Bagian 7

4.2K 669 70
                                    

Jangan lupa diklik bintangnya, dikasih komentar ceritanya ya kawan ✌️ selamat membaca❤️





































Di dalam rumah bernuansa tropis itu, seorang Alpha tampak memandang pada Jendela yang langsung memperlihatkan keindahan hutan yang mulai dikerubungi oleh kegelapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di dalam rumah bernuansa tropis itu, seorang Alpha tampak memandang pada Jendela yang langsung memperlihatkan keindahan hutan yang mulai dikerubungi oleh kegelapan. Mentari yang sudah mulai bersembunyi, untuk berganti dengan sang rembulan, membuat nuansa sunyi semakin mencekam. Tapi tentu saja bukan perkara yang menakutkan bagi sang Alpha yang sudah terbiasa dengan kegelapan, juga hidup di tengah-tengah hutan rimba seperti saat ini.

Keadaan yang sepi lantas membuatnya semakin fokus memikirkan beberapa persoalan yang cukup mengganggu aktivitasnya. Mata tajamnya bergerak gusar, mengingat sosok mungil yang kerap kali mengganggu hidupnya, kini lebih banyak diam, dan menghindar. Ia tak menyukai hal itu, terlebih saat keduanya bertemu, dan bicara. Sepertinya ada kata yang belum terungkap, dan sang Alpha tak tahu pasti apa yang mengganjal perasaannya.

Kini ia termenung bukan tanpa alasan, tapi karena ingin mengetahui jawaban dari kegundahannya. Perasaan tak menyenangkan ketika sosok manis menjauh, ketika si manis itu tak lagi bicara, atau mengganggunya. Ketika ada orang lain yang lebih dekat dengan si mungil. Ada rasa panas, amarah yang sulit meluap, kecewa yang tak bisa terucap. Apa nama perasaan itu, ia tak mengerti.

“Jeno–ya, bulan purnama akan segera tiba sebentar lagi. Eomma harap kau tidak pergi kemanapun, kau tau bukan, di saat seperti itu, rut mu akan sulit dikendalikan”

Doyoung menghampiri Putranya yang tengah termenung. Tampaknya sesuatu seolah sedang mengganggu Putranya. “Kau dengar apa yang eomma katakan?”

“Hm, aku mendengarnya. Eomma tidak perlu khawatir” tukasnya tanpa menengok pada sang Ibu, dan masih asik dengan pemikirannya. “Sesuatu mengganggu mu nak?” tanya Doyoung.

Jeno terdiam sejenak, tak yakin bila harus mengatakannya, atau sekedar meminta saran pada sang Ibu. “Kau bisa katakan pada eomma jika sedang memikirkan sesuatu” ujar Doyoung.

“Sebenarnya... Entahlah aku hanya bingung” Jeno memberanikan diri meskipun ia tidak tahu apa yang harus diucapkannya.

“Lanjutkan”

Jeno menatap sang Ibu, kemudian menerawang mengingat banyak hal yang tengah dirasakannya. “Aku tidak suka diganggu, terkadang rasanya sangat risih. Terakhir kali aku marah karena caranya mengganggu membuat ia hampir celaka. Aku mengakui bahwa aku terlalu kasar saat itu”

Jeno menunduk mengingat beberapa hal belakangan ini. Sedangkan Doyoung mendengarkan dengan sedikit waswas akan cerita selanjutnya.

“Eomma, dia berhenti. Aku tidak diganggu lagi, bahkan tidak ada pembicaraan diantara kita. Aku marah, aku tidak suka apalagi saat ia dekat dengan orang lain. Ada sesuatu yang membakar hatiku”

VIAGGIO D'AMORE - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang