Kehamilan Ishana

608 24 0
                                    

Tidur nyenyak Ishana terganggu saat sebuah tepukan pelan di pipinya. Perempuan itu mengejapkan matanya. Saat membuka mata, dia melihat suaminya yang duduk di sebelahnya.

"Salat Subuh dulu," ucap Ardi dengan lembut. Ishana bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudu dan melaksanakan salat Subuh berjamah dengan suaminya. Ardi sudah mengatakan pada Raka bahwa Bundanya sakit, jadi tidak salat di masjid.

"Sudah enggak pusing dan mual lagi?" tanya Ardi yang ikut duduk bersama Ishana di sofa kamar setelah mereka melaksanakan salat Subuh dan tadarus bersama.

"Alhamdulillah sudah enggak, Mas," jawab Ishana.

"Kamu kenapa, Han? Coba cerita sama aku," kata Ardi yang melihat Ishana sangat berbeda akhir-akhir ini. Terlebih sekarang, Ishana memeluknya erat.

"Aku enggak mau kehilangan Mas Ardi," jawab Ishana.

Perkataan istrinya membuat Ardi menatapnya heran.

"Memangnya aku mau kemana, Sayang? Aku tetap di sini," kata Ardi sambil memeluk Ishana.

"Beberapa kali kamu meminta aku berpoligami, sekarang malah enggak mau kehilangan. Nyesel, kan?" canda Ardi yang dibalas cubitan mesra Ishana.

"Mas," panggil Ishana.

Perempuan itu mendongak dan menatap wajah sang suami.

"Apa?" tanya Ardi.

"Apa mungkin aku hamil, ya?" Ishana mengusap perutnya.

Kalimat Ishana membuat Ardi melepaskan pelukannya dan melihat ke arah perut sang istri.

"Enggak mungkin! Kita kan mau menjalankan program bayi tabung," kata Ardi setengah berteriak.

"Kamu hanya stres saja, Han. Makanya sudah berkali-kali aku bilang jangan khawatirkan apapun, ya. Aku mencintaimu. Istri aku cuma kamu, Raka dan Ziva adalah anak-anakku. Permintaan Abi dan Umma kamu abaikan saja, ya. Jangan terlalu dipikirkan," Ardi berkata panjang lebar.

Namun, tak urung dia merasa cemas juga. Bagaimana kalau ternyata istrinya benar-benar hamil? Sementara dokter Vina mengatakan bahwa ada banyak risiko jika Ishana hamil, kecuali dengan bayi tabung. Namun, mereka baru akan mengunjungi dokter Vina satu minggu lagi.

"Kamu harus banyak istirahat, ya," kata Ardi.

***

Terdorong oleh rasa penasaran, Ishana membeli test pack di apotek dekat pesantren. Dia menduga dirinya hamil karena belum mendapat menstruasi. Jadwal menstruasinya selalu teratur meskipun diiringi rasa sakit karena endometriosi yang diidapnya. Setelah membeli alat tes kehamilan, Ishana menjemput Ziva kemudian pulang. Rasa pusing dan mualnya sudah berkurang.

Ishana beranjak ke kamar mandi yang berada di kamarnya untuk melakukan test pack. Lima menit kemudian Ishana keluar dari kamar mandi dan melihat hasilnya. Positif, dua garis. Dia hamil. Tanpa sadar perempuan itu meneteskan air mata. Dia duduk di sisi ranjang menatap test pack di tangannya. Ishana bahagia karena akhirnya ada janin di rahimnya. Namun rasa cemas karena endometrios membuat hatinya gamang. Dia dan Ardi baru saja akan melakukan program bayi tabung seperti yang disarankan oleh dokter Vina karena kehamilan alami yang berisiko.

"Ya Allah, aku harus bagaimana?" gumamnya.

Dia tak ingin kehilangan bayi yang sangat diharapkan tidak hanya oleh dirinya dan Ardi tapi juga oleh keluarga besar mereka berdua. Namun, seulas senyum terbit di bibirnya. Perempuan itu bertekad untuk mempertahankan janinnya. Dokter Vina pasti punya cara untuk itu. Ishana mengelus pelan perutnya yang masih rata. Dia memejamkan mata dan tertidur.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang