Memaafkan

568 38 0
                                    

Siang itu Ishana baru saja pulang mengajar. Dilihatnya sebuah mobil terparkir di depan pagar rumah. Saat dia melangkah masuk, di teras duduk seorang wanita yang dia kenal. Arnetta. Ishana mengerutkan keningnya. Dari mana dia tahu aku di sini? sungut Ishana dalam hati. Melihat kedatangannya, Arnetta bangun dari duduknya. Matanya berkaca-kaca. Kemudian perempuan itu mendekati Ishana dan berusaha meraih tangannya. Namun, buru-buru ditepisnya tangan Arnetta.

"Apa kabar, Nett?" tanyanya.

"Masuk, yuk!" ajak Ishana sambil membuka pintu.

Dia berusaha bersikap ramah. Ibunya sedang pergi dengan Umi Halimah dan Ziva masih mengaji di Madrasah. Arnetta pun mengikuti Ishana masuk.

"Sebentar, aku bikin minum dulu, ya," kata Ishana.

Kemudian berjalan menuju dapur. Tak lama dia kembali dengan dua cangkir the manis hangat lalu meletakkannya di meja.

"Ada apa kamu kemari, Nett?" tanyanya sembari duduk di sofa.

Arnetta meraih tangan Ishana dan menggenggamnya.

"Hana, aku tahu kamu mungkin belum bisa memaafkan kesalahan aku di masa lalu, tapi aku ingin minta tolong─" Arnetta memberi jeda pada kalimatnya.

Ishana menghela napas pelan.

"Ya, minta tolong apa?" tanyanya.

"Mungkin ini karma bagiku karena dulu telah merebut Mas Juna darimu. Aku tahu Mas Juna tidak pernah mencintaiku. Dia hanya mencintamu, Han. Tapi kali ini, aku mohon padamu tolong jangan ambil Mas Juna dari sisiku. Aku membutuhkannya," ucap Arnetta panjang lebar.

Perempuan itu mulai terisak.

"Aku sangat membutuhkan Arjuna untuk terus di sisiku. Mungkin seumur hidupku, Hana," lanjut Arnetta.

Ishana diam, masih tidak mengerti maksud perkataan ibu tiri dari anaknya itu.

"Maksud kamu, apa?" tanyanya.

Arnetta meraih tisu di atas meja dan mengusap pelan air matanya.

"Mas Juna sudah mengatakan bahwa dia akan menceraikan aku dan kembali padamu," jawab Arnetta.

Ishana menghela napas kesal. Dalam hati dia merutuki Arjuna yang percaya diri, padahal Ishana belum menjawab keinginan mantan suaminya itu untuk kembali bersama.

"Aku mohon, Hana, tolong tolak permintaan rujuk Arjuna. Aku enggak sanggup hidup tanpanya."

Tiba-tiba Arnetta sudah berlutut di hadapan Ishana.

"Kasihani Maura, Han. Dia benar-benar membutuhkan ayahnya."

Tangis perempuan itu mulai pecah. Ishana menghela napas panjang. Diraihnya bahu Arnetta.

"Bangun Nett," ucapnya seraya membimbing Arnetta untuk duduk di sampingnya.

"Ada apa dengan Maura?" tanya Ishana.

Arnetta menghentikan tangisnya lalu bercerita tentang Maura. Semenjak Maura lahir, Arjuna mengabaikan mereka berdua. Arjuna tidak pernah peduli, hanya Raka yang menjadi pusat perhatiannya. Maura menderita autism spectrum disorder (ASD) dan sedang menjalani terapi. Namun, Arjuna tidak peduli dan menjauhi diri dari Maura.

Ishana mendengarkan semua itu dengan hati miris. Biar bagaimanapun Arnetta pernah menjadi sahabatnya. Penuturan Arnetta membuat dirinya harus segera mengambil keputusan. Perempuan itu memandang Arnetta yang menyeka air matanya dengan tangan. Dia memberikan selembar tisu pada istrinya Arjuna itu.

"Hubunganku dengan Mas Juna sudah lama berakhir. Kini kami hanya sebatas orang tua bagi Raka dan Ziva," kata Ishana.

"Mas Juna memang pernah meminta kesempatan kedua. Namun, kesempatan itu sudah tertutup untuknya, Nett. Aku enggak pernah berniat untuk menghancurkan rumah tangga kalian. Jadi enggak ada yang perlu kamu khawatirkan," sambungnya.

Sejujurnya Ishana sedang berbohong. Arjuna masih ada di relung hatinya dan Ishana sedang mempertimbangkan permintaan sang mantan suami untuk rujuk. Namun, penuturan Arnetta membuatnya harus mengalah, sama seperti dulu. Ishana mempertimbangkan Maura, yang sangat membutuhan ayahnya.

"Terima kasih banyak, Hana, atas semua kebaikanmu. Aku benar-benar minta maaf kalau dulu sudah menghancurkan rumah tangga kalian. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku berjanji akan menjadi ibu tiri yang baik untuk Raka," ucap Arnetta.

Matanya kembali berkaca-kaca. Ishana menyunggingkan senyum.

"Aku akan bicara dengan Mas Juna secepatnya, mengatakan padanya bahwa aku menolak keinginannya untuk rujuk," ucap Ishana.

"Mengenai Raka, aku akan bicarakan dengan Mas Juna agar Raka ikut denganku. Jadi, kalian bisa fokus mengurus Maura," lanjutnya.

Arnetta memeluk Ishana erat.

"Terima kasih atas semua kebaikanmu, Hana," bisiknya.

Ishana menarik napas dalam-dalam dan mengelus punggung Arnetta.

"Aku pamit ya, Han." Arnetta melepaskan pelukannya lalu bangkit berdiri.

"Salam untuk Ibu dan Ziva," lanjutnya.

Ishana hanya mengangguk kecil. Lalu dia mengantar Arnetta ke mobilnya. Perempuan itu memandang sedan putih yang berjalan menjauh. Mungkin sudah saatnya dia bangkit dan berdamai dengan masa lalu. Ishana harus belajar melupakan Arjuna dan berdamai dengan masa lalu. 

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Where stories live. Discover now