Permintaan Ishana

375 20 0
                                    


Ishana dan Ardi sedang duduk di sofa, tempat favorit keduanya saat berada di kamar untuk bersantai. Ardi merebahkan kepalanya di pangkuan sang istri. Ishana membelai rambut ikal sang suami.

"Mas, aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Ishana.

"Hmm, mau tanya apa?" Ardi menjawab dengan mata terpejam.

Lelaki itu menikmati belaian sang istri di kepalanya.

"Apa pandangan Mas tentang poligami?" tanya Ishana.

Ardi membuka mata, dia mendongak menatap istrinya.

"Kenapa kamu tanya seperti itu?" Ardi balik bertanya.

"Ya, aku hanya ingin tahu saja," jawab Ishana sambil menatap suaminya.

"Kalau menurut aku sih, boleh saja. Bahkan dalam pandangan islam, tidak melarang untuk berpoligami. Diperbolehkan asal harus memenuhi syarat yang tertulis dalam Al-Qur'an, yaitu mampu untuk bersikap adil," terang Ardi.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu, sih, Sayang?" tanya Ardi heran.

"Kalau boleh tahu, adil yang dimaksud itu seperti apa, Mas?" tanya Ishana lagi.

Ardi mengubah posisinya menjadi duduk, dan menatap istrinya penasaran.

"Kenapa sih, kamu tanya itu?"

" Iiih, enggak apa-apa, Mas. Cepet ah, jawab," ucap Ishana.

"Gini ya, di dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 3, yang bunyinya, Dan jangan kamu khawatir tidak akan berlaku adil terhadap hak-hak yatim bila kamu menikahinya, maka nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil, maka nikahilah seseorang saja atau hamba sahaya yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zina," jelas Ardi. "Jadi yang dimaksud adil itu yaitu adil dalam pembagian waktu, adil dalam nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak."

Ishana terdiam sejenak, lalu bertanya," Jika si istri pertama meminta suami untuk poligami?"

"Maka ada tiga pahala untuk istri pertama jika suami menikah lagi," jawab Ardi.

"Apa itu, Mas?" tanya Ishana lagi.

"Pahalanya yaitu, yang pertama jika suaminya menikah lagi dengan wanita lain, maka menjadi ujian bagi istri pertama, dan jika dia bersabar maka akan mendapat pahala bersabar dari ujian tersebut. Kedua, jika seorang istri menerima poligami suaminya dengan tetap berbuat baik kepada istri keduanya, maka baginya pahala bagi orang-orang yang berlaku baik, dan yang terakhir jika dia marah namun mampu meredam amarahnya dan menahan lisannya, maka akan mendapat pahala menahan amarah," jawab Ardi tanpa curiga.

Ishana menatap suaminya.

"Mas, ada yang mau aku sampaikan." Ishana meraih tangan sang suami dan menggenggamnya.

Ardi menatap istrinya dengan raut wajah heran.

"Menikahlah lagi, agar kamu bisa memiliki anak kandung," ucap Ishana dengan nada pelan.

Tawa Ardi seketika pecah.

"Apa sih kamu ini, Han. Setelah aku jelasin tentang poligami, langsung nyuruh aku menikah lagi," ucap Ardi sambil mengacak rambut Ishana.

"Mas, aku serius. Kalau perlu, aku yang akan mencarikan calon untukmu. Jika perlu, aku yang akan melamarnya untukmu," ucap Ishana.

Ardi tertegun melihat wajah serius sang istri.

"Apa alasan kamu menyuruhku untuk menikah lagi, Hana?" tanya Ardi dingin.

"Aku ingin buat Mas bahagia. Aku juga enggak ingin mengecewakan Abah dan Umma yang mengharapkan keturunan dari kita, Mas," jawab Ishana.

Ardi menatap tajam Ishana.

"Kamu tahu, Hana, dengan kamu berada di sampingku, aku sudah sangat bahagia. Aku enggak mau kamu ngomong gitu lagi," kata Ardi penuh penekanan.

"Aku ikhlas, Mas, jika Mas menikah lagi. Aku enggak mau Mas kecewa dengan aku, dengan keadaan aku sekarang ini," ucap Ishana.

Perempuan itu susah payah menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Kecewa? Ya, aku kecewa saat kamu menyuruhku untuk menikah lagi. Kamu enggak memikirkan Raka dan Ziva. Dulu ayah kandungnya mengkhianati ibunya, bagaimana perasaan mereka ketika tahu aku menikah lagi? Mereka akan benci aku, Hana. Aku tidak menginginkan itu terjadi. Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan Ibu ketika tahu saya menikah lagi. Hana, berpoligami itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Jika aku tidak bisa berbuat adil, akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti," ucap Ardi dengan nada tinggi.

Tapi, Mas─,"

"Stop Hana! Aku tidak akan menikah lagi. Bagaimanapun keadaan kamu, aku ikhlas menerima. Istriku hanya kamu, Ishana Maharani, yang sah secara agama dan negara, di depan orang tua, para saksi, dan juga di depan Allah. Sekali lagi, jangan pernah menyuruh aku untuk menikah lagi!" Ardi berdiri dan melangkah keluar kamar dengan membanting pintu.

"Maafin Hana, Mas, sudah bikin kecewa," lirih Ishana.

***

Azan Subuh berkumandang, membuat Ishana terbangun dari tidur. Ketika menyadari tempat di sampingnya kosong, perempuan itu langsung bangun dan melihat sekeliling kamar. Seketika Ishana teringat kejadian tadi malam dengan Ardi. Ishana menuruni kasur dan segera mencari sang suami. Tiba-tiba Ardi keluar kamar mandi dengan wajah segar habis wudu.

"Mas mau siap-siap ke masjid?" tanyanya.

Ardi mengangguk. Terdengar pintu kamar diketuk, disusul suara Raka.

"Abi, jadi salat di masjid, enggak?"

"Aku ke masjid dulu. Assalamualaikum."

Belum sempat Ishana menjawab, Ardi sudah pergi begitu saja.

"Waalaikumsalam," ucap Ishana lirih.

Lalu perempuan itu masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudu, setelah selesai dia keluar kamar mandi lalu memakai mukena dan melaksanakan salat Subuh.

Selesai salat Subuh Ishana berkutat di dapur untuk membuatkan sarapan. Dia memasak nasi goreng untuk Ardi dan kedua anaknya. Ishana tengah menyiapkan bekal untuk Raka dan Ziva ketika Ardi keluar kamar. Perempuan itu tersenyum tipis melihat penampilan sang suami yang memakai pakaian yang sudah dia siapkan.

"Mas, sarapan dulu, aku sudah─,"

"Aku ada jadwal mengajar pagi, enggak sempat sarapan. Maaf. Assalamualaikum."

Ishana menatap punggung Ardi yang menjauh.

"Mas Ardi benar-benar marah padaku," lirihnya.

Ishana menatap piring berisi nasi goreng milik Ardi.

"Lho, Bun, kok bengong?" Suara Ziva mengagetkan Ishana.

"Abi mana? Kok belum keliatan? Masih di kamar? Ziva panggil, ya."

"Abi sudah berangkat tadi. Mendadak ada jadwal mengajar pagi," jawab Ishana.

"Panggil abang Raka aja, suruh cepat ya, nanti kalian kesiangan ke sekolah.

Ziva mengangguk dan segera menuju kamar kakaknya.

Setelah kedua anaknya berangkat ke sekolah, Ishana merenung di sofa ruang keluarga. Dia menyesali permintaannya pada Ardi yang membuat suaminya itu marah dan menjaga jarak dengannya. Ishana juga menyadari bahwa dia sebenarnya tidak sanggup jika dipoligami. Dulu, dirinya pun tak sanggup bertahan ketika Arjuna berkhianat dan memilih berpisah.

***

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Where stories live. Discover now