Bagian 14

3.9K 593 77
                                    

Jangan lupa vote dan komennya kawan.
Dengerin lagunya ya ges ya. Muncul ga guys? Aku masukin dari YT
























Hari demi hari terlewati. Waktu demi waktu berlalu. Sang kalbu dilanda sendu. Tak tahu kemana harus mengadu.

Ketika hati baru saja berlabuh, seolah memang tak ada celah untuk saling menyatu. Semesta selalu mempersulit jalannya cerita. Membuat dua insan kini tak bisa saling berjumpa.

Ragu, khawatir, takut. Menjadi persoalan utama yang dirasakan sang jiwa. Entah apa yang harus dilakukan. Tetap menunggu kah atau hanya bisa berdiam diri yang entah sampai kapan.

Tak ada yang bisa ditanyai. Tak pula ada yang bisa mengerti. Jiwa terjebak tak bisa berpikir langkah apa yang seharusnya dilakukan. Baru saja mereka bersama, harus kah kembali berpisah dengan alasan yang tak pernah diketahui.

Setiap malam dihantui kekhawatiran yang hanya bisa disimpan sendiri dengan tangis pada kelam yang sepi. Berharap seseorang bisa datang, dan bicara apa yang harus dilakukannya. Memeluk diri sendiri dalam kebingungan, keabu-abuan perasaan ragu yang menderu.

Sepasang iris itu tak lagi menunjukkan cahaya cerianya. Justru kini sendu yang berada di sana. Kantung hitam di bawah matanya menunjukkan betapa tidurnya tak cukup karena memikirkan kemana kiranya sang pujaan hati yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Sudah sejak dua minggu lalu Renjun diantar pulang oleh Doyoung, ibu dari Pria yang kini mengisi hatinya. Tak ada kabar setelah itu. Tak ada panggilan telepon yang dijawab, tak ada satu pesanpun yang di balas. Seminggu lalu Renjun pergi ke rumah Jeno, meski harus menempuh jarak cukup jauh. Tak ada siapapun di sana. Kosong bagaikan manusia tak pernah tinggal di sana sebelumnya.

Renjun menangis di depan pintu rumah Jeno khawatir jika hal buruk terjadi pada Jeno terlebih dengan cerita mengenai kakeknya. Hubungan mereka baru saja dimulai, bagaimana bisa ceritanya harus begini. Lelaki itu seolah hilang ditelan bumi. Kejadian beberapa waktu lalu kembali terulang. Bahkan Mark pun tidak ada di sekitarnya. Semua jejak mengenai Jeno menghilang tiba-tiba setelah kejadian yang tak bisa Renjun mengerti.

Kini ia meringkuk memeluk lutut di ranjangnya. Memikirkan kemana kiranya pria itu pergi tiba-tiba. Ia tak peduli dengan perut yang belum terisi. "Kau bilang tidak akan melepaskan ku" lirihnya.

Yuta baru saja datang dari rumahnya menuju kediaman sang Ibu. Beberapa kali ia kemari sama sekali tak bertemu Renjun. Seolah menghindar Putranya itu enggan menemuinya. Renjun tak pernah berada di rumah setiap kali Yuta datang.

Kali ini sang Ibu memberitahu bahwa Renjun berlaku aneh. Putranya Yuta itu beberapa kali menolak untuk keluar dari kamarnya. Pola makannya tak teratur, dan jarang bicara. Nenek Renjun bingung kiranya apa yang terjadi pada sang cucu.

"Yuta, Winwin bahkan menginginkan Renjun bertahan, dan lahir dengan selamat. Mengapa kau sebagai ayahnya tak bisa sedikit saja memberikan perhatian? Dia putra kandungmu, bagaimana jika Winwin bisa melihatmu? Apa kau pikir ia tidak akan kecewa?"

Yuta terdiam mendengar kalimat sang Ibu. Ia sadar bahwa selama ini tidak pernah memperhatikan Renjun. Putranya hidup dalam rasa sepi, dan kesendirian. Bagaimana cara Yuta menjelaskan bahwa setiap kali menatap iris Putranya, akan ada rasa sakit yang tak bisa Yuta jelaskan di sana. Sepasang Iris cantik seperti mendiang Istrinya. Mengingat bagaimana Winwin pergi, dan mengorbankan hidupnya. Tidak mudah bagi Yuta.

“Ibu ... Ini pun sama menyakitkannya untukku. Aku tak bisa melupakannya, sakit ku, rasa kehilangan ku”

Ibu Yuta mendekat pada Putranya. “Apa lantas ini semua menjadi kesalahan Renjun? Kau pikir ia meminta untuk dilahirkan? Winwin yang memilihnya. Darah mu, dan Winwin mengalir di tubuhnya. Sayangi dia Yuta, dia Putramu ... Sampai kapan kau akan terus menyiksanya, dan menyiksa dirimu sendiri?”

VIAGGIO D'AMORE - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang