14) Insiden Kecil

20 3 0
                                    

oOoOo

Aru memegangi kepala, menekuk sedikit lututnya dan menutup mata. Beberapa buku dari rak jatuh, menimpa tubuhnya. Tapi ia tidak merasakan sakit luar biasa yang dirinya duga, akibat rak buku besar itu jatuh menimpa tubuhnya.

Merasa ada sesuatu yang aneh, perlahan ia membuka mata, mengintip apa yang terjadi. Ternyata, pak Ashel ada di hadapannya-- di atas kepalanya. Pria itu menahan rak buku dengan kedua tangannya, sembari menerima hantaman beberapa buku yang jatuh dan menimpa punggungnya.

Sepasang mata Aru, bisa melihat dengan jelas warna mata pak Ashel yang tengah beradu pandang dengannya. Pria itu menundukkan kepalanya, hingga wajah itu, berpapasan dengan Aru yang mematung. Jarak mereka sangat dekat, sampai-sampai Aru bisa merasakan napas pria di hadapannya itu.

Aru terpaku di tempat. Tangannya tidak bergerak, dan matanya malah menelusuri dengan puas wajah gurunya tersebut. Pak Ashel ternyata memiliki kumis tipis, dan bulu-bulu halus di sekitar wajahnya. Kacamata pak Ashel terlihat akan jatuh, karena menunduk cukup dalam.

Fiko dan yang lain segera menghampiri, ketika mendengar suara ribut di belakang. Mereka terkejut, kemudian membantu pak Ashel untuk kembali mendirikan rak buku itu, ke posisi semula. Pak Ashel nampak terengah-engah, merasa sedikit lelah. Sementara Aru masih terdiam, terpaku dan tangannya sedikit gemetaran.

"Arunika, kamu baik-baik saja?" Vina langsung menghampiri Aru, mengusap-usap bajunya yang nampak kotor, karena debu.

"A-aku baik-baik saja," jawabnya, terbata.

Pak Ashel menatapnya, khawatir. "Kamu sungguh baik-baik saja, Arunika?" tanyanya, memegangi bahu gadis itu.

Aru menghindari tatapan pak Ashel, ia memegangi dadanya yang terasa sesak. "Sa-saya baik-baik saja, Pak."

Pria itu menatap sekeliling, menatap dua orang muridnya yang nampak menundukkan kepalanya. "Apa ada yang tahu, kenapa ini bisa terjadi?" ucapnya, bertolak pinggang.

"Maaf! Maafkan kami, Mister." Mendadak salah satu di antara mereka, berbicara. Seorang siswa yang tidak Aru kenal membungkukkan tubuhnya, pada pak Ashel. "Kami ceroboh, maafkan kami."

"Ka-kami tidak tahu bapak ada di sana. Maafkan kami, Mister," timpal Alex, yang ternyata pelaku juga.

Pak Ashel menghampiri mereka, menatap mereka bergantian. "Glen dan Alex. Apa yang kalian lakukan?" tanya pak Ashel, menekan.

"Ka-kami sedang merapikan buku, tapi Alex mengajak saya bercanda. Ia tidak sengaja mendorong saya, dan menabrak lemari buku ini," papar Glen, pria berkacamata bulat.

"Maafkan saya, Mister. Maafkan saya," sahut Alex pemuda berambut gondrong yang juga merupakan teman sekelas Aru.

Pak Ashel menghela napas, menahan kekesalannya. "Jangan bermain di tempat seperti ini. Lemari dan rak buku di sini banyak yang sudah rusak, kayu-kayunya lapuk. Bagaimana jika saya tidak menahannya? Arunika pasti tertimpa di sana," ujar pak Ashel, "dan yang lebih parah, bagaimana jika rak ini rusak? Kalian mau bertanggungjawab?"

"Maafkan kami, Mister," ucap keduanya, bersamaan.

"Baiklah. Rapikan buku yang berjatuhan itu, dan bersihkan raknya." Mata pria itu kembali pada Arunika, yang tengah ditenangkan oleh Vina di suatu meja, bersama siswa lainnya.

"Kamu benar-benar tidak terluka, Arunika?" tanya Fiko, yang menyodorkan segelas air.

"Aku baik-baik saja, aku hanya terkejut tadi," ucapnya, tidak menerima gelas berisi air itu. "Seharusnya aku membantu pak Ashel untuk menahan lemari itu. Tapi aku malah ... mematung dan diam. Ahh ... aku benar-benar payah."

Seberang JendelaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant