Alma -Bersatu-

334 56 2
                                    

Sudah seminggu berlalu namun belum ada kabar dari Sela atau anggota keluarga lain mengenai kondisi Leo. Alma merasa sangat cemas, ia takut terjadi sesuatu yang buruk di sana. Sempat terpikir untuk melanggar janjinya sendiri dan pergi ke rumah sakit, tempat Leo dirawat, namun ia teringat pada Harla. Ia tak bisa meninggalkan Harla sendirian atau pun mengajaknya. Harla sengaja tak dibawa ke rumah karena harus sekolah. Keluarga juga khawatir jika kondisi Leo yang memburuk akan mempengaruhi mental Harla.

Beberapa hari ini desa selalu diguyur hujan, hari ini pun hujan. Alma terjebak di pertenakan karena lupa membawa payung. Ia sudah menelepon Harla kalau ia akan pulang telat karena hujan, maka dari itu ia meminta Harla langsung tidur dan jangan kemana-mana. Hanya ia seorang diri yang tersisa di peternakan, pegawai lain sudah pulang. Awalnya ia sengaja berlama-lama di peternakan untuk mengusir pemikiran mengenai Leo yang terus menghantuinya seminggu belakangan. Ia sampai tak menyadari jika peternakan sudah sepi dan di luar turun hujan deras.

Alma duduk di depan pintu peternakan, menatap jalanan yang sudah gelap dan basah. Saking terlalu fokus menatap hujan, ia sampai meneteskan air mata tanpa sadar. Sejak kematian anaknya, ia sering menangis saat hujan. Rintik air hujan mengaburkan air matanya. Tak akan ada yang tahu ia sedang menangis ketika hujan turun. Kehilangan anaknya membuat Alma merasa trauma mendalam. Kondisi Leo yang memburuk membuat ia sering kali membayangkan jika Leo akan bernasib sama seperti anaknya.

Alma pikir berjuang untuk cinta dan akhirnya dihempaskan adalah rasa sakit terdalam. Namun, ia salah. Membayangkan tak memiliki kesempatan untuk membalas perasaan orang yang tulus padamu ternyata lebih menyakitkan. Alma terus merutuki dirinya yang bodoh karena membiarkan dirinya larut dalam kesedihan atas sikap Edelson padanya hingga mengorbankan pria setulus Leo.

Saat Alma sedang memukuli dirinya sendiri sebagai balasan atas kebodohannya, ia melihat seseorang berjalan ke arah peternakan dengan payung. Alma langsung berdiri dan menatap waspada ke arah orang itu. Ia belum bisa melihat wajahnya dengan jelas karena hari sudah malam. Alma hendak berlari masuk ke peternakan dan menutup pintu peternakan, jika saja ia tak melihat silau lampu senter yang menyala ke arahnya. Ia menghalau silau itu dengan tangannya, namun segera menurunkan tangannya saat melihat Leo yang ternyata berjalan ke peternakan.

Alma sampai menampar dirinya sendiri untuk meyakinkan dirinya bahwa ia tak berhalusinasi. Ia merasa sakit. Artinya Leo benar-benar ada di sini. Tanpa peduli hujan, Alma berlari ke arah Leo dan memeluk pria itu dengan erat. Isak tangis yang sempat terhenti kembali keluar saat ia merasakan bahwa tubuh Leo semakin mengurus. Alma bahkan tak peduli dengan tubuhnya yang basah atau gengsinya yang paling anti menangis di depan orang lain. Alma hanya tahu bahwa ia senang karena Leo telah kembali.

"Kau tidak mengatakan akan datang hari ini. Aku menunggumu," ucap Alma dengan suara serak dan lirih.

"Jika aku mengatakan padamu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Leo dengan nada lembut. Tadinya ia hanya ingin menjemput Alma pulang, namun ia tak menyangka Alma akan memeluknya sambil menangis.

Tangan Leo ragu untuk membalas pelukan Alma, sampai wanita itu sendiri yang menarik salah satu tangannya agar membalas pelukan tersebut. Leo terdam mematung saat mata kelabu Alma menatap ke arahnya. Ia tak tahu apakah benar ia melihat cinta di mata Alma atau hanya harapannya saja.

"Aku akan tetap di rumah agar aku menjadi orang pertama yang melihat kedatanganmu," balas Alma.

"Untuk apa? Aku tidak bukan orang yang penting bagimu."

"Tidak. Kau sangat penting bagiku. Aku mencintaimu, Leo," ucap Alma yang membuat Leo langsung terdiam.

Hening. Keduanya hanya diam menatap satu sama lain, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Alma menunggu balasan dari Leo, namun pria itu hanya diam menatapnya. Seakan-akan ia sedang melakukan hal yang konyol, padahal Alma serius mengatakannya. Apa ia sudah terlambat membalas perasaan Leo? Apa pria itu sudah memiliki kekasih lain?

Pemikiran buruk tersebut membuatnya hendak melepaskan pelukan pada tubuh Leo, namun ia terkejut saat Leo melepaskan payung di tangannya dan mempererat pelukannya. Pelukan Leo membuat Alma kembali tersenyum. Leo masih mencintainya. Alma hendak berjinjit dan mencium Leo, namun pria itu menghindar. Ia menatap Leo dengan kening berkerut bingung.

"Aku mencintaimu, Alma. Aku tak ingin menodai cintaku dengan dosa, Alma. Aku ingin menciummu di hadapan Tuhan, Pendeta, keluargaku dan semua orang saat pernikahan kita nanti," ucap Leo yang membuat Alma terdiam karena tak menyangka Leo akan mengatakan demikian. Ia kembali mengingat apa yang Edelson pernah katakan padanya.

"Apa kau selalu melakukan ini pada Liya saat dia marah?"

"Tidak, Liya terlalu baik untuk diperlakukan semurah ini."

Alma kembali menangis karena terharu. Detik ini juga Alma menyadari bahwa cinta Leo padanya murni, bukan nafsu belakangan. Ia merasa sangat terhormat bisa dicintai pria sebaik dan sesempurna Leo. Namun, di sisi lain ia juga merasa sangat hina jika disandingkan dengan Leo. Bukan hanya mengenai masa lalunya, tapi juga mengenai perasaannya. Ia mencintai Leo dengan setengah hatinya, sedangkan setengah hatinya yang lain sudah mati oleh cintanya pada Edelson. Ia takut hanya akan mengecewakan Leo nantinya karena tak bisa mencintai pria itu dengan sepenuh hati.

"Leo, kau tahu bagaimana buruknya masa laluku. Apa kau bisa menerimanya? Bagaimana dengan keluargamu? Mengenai Edelson, aku belum bisa...."

Ucapan Alma terpotong saat Leo meletakkan jarinya di bibir Alma. Leo menggelengkan kepalanya pertanda tak mau mendengar apapun mengenai Edelson. Alma mengangguk mengerti, ia paham jika Leo tak menyukai ia menyebut nama pria lain.

"Saat aku di rumah sakit, aku bermimpi sangat buruk. Aku melihatmu menangisi kepergianku, lalu kembali pada Bajingan itu. Sejak hari itu sadar bahwa pada dasarnya aku lebih takut kehilanganmu, dari pada menghadapi murka keluargaku karena memilihmu. Kau sangat berarti bagiku, Alma. Jika keluargaku menolakmu, maka mereka bukan keluargaku lagi. Aku tak tahu umurku masih lama atau tinggal sebentar lagi, aku tahu kau masih mencintai dia, tapi yang ingin kutahu sekarang hanyalah kenyataan bahwa kau juga mencintaiku. Tak ada siapa pun yang bisa mencegahku bersamamu," ucap Leo dengan penuh keyakinan.

"Aku akan berusaha, Leo. Aku akan berusaha mengusir dia dari pikiran dan hatiku. Aku berjanji hanya akan ada kita berdua. Tapi, berjanjilah padaku. Kau tidak akan meninggalkanku sendirian, kau akan berjuang sembuh demiku. Dunia ini sangat kejam tanpa dirimu di sisiku," balas Alma. Alma sudah menggantungkan seluruh hidupnya pada Leo. Alma tak akan siap dengan kehilangan lagi.

"Pasti, Alma. Aku pasti akan berjuang demimu. Aku tak akan membiarkanmu berjuang sendirian menghadapi dunia yang kejam ini."

*****

Tangerang, 25 Maret 2024

Mutiara HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang