Kekecewaan Ishana

580 33 0
                                    


Ardi hendak makan siang di kantin kampus ketika ponselnya berbunyi singkat.

"Waalaikumsalam, maaf Bang, jangan libatkan aku lagi untuk urusan Salwa. Aku batalkan niatku untuk taaruf dengannya."

Ardi membaca pesan dari Kafka. Lelaki itu menghela nafas panjang. Rasa laparnya tiba-tiba menghilang. Ardi memilih untuk kembali duduk. Ruang dosen terlihat sepi. Lelaki itu memutuskan untuk menenggelamkan diri dengan tugas-tugas mahasiwanya. Namun, dia tidak dapat berkonsentrasi. Pikirannya melayang pada kalimat yang dia ucapkan pada Salwa di atas atap rumah sakit beberapa hari lalu. Dia sungguh menyesali perkataannya itu. Bukannya mengurangi masalah, malah menambah masalah baru.

Dulu Hana pernah mengikhlaskan dirinya untuk menikah dengan Salwa, tapi Ardi menolak mentah-mentah malah memarahi sang istri. Kini, di saat mereka tengah diliputi kebahagiaan menanti sang buah hati, dia malah menambah masalah baru. Namun, mau tak mau Ardi harus mempertanggung jawabkan perkataannya pada Salwa. Lelaki itu tidak memiliki keberanian untuk berkata jujur pada Ishana. Dia tak sanggup membayangkan apa reaksi sang istri. Mungkin akan berpengaruh terhadap kandungannya yang lemah. Merahasiakannya pun percuma, mereka tinggal di lingkungan yang sama dengan Salwa. Dengan adanya kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan Salwa, Abi dan Uminya pasti akan memintanya untuk segera menikahi gadis itu.

Kepala Ardi mau pecah memikirkan semua itu. Dia butuh teman untuk berbagi. Diraihnya ponsel dan mengirim pesan singkat pada Seno.

"Assalamualaikum, Sen. Praktek di Rumah Sakit sampai jam berapa?"

"Waalaikumsalam, Ar. Aku praktek nanti malam. Ada apa? Ada yang bisa aku bantu?"

"Bisa kita bertemu di The Caffeine satu jam lagi? Ada yang mau aku bicarakan."

"Ok, siap."

Ardi menyimpan ponselnya di tas dan membereskan beberapa hal sebelum akhirnya meninggalkan kampus.

***

Ishana sedang membaca novel ketika Umi Marwah, mertuanya datang.

"Assalamualaikum," sapa sang ibu mertua sambil berjalan mendekati Ishana.

Ishana segera bangkit dari duduk dan menyalami ibunya Ardi.

"Waalaikumsalam, Umma. Sendirian? Enggak sama Abi?" tanya Ishana.

Umi Marwah tersenyum.

"Abi lagi ada tamu, Han. Ustaz Shidiq dari Al Ihya," jawabnya.

"Gimana kandunganmu? Baik-baik saja?" Umi Marwah mengelus perut Ishana.

"Alhamdulillah, sehat, Umma. Hanya rasa mual dan lemas masih suka terasa," jawab Ishana.

"Ini Umi bawa makanan untuk kalian. Sudah lama kalian tidak makan di rumah Umma dan Abi. Kami juga akhir-akhir ini sibuk, jadi tadi Umma sengaja masak untuk dibawa kemari," ucap Umi Marwah.

"Terima kasih, Umma. Maaf merepotkan Umma," kata Ishana.

Lalu perempuan itu memanggil Bik Minah dan meminta asisten rumah tangganya itu untuk membawa makanan tersebut ke dapur. Ishana lalu berbincang dengan ibu mertua mengenai kehamilannya.

"Hana bikinin minum, ya, Umma. Teh jahe kesukaan Umma," tawar Ishana.

"Boleh. Sudah lama Umma tidak minum teh jahe buatanmu. Abi juga suka," kata Umi Marwah.

"Nanti Umma bawa pulang, ya, buat Abi. Hana sekalian buatkan," ucap Ishana.

Umi Marwah mengangguk.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Where stories live. Discover now