7) Tingkatan Hubungan

26 5 0
                                    

oOoOo

"Sepasang pemuda-pemudi yang menghabiskan waktu bersama di luar untuk sekedar jalan-jalan, apalagi kalau bukan disebut sebagai kencan?" tanya pak Ashel, dengan nada mengejek.

Aru ingin membantah, tapi rasanya semua itu sudah dipatahkan sejak awal oleh gurunya itu. Ia melirik Fiko cepat, menatapnya tajam. Kenapa seseorang yang bisa bicara dengan santai kepada gurunya itu tidak mencoba untuk membantahnya?

Situasi ini malah membuat apa yang dikatakan pak Ashel benar adanya. "Ti-tidak. Aku sedang membeli buku, dan dia membuntutiku," bantah Aru, menunjuk Fiko yang terdiam.

Pak Ashel melebarkan pandangannya, dengan cepat menilik Fiko. "Membuntuti seseorang itu tidak baik, kamu bisa lebih berusaha untuk mengencani seorang gadis."

"Apa Mister punya tipsnya?" Perkataan Fiko, membuat Aru terkejut.

Pak Ashel tertawa kecil. "Tentu saja, saya punya banyak tips untuk itu."

Aru semakin dibuat tidak nyaman, ia menyerah, dan memilih untuk kembali memilih buku di sana. "Ah, buku ini. Saya baru saja membelinya," kata pak Ashel, yang entah sejak kapan berada di belakangnya.

Gadis itu terkejut bukan main, saat gurunya itu mendekatkan wajahnya hingga sedikit menyentuh bahu belakangnya. Dengan cepat, Aru memberi jarak dan menatap wajah gurunya yang nampak tidak merasa ada yang hal yang aneh.

"Bukunya memang sangat bagus, saya sangat merekomendasikannya," ucap Fiko.

"Apa kamu sudah membacanya?"

"Sudah. Mau spoiler?"

"Tentu."

"Cukup," sela Aru, "hentikan."

Guru itu kembali tertawa kecil, lalu mengeluarkan ekspresi seperti mendapat sebuah ide di dalam kepalanya. "Karena saya sudah membeli volume pertama, bagaimana kalau kamu membeli volume keduanya saja?"

Aru nampak bingung. "Maksud Bapak?"

"Saya akan meminjamkanmu volume pertama, dan saya akan meminjam volume keduanya. Bagaimana? Itu lebih hemat, kan?" papar pak Ashel.

"Ah, itu ide yang bagus," timpal Fiko, "lagipula, saya belum membaca volume keduanya."

Aru yang merasa dirugikan terdiam. Tapi, ia benar-benar tidak bisa menolak. Terlebih lagi, saran yang dikatakan oleh pak Ashel sedikit menguntungkan dirinya. Hanya saja, ia harus menunggu pak Ashel untuk menyelesaikan bacaannya, sebelum ia meminjamnya.

"Terserah Bapak saja," kata Aru, meletakkan kembali buku volume pertama dan mengambil yang kedua. Gadis itu kemudian berlalu, dan setelah beberapa saat, kembali dengan membawa sebuah paper bag berisi buku miliknya.

"Jadi ... kalian akan melanjutkan kencan kalian?" tanya pak Ashel.

Aru mengenal napas. "Sudah saya katakan, kami tidak sedang berkencan," tukasnya, "saya sedang menemani Rika, untuk bertemu dengan pacarnya, yang ternyata adalah temannya Fiko," lanjutnya. Fiko yang tidak mau menjelaskan, hanya terdiam.

"Jadi ... kalian nyamuk, gitu?"

Merasa tidak suka tapi itu adalah benar, Aru tertawa samar. "I-iya."

"Ternyata saya salah paham. Kenapa kalian tidak mengatakannya sejak awal?" tanyanya, "diusia kalian, mungkin beberapa orang menganggap bahwa menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah hal yang wajar, di zaman ini. Tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, berhati-hati."

Seberang JendelaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora