18) Bulan

22 3 0
                                    

oOoOo

Baterai yang habis membuat jarum jam bisa berhenti, tapi itu tidak akan bisa menghentikan waktu yang terus berjalan. Hari-hari terus berganti, terus maju meskipun beberapa orang tidak menginginkan waktu cepat berlalu.

Aru memulai kembali aktifitas hariannya di sekolah, meskipun ingatan itu masih menempel seperti sebuah permen karet di rambutnya. Tapi ia harus terus berjalan, meskipun kedua kakinya tidak bisa berdiri. Setidaknya, ia harus merangkak seperti waktu.

Anggota klub Bahasa Inggris mulai mempersiapkan diri lebih matang untuk mengahadapi perlombaan yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Fiko dan Dina mulai berlatih, menyesuaikan alunan musik bersama suara yang indah.

Aru dan Alex saling membantu untuk menghapal naskah keduanya, sembari memberikan beberapa gerakan sesuai tema cerita. Vina menegaskan suara di depan cermin, kemudian Glen dan Riana memahami materi serta gak henti-hentinya menukar pikiran masing-masing.

Semuanya terlihat lancar, meskipun sebenarnya tidak demikian. Ada perdebatan, pertentangan, ketidakpercayaan, rasa malas dan halangan lain yang mewarnai beberapa minggu belakangan ini. Tapi akhirnya, mereka sampai di hari, dimana perlombaan itu akan diadakan besok hari.

Sesuai persetujuan dari orang tua dan para anggota, malam ini mereka akan menginap di sekolah untuk mempersiapkan diri untuk berangkat besok pagi. Perlombaan itu diadakan di suatu universitas di luar kota. Maka dari itu, mereka harus bersiap-siap dan berangkat pagi-pagi sekali.

Para gadis akan tidur di ruang klub, perpustakaan. Mereka mengambil matras olahraga dan meminjam selimut di ruang UKS. Menjadikan semua itu sebagai tempat tidur dadakan mereka. Sementara para pria, tidur di ruang musik dengan peralatan yang sama.

Para gadis tidur berjajar, dan Aru yang tidak terbiasa tidur bersama orang lain, nampak tidak nyaman dengan situasi ini. Ditambah ia begitu gugup, menebak-nebak apa yang akan terjadi besok hari. Hal itu, membuatnya tidak bisa memejamkan mata. Namun nyatanya, ia tidak sendirian. Ketiga orang gadis yang berbaring di sampingnya merasakan hal yang sama.

"Seorang guru dan murid tidak sepantasnya memiliki hubungan seperti itu," kata yang dilontarkan pria berkacamata kotak itu, sontak membuat gadis yang berdiri dihadapannya mengepalkan tangannya.

"Lalu bagaimana jika aku tidak lagi menjadi  siswi?"

"Apa maksud kamu?"

"Mereka mengatakan, tidak ada yang namanya mantan guru. Karena meski pun kita sudah lulus, guru tetaplah menjadi seorang guru, sampai kapan pun. Tapi bagaimana dengan siswi? Mereka akan kehilangan statusnya sebagai siswi, saat surat kelulusan diterima."

Gadis berambut panjang itu, menatap pria dihadapannya penuh keseriusan. "Jadi, saat aku bukan lagi muridmu, aku berhak memiliki perasaan ini, kan?"

Pria itu tertegun beberapa detik, saat mendengar ucapan penuh tekanan di setiap kata yang gadis berseragam itu lontarkan. Ia menghela napas, membenarkan kacamatanya kemudian berbalik ke belakang.

"Saya ... akan mempertimbangkannya."

Vina dan Riana membuang napas kesal, saat serial drama yang mereka tonton diakhiri dengan kata bersambung yang tertera di layar ponselnya. "Ah, ini menyebalkan. Tapi aku benar-benar penasaran dengan jawaban guru itu," kata Riana.

"Ya, itu benar. Bagaimanapun, kita harus menontonnya Minggu depan," jawab Vina, kemudian melirik Aru dan Dina yang ternyata ikut menonton, meskipun keduanya tidak mengikuti series drama tersebut. "Bagaimana menurut kalian? Bagus, kan?"

Seberang JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang