Edelson - Bajingan Kelas Kakap

1.6K 122 3
                                    

Edelson.

Hanya satu kata namaku, tanpa ada nama belakang, apalagi nama tengah. Seorang pemilik rumah produksi ternama di Indonesia, film-film yang diproduksi olehnya sudah pasti masuk box office. Banyak artis yang ingin dikontrak untuk filmnya, artis junior memimpikan bisa semakin terkenal lewat film buatannya dan artis senior berharap bisa mempertahankan popularitas dari film-filmnya. Bahkan calon artis pun sering kali meminta dibuatkan film dan rela membayar mahal, biasanya kalangan anak artis yang mau debut. Namun, ia yang terkenal dengan sifat perfeksionisnya tak mau menerima seseorang di filmnya jika bukan karena bakat, tampang, dan kerja keras.

Setahun sekali, rumah produksinya E&D Film menyelenggarakan audisi untuk memilih artis baru untuk memulai debut dan audisi ini selalu ramai dengan puluhan ribu pendaftar dari seluruh Indonesia. Gaya hidup artis yang mewah dengan gaji fantastis yang mereka lihat dari televisi membuat pekerjaan artis menjadi impian banyak orang. Ia duduk di tengah sambil menonton setiap peserta menunjukkan bakatnya dan berkali-kali ia berdecak kesal karena belum menemukan talent yang cocok dengan kriterianya.

"Pemeran utama terlalu jauh untuk aktingmu yang rendah, bahkan kami pun tak akan menerimamu menjadi pemeran pembantu," ucap Edelson dengan tatapan menghina yang membuat peserta nomor 1045 itu menangis. Panitia mengantar peserta itu keluar.

Berkali-kali Edelson mengusir peserta yang dianggap memiliki akting rendah, hingga seorang gadis cantik dengan bibir tipis berwarna merah muda, cukup tinggi, rambut pirang panjang yang bergelombang, kulit putih mulus, dan hidung mancung masuk dengan nomor urut 2030.

"Siapa namamu?" tanya produser film bernama Aji Pramana yang berada di sebelah kiri Edelson.

"Almaretha, panggil saja Alma."

"Kau ingin memerankan tokoh siapa?" tanya Dika, sutradara film yang berada di sebelah kanan Edelson. Ada tiga juri yang akan menilai kemampuan peserta.

"Sintia," jawab gadis itu yang membuat Edelson tak percaya. Padahal gadis itu memiliki fisik yang sangat mendukung untuk menjadi pemeran utama, entah kenapa memilih peran pembantu yang sedikit scene.

"Mulai aktingmu," ucap Edelson dengan tatapan tajam yang tak sesuai dengan isi hatinya yang menyukai kecantikan gadis itu. Ia tak akan membiarkan siapa pun tahu bahwa ia lemah terhadap kecantikan wanita.

Alma berhasil memukau Dika dan Aji dengan akting marahnya padahal wajahnya terlihat sangat baik. Edelson juga terpukau namun ia tetap memasang wajah datar. Alma menatap penuh harap pada Edelson setelah Dika dan Aji memberikan tiket lolos audisi padanya, keputusan utama ada pada pria itu.

"Kau tidak lolos, silahkan keluar," ucap Edelson yang membuat semua orang di ruang audisi menatap tak percaya padanya.

"Tapi, dia sangat bagus memerankan...

"Tidak ada perdebatan, keputusanku sudah mutlak, aku pulang," balas Edelson memotong ucapan Aji dan pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Alma pun terpaksa keluar dari ruang audisi dengan raut wajah kecewa.

"Bereskan barangku dan pesankan dua bungkus makanan, Asna. Aku mau pulang," ucap Edelson pada asistennya sambil memberikan satu lembar uang kertas berwarna merah. Asna mengangguk paham lalu merapikan barang Edelson seperti ponsel, sapu tangan, dompet, dan lain-lain untuk dimasukkan ke dalam tas. Ia pun memesan makanan dan kembali dengan dua bungkus makanan.

"Untuk Bu Liya ya, Pak?"

"Apa aku menggajimu untuk bertanya padaku?"

Asna langsung diam menunduk saat ditatap sinis oleh Edelson. Bosnya itu memang terkenal memiliki mulut sepedas cabe setan dan sikap yang kurang sopan, namun ia harus tahan dengan semua itu karena masih butuh uang untuk bertahan hidup.

Edelson pergi tanpa rasa bersalah dan masuk ke mobilnya yang ada di parkiran.

"Hebat, berapa kali lagi kau akan menolak audisiku, Elson?" tanya wanita yang sudah berada di mobilnya. Ia sudah memberikan kunci cadangan mobil ke wanita itu agar memudahkannya masuk ke mobil tanpa menunggunya.

Meskipun wanita itu tampak marah namun Edelson selalu suka saat suara lembutnya memanggil dirinya dengan nama 'Elson'.

"Sudah aku bilang kemarin jangan ikut audisi ini, peran pembantunya maupun peran utamanya memiliki kontak fisik yang banyak dengan peran pria. Aku tak suka itu," jawab Edelson sambil menyetir, mengeluarkan mobilnya dari parkiran perusahaannya.

"Itu sudah menjadi kosekuensiku menjadi artis dan aku tak masalah. Ingat, Elson. Kau sudah menjanjikan peran penting di film yang kau buat untukku!" ucap Alma mengingatkan Edelson pada satu dari sekian banyak alasan ia menjual tubuhnya pada pria itu. Alma sudah lama terobsesi menjadi artis untuk mewujudkan impian mendiang mamanya yang gagal menjadi artis saat masih muda.

"Jangan berteriak padaku, Alma. Aku bisa saja hilang kendali dan menabrakan mobil ini ke tiang listrik."

Alma langsung diam. Ancaman Edelson tak pernah main-main. Pria itu pernah mengancamnya akan menenggelamkannya saat liburan ke pantai jika tak mau mengganti pakaian renangnya yang terbuka. Penolakan Alma berakhir dengan ia hampir mati karena tak bisa berenang di tengah pantai setelah didorong oleh Edelson dari kapal. Pria itu menyelamatkannya saat ia hampir kehabisan nafas.

Akhirnya mobil mereka sampai di apartemen milik Alma yang dibelikan Edelson. Alma masih duduk sampai Edelson membukakan pintu mobil.

"Kucing manisku sedang marah? Sepertinya aku harus menciumnya agar dia tak marah," tanya Edelson lalu mengecup bibir Alma. Untungnya mereka sedang berada di lift saat ini.

Walaupun marah, namun Alma tak bisa menolak ciuman Edelson dan membalas ciumannya sambil mengalungkan tangannya ke leher pria itu. Ciuman mereka terhenti saat pintu lift terbuka dan seseorang masuk. Kemudian, mereka keluar di lantai lima belas dan masuk ke dalan apartemen.

"Aku sudah menyiapkan film dokumenter yang luar biasa untukmu, percayalah padaku," ucap Edelson sambil memeluk Alma dari belakang yang sedang menghapus make up karena hendak mandi.

"Sudah enam bulan kau mengatakannya namun film itu tak kunjung dibuat."

"Bersabarlah, kucing manisku," balas Edelson sambil menaikkan gaun biru Alma dan menuntaskan apa yang sudah ia tahan sejak melihat Alma di audisi hari ini.

"Apa kau selalu melakukan ini pada Liya saat dia marah?"

"Tidak, Liya terlalu baik untuk diperlakukan semurah ini."

[][][][][][][][][][][][][][]

Tangerang, 11 Mei 2023

Mutiara HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang