bertemu gadis itu di acara kajian.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Where stories live. Discover now