1) Hal Baru

77 7 1
                                    

oOoOo

Saat menyibak tirai kamarnya, sepasang mata cokelat gelap yang masih sayu itu menangkap pemandangan berbeda dari balik jendela. Sebuah rumah yang sudah tidak berpenghuni hampir tiga tahun, yang terletak bersebelahan dengannya nampak menunjukkan tanda-tanda adanya penghuni baru.

Sebuah tirai dengan jendela yang mirip dengan miliknya nampak terbuka, namun hal itu tidak cukup untuk memperlihatkan apa yang ada di dalam sana.

"Apa ada tetangga baru?" gumamnya, sembari memerhatikan dengan seksama.

Kamar gadis berpipi tirus itu berada di lantai dua, sehingga ia memiliki sebuah balkon kecil yang langsung berhadapan dengan balkon rumah kosong di sampingnya. Saat ia hendak membuka jendela besar itu untuk melihat lebih jelas, suara teriakan dari ibu membuatnya mengurungkan niat.

Dirinya seketika tersadar, kalau ini adalah hari pertamanya masuk sekolah di semester genap. Ia harus bersiap-siap pergi ke sekolah yang jaraknya cukup jauh dari perumahan di mana ia tinggal.

"Ibu, apa rumah di sebelah sudah di isi?" tanya gadis itu, sembari meletakkan beberapa piring di meja makan, bersiap untuk sarapan.

"Sepertinya iya, Ibu melihat mobil pindahan kemarin lusa," jawab Ibu.

"Apa Ibu sudah bertemu dengannya?"

"Belum. Ibu rasa, mungkin ia masih sibuk dengan barang-barangnya," kata Ibu, "bagaimana kalau kita mengunjunginya setelah kamu pulang sekolah nanti?"

"Baiklah."

Setelah menyelesaikan sarapan, ia berpamitan dan pergi berangkat ke sekolah menggunakan bus. Rasanya begitu pengap dan sesak. Namun, ia sudah terbiasa melaluinya, karena hanya bus ini satu-satunya transportasi yang paling mudah dijumpai di kota ini.

Setelah memakan waktu selama lima belas menit, akhirnya ia turun di sebuah halte. Dirinya harus kembali berjalan sekitar tiga menit sebelum akhirnya tiba di sekolah. Gadis itu langsung masuk ke dalam kelas yang nampak sudah ramai, kemudian duduk di kursinya yang tidak nyaman.

"Selamat pagi, Aru," sapa seorang gadis berpipi chubby, yang sepertinya sudah datang sedari pagi.

"Ah, selamat pagi, Rika," balasnya, "aku terkejut kamu tidak terlambat hari ini."

Rika menarik kursi dan duduk di samping Aru. "Ya, aku tidak ingin mengulangi kesalahanku di semester lalu," ucapnya, lirih. "Bagaimana denganmu? Nilai kamu ... aman-aman saja, kan?"

"Seperti yang kamu tahu, aku selalu payah dalam mata pelajaran Bahasa Inggris," kata Aru, dengan senyuman samar. "Tidak ada perkembangan, nilaiku tidak naik, melainkan turun di semester lalu."

"Itu memang sulit, tapi aku yakin, kamu pasti bisa jika terus berusaha." Melihat ekspresi wajah Aru yang tiba-tiba berubah, Rika bertanya, "Kenapa, apa kamu baik-baik saja?"

Aru sudah yakin, bahwa Rika menyadari ekspresinya saat ini. Entah karena susu yang ia minum atau segelas air dingin saat sarapan tadi, Aru merasakan sakit di perutnya. "Perutku ... sakit. Aku harus ke kamar mandi," ucapnya, lalu meninggalkan Rika di sana.

Gadis itu berlari kecil menuju toilet. Ia mengumpat dalam hati, awal semester di mulai dengan rasa mulas yang tak tertahankan. Untung saja, fasilitas sekolah ini tidaklah terlalu buruk, sehingga siswa masih bisa mengeluarkan rasa mulas mereka dengan tenang dan nyaman.

Namun sayangnya, itu tidak berjalan lancar seperti yang Aru perkirakan. Rasa mulasnya memang hilang,namun digantikan oleh rasa keram di perutnya.

"Ah, sial!" batinnya, saat mendengar bel tanda masuk berbunyi. "Mungkin aku akan sedikit terlambat. Tak apa, Bu Erni tidak akan memarahiku." Setelah bergulat bersama rasa sakitnya, Aru akhirnya keluar dari toilet sepuluh menit setelah bel selesai berbunyi.

Seberang JendelaWhere stories live. Discover now