8) Krim Antibiotik dan Plester

24 5 0
                                    

oOoOo

Seperti apa yang dikatakan Chika sebelumnya, Aru berjalan santai ke arah gedung olahraga di mana semua teman-temannya yang berpartisipasi dalam festival olahraga nanti, berkumpul di sana untuk berdiskusi sebelum latihan dimulai. Ia berjalan di sepanjang koridor, dengan wajah kusam dan malas.

Gedung olahraga terletak di belakang sekolah, setelah melewati beberapa belokan, ia sampai di tempat itu. Gadis itu menengok ke arah pintu, belum ada siapa pun di sana, kecuali anggota klub voli yang tengah latihan.

Aru ragu untuk masuk, ia berpikir untuk menunggu di luar saja. Gadis itu duduk di tangga, kemudian memainkan ponselnya untuk mengusir rasa bosannya. Tidak ada yang menarik perhatiannya, tidak lama, Aru langsung mematikan ponselnya.

Matanya menelusuri pemandangan gedung sekolah. Tanpa sengaja, ia menangkap seseorang di lantai dua, dari balik jendela. Aru tahu persis, kalau itu adalah ruang perpustakaan, dan seseorang yang tengah membaca buku di sana, itu adalah pak Ashel.

Dari kejauhan, ia bisa melihat gurunya itu tengah memegangi sebuah buku, tapi sesekali melirik ke arah jendela. Aru bersyukur, karena ia tidak mampir ke perpustakaan terlebih dahulu sebelum ke tempat ini.

"Apa kamu menunggu lama?" Mendadak, suara seseorang mengejutkannya. Nampak Chika yang menggunakan baju olahraga bertolak pinggang di sampingnya. "Mana yang lain?"

"Mana aku tahu."

"Kenapa kamu tidak ganti baju?"

Aru nampak bingung. "Bukankah kita hanya akan berdiskusi hari ini?"

"Tidak, kita akan mulai latihan." Chika menghela napas. "Kau benar-benar tidak mendengar apa yang aku katakan sebelum pulang tadi." Chika melangkah, mengintip ke dalam lalu memanggilnya, "Ayo, mereka sudah kumpul."

"Apa? Sejak kapan?"

Beberapa orang itu, kemudian duduk membentuk sebuah lingkaran. Mereka saling berdiskusi, saling memberikan dan mendengarkan pendapat. Aru hanya diam menyimak, ia hanya akan mengikuti keputusan akhir uang dibuat teman-temannya.

Setelah itu, sekumpulan orang-orang itu bubar dan masuk ke dalam kelompok lombanya masing-masing. Sama halnya dengan Aru, yang bergabung ke dalam kelompok lomba estafet. Teman-temannya yang tahun lalu ikut, tidak berpartisipasi lagi, kecuali dirinya.

Mereka memilih untuk mengikuti lomba lain, ada yang tidak berpartisipasi sama sekali, dan memilih untuk menjadi pendukung saja. Tapi lihatlah dia, teman-temannya pasti memandanginya sebagai orang yang sangat antusias sekarang.

Lagi, Aru bertemu Fiko yang menggunakan seragam olahraga berlari kecil ke arahnya. Gadis itu menengok kesana-kemari, dan ternyata pria itu masuk ke dalam kelompoknya. Tahun lalu, pria itu nampak tidak mengikuti perlombaan apa pun, karena fokus pada klub musiknya.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Aru.

Fiko meliriknya, lalu memerhatikannya dari atas ke bawah. "Mana baju olahragamu?"

"Aku tidak membawanya," kata Aru, "kenapa kamu ikut lomba estafet?"

"Mereka kekurangan orang dan si ketua kelas itu memaksaku untuk ikut."

Aru tersenyum sinis. "Rasakan itu."

Kelompok estafet itu keluar dari gedung, kemudian berlatih di lapangan yang nantinya akan digunakan sebagai tempat perlombaan di mulai. Diawali dengan pemanasan, sikap saat memberi dan menerima tongkat, lari kecil, kemudian berlari dan dihitung dengan stop watch.

Seberang JendelaWhere stories live. Discover now