Alma -Peduli-

198 45 1
                                    

Alma sering melihat orang sakit. Bahkan saat ia sendiri sakit, ia sering tak peduli. Tapi, kenapa ia harus peduli pada fakta bahwa Leo sakit dan ia malah menambah rasa sakit pada pria itu?

Uni benar. Siapa pun tak akan tahu bahwa Leo sakit, termasuk Alma. Jika Alma tak melihat saat-saat Leo drop. Pria itu pandai menyembunyikan rasa sakitnya. Kemarin dia drop, tapi hari ini dia terlihat sehat bugar. Bahkan, Leo terlihat begitu keras bekerja. Entah kenapa, Alma bisa melihat dirinya sendiri dalam diri Leo. Tentang ia yang mencoba terlihat baik-baik saja, padahal terluka.

"Alma, tolong masukkan domba-domba ke kandang. Udah mau sore soalnya," ucap Leo dengan nada datar. Alma mengangguk dan melakukan apa yang diperintah. Saat pekerjaannya sudah selesai, bukannya pulang, ia malah menghampiri Leo.

Leo yang sedang mencatat lantas menoleh ke arahnya dengan alis terangkat sebelah. Tatapan Leo seolah berkata 'untuk apa kau di sini?', namun Alma memilih mengabaikan tatapan itu. Ia ingin mengatakan sesuatu mengenai keadaan Leo, tapi ragu. Ia takut Leo tersinggung.

"Seingatku kau baru bekerja tiga minggu. Belum waktunya gajian," ucap Leo dengan nada menyebalkan. Alma pun tak berniat meminta gaji. Sebelum pria itu mulai bicara melantur, ia memberanikan diri untuk bicara.

"Ini bukan perihal gaji. Aku ingin meminta maaf karena perkataan kasarku beberapa hari lalu. Jika aku tahu kau sakit jantung, aku tak akan menambah rasa sakitmu dengan penolakan," ucap Alma yang membuat Leo langsung berhenti mencatat.

Alma tahu Leo marah karena ia mengetahui tentang penyakit pria itu dan membahas penolakannya tempo lalu. Kepalan tangan dan tatapan dingin Leo mengungkap perasaan pria itu. Alma sudah siap dimarahi, namun Leo malah pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Alma segera menyusul Leo yang hendak masuk ke dalam mobil. Pria itu ingin pergi menjauh darinya. Tangan Alma yang berusaha menahan Leo langsung dihempaskan dengan kasar.

"Lalu, kenapa kalau kau tahu tentang penyakitku? Apa kau dokter? Kau bisa menyembuhkanku? Tidak kan?!" teriak Leo yang membuat Alma terkejut.

"Berteriak tak baik untuk kesehatan jantungmu," balas Alma yang membuat mata Leo semakin melotot kepadanya.

"Apa yang kau inginkan? Aku mungkin tertarik padamu, namun ketertarikanku bukan merujuk pada cinta, tapi pada ketertarikan seksual. Kau pikir karena kau menolakku, lantas aku akan jadi Romo yang hidup selibat?! Jika kau berpikir demikian, maka kau adalah perempuan terbodoh di muka bumi ini."

Leo tidak mempedulikan ucapan Alma sebelumnya dan tetap menyerang perempuan itu dengan kata-kata kasar. Hal itu ia lakukan agar Alma pergi darinya dan tak lagi membahas mengenai hidupnya. Ia tak suka saat ada yang mengetahui kelemahannya. Ia tak suka dipandang sebagai pria lemah.

Selama beberapa hari ini ia sudah berusaha bersikap sebiasa mungkin di hadapan Alma. Ia mencoba melupakan apa yang terjadi di antara mereka. Ia bukan pria bodoh yang akan terus mengejar jika sudah ditolak. Walaupun sulit, buktinya ia bisa melakukannya. Tapi, Alma kembali berusaha membuka pintu yang sudah hampir tertutup dengan cara yang paling ia benci. Ia takut menyalah-artikan sikap Alma sebagai perhatian, padahal nyatanya wanita itu kasihan padanya.

"Aku punya kenalan orang yang dapat menolongmu, dia dokter spesialis jantung terhebat di Jakarta," ucap Alma tak terpengaruh dengan perkataan kasar Leo. Entah kenapa hatinya ingin Leo sembuh, padahal ia orang asing di mata Leo, begitu pun sebaliknya.

"Alma, stop! Stop bersikap seakan  kau peduli padaku! Kau bukan siapa-siapa di hidupku!"

Alma hendak kembali membalas. Namun, tiba-tiba rintik air membasahi kepalanya lalu disusul dengan hujan deras. Leo menarik tangannya untuk berteduh di peternakan yang sudah sepi karena sudah jam pulang kerja. Alma terus menatap tangannya yang masih digenggam erat oleh Leo, hingga akhirnya pria itu sadar apa yang dilakukan dan melepaskan tangannya. Seharusnya Alma tak merasa kehilangan apapun saat pegangan tangan terlepas, toh ia bukan siapa-siapa Leo.

Mereka yang awalnya saling adu mulut, kini terdiam seakan-akan suara mereka menghilang bersamaan dengan turunnya hujan. Alma hanya diam sambil memperhatikan wajah Leo, ia pun menyadari bahwa kulit Leo memang pucat, terutama bibirnya. Leo yang merasa diperhatikan menoleh ke arah Alma. Wanita itu tetap memperhatikannya walaupun sudah tertangkap basah olehnya.

Leo tak bisa terus-terusan membiarkan Alma bersikap seperti ini. Lama-lama hatinya akan benar-benar luluh dan tak bisa melupakan wanita itu. Ia pun terpaksa melemparkan senjata terakhirnya untuk menghentikan Alma. Hal yang selama ini ia ketahui namun ia memilih diam karena takut kembali membuka luka di hati Alma.

"Kau tidak bisa menyelamatkan anakmu, sehingga kau berusaha menyelamatkanku kan? Tapi, perlu kau tahu, apapun yang kau lakukan akan percuma karena aku dan anakmu akan bernasib serupa."

Alma langsung mengalihkan pandangannya saat mendengar perkataan Leo. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak menangis, sehingga ia memutuskan menembus hujan agar Leo tak melihat air matanya. Air mata seorang ibu yang anaknya direnggut paksa darinya.

"Kau memang Bajingan," ucap Leo yang marah pada dirinya sendiri karena melukai Alma.

*****

Kembali menjadi asing dan tak saling bicara, sama seperti awal pertemuan mereka. Leo dan Alma saling menghindari satu sama lain. Bekerja di tempat yang sama sebagai atasan dan bawahan tak membuat keduanya mampu saling bicara atau bahkan berpapasan. Alma akan memilih jalur lain saat melihat Leo ada di sekitarnya. Leo akan memilih menyuruh karyawan lain soal pekerjaan, walaupun ada Alma di dekatnya.

Tak terasa sudah hampir tiga bulan mereka saling tak menyapa. Semuanya membaik. Baik untuk Alma maupun Leo. Baik untuk hati mereka yang sudah menaruh rasa pada satu sama lain. Namun, semua menjadi memburuk karena kondisi kesehatan Leo menurun. Beberapa kali Alma melihat dokter bolak-balik masuk rumah Leo. Ia juga mendengar cerita dari Sela bahwa kondisi jantung Leo semakin buruk. Leo juga sudah seminggu tak datang ke peternakan dan seseorang diperkerjakan untuk menggantikan posisi Leo.

Alma khawatir. Ia ingin melihat kondisi Leo, apalagi sekarang jarak mereka begitu dekat. Pak Danu memaksa Leo tinggal di rumah utama karena banyak yang bisa merawat dan menjaganya. Seluruh keluarga cemas dengan kondisi pewaris utama keluarga ini, apalagi Pak Danu juga sudah tua dan duduk di kursi roda. Harla terlalu kecil untuk mengemban beban sebagai pewaris utama, terlebih Pak Danu masih memegang prinsip zaman dahulu bahwa hanya anak laki-laki yang pantas menjadi pewaris.

"Belakangan ini kamu kelihatan gelisah. Ada sesuatu yang kamu pikirkan, Alma?" tanya Sela yang sedang menyiapkan makan malam untuk Leo. Alma menoleh dan menggelengkan kepalanya, ia tak mungkin mengatakan bahwa ia sedang memikirkan anak tiri sahabatnya.

Sela tahu sahabatnya berbohong, ia sebenarnya penasaran, namun Alma tak ingin memberitahunya. Ia tak mau memaksa sahabatnya bicara, mungkin Alma belum bisa menceritakan kegelisahannya. Ia hendak beranjak dari dapur untuk mengantar makan malam Leo, namun Alma menahannya.

"Bolehkah aku yang mengantar makan malam ini untuk Leo?" tanya Alma yang membuat Sela terdiam sesaat.

Tumben sekali Alma mau berurusan dengan Leo. Tiga bulan belakangan, Alma tampak begitu menjauh Leo hingga Sela menyadari ada masalah di antara mereka. Sela hanya mengangguk dan memberikan nampan pada Alma. Ia membiarkan Alma yang pergi menemui Leo, mungkin Alma ingin menyelesaikan masalahnya dengan Leo. Ia berharap jika keduanya sudah berbaikan, kondisi Leo bisa membaik. Entah kenapa ia merasa kondisi Leo memburuk karena memikirkan Alma.

*****

Tangerang, 12 Maret 2024

Mutiara HitamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz