Liya -Hancur Karenamu-

828 92 3
                                    

TARGET: 50 Vote.

Kalau belum mencapai target, aku engga akan update.
*****

Ia tak tahu apa yang terjadi pada Edelson hingga suaminya tampak murung beberapa hari ini. Bahkan, Edelson bekerja jauh lebih keras dari biasanya. Pola makan suaminya pun menjadi tak teratur dan lebih sering bergadang. Ia khawatir jika dibiarkan maka akan merusak kesehatan suaminya.

Berulang kali ia menanyakan apakah ada masalah, namun Edelson memilih mengelak dengan mengatakan tidak ada masalah. Edelson tak mau cerita padanya dan ia merasa dirinya tak penting untuk sang suami. Ia pun selalu menyiapkan makanan untuk suaminya, bahkan membawakannya ke ruang kerja saat Edelson tak turun untuk makan bersama. Namun, makanan itu tak pernah dimakan. Saat ia mengingatkan Edelson untuk istirahat, suaminya akan mengatakan banyak kerjaan yang harus diselesaikan. Ia seperti melihat sosok Edelson yang dulu saat pertama kali bertemu. Edelson yang tak peduli pada apapun kecuali pekerjaannya.

Ia pun berusaha mencari tahu alasan Edelson berubah dengan bertanya pada sekretarisnya namun sekretarisnya menjawab kondisi kantor sedang sangat baik setelah film terbaru mereka sukses secara komersial. Jadi, apa yang membuat suaminya seakan tak memiliki gairah hidup?

Liya merasa frustasi dengan kondisi Edelson dan rumah tangganya saat ini hingga memutuskan mengambil langkah gila dengan mabuk di ruang kerjanya. Para karyawan bersiap pulanh karena sudah jam pulang, pintu ruangannya tiba-tiba diketuk.

"Masuk," ucapnya dengan nada lemas sambil menyenderkan kepalanya ke meja.

"Bu, saya ingin memberikan surat pengunduran diri karena berniat berhenti bekerja dari restoran ini," ucap seorang wanita yang wajahnya buram. Terlalu banyak minum membuat Liya kesulitan melihat siapa lawan bicaranya dan hanya mengangguk pertanda setuju. Ia tak punya kekuatan untuk bertanya mengapa dia mengundurkan diri.

Suara dering ponselnya membuat Liya mengangkat panggilan tersebut. Saat mendengar suara orang yang meneleponnya, ia tahu bahwa Edelson meneleponnya. Setelah mengacuhkannya beberapa hari akhirnya suaminya menghubunginya, ia tampak senang saat Edelson menanyakan keberadaannya.

"Ada apa, Sayang? Kau merindukanku?"

"Liya, pulang. Ini sudah malam, kau lupa janji makan malam dengan keluargamu?"

"Aku sudah membatalkannya karena berpikir kau tak akan mau datang. Aku melakukannya karena kau mengacuhkanku beberapa hari ini. Aku menyayangimu, Sayang."

Liya berbicara dengan terbata-bata bahkan perkataannya di akhir melenceng dari topik pembicaraan. Ia mulai kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan diri karena alkohol dan tampaknya Edelson pun curiga.

"Kau dimana sekarang?"

"Di kantor, aku sedang bersama seseorang yang buram wajahnya. Entahlah siapa dia," ucap Liya sambil memperhatikan orang di depannya. Ia memijit keningnya yang terasa pening, ia pun merasa perutnya bergejolak dan mual.

"Kau mabuk?! Astaga, Liya. Bagaimana bisa kau meminum alkohol?! Berikan ponselmu pada orang di depanmu, aku ingin bicara padanya."

Liya hanya mengangguk berulang kali padahal Edelson tak akan bisa melihat anggukan kepalanya. Ia mengulurkan ponselnya pada orang di depannya yang bingung, terbukti dari pertanyaan yang keluar dari bibirnya.

"Ada apa, Bu?"

"Balas telepon suamiku, dia mau bicara padamu," jawab Liya.

Ia tak menyadari jika tubuh orang di depannya menegang saat menerima ponsel darinya. Ia pun tak kuat menahan rasa mualnya dan berakhir muntah. Mungkin karyawannya itu akan menganggapnya sebagai bos yang jorok setelah ini namun Liya tak peduli dan lanjut minum. Ia butuh pelampiasan atas rasa stressnya.

"Siapa pun dirimu, tolong bawa istri saya pulang ke rumah. Saya akan memberikan alamat rumah kami."

Belum sempat orang itu menjawab, Edelson sudah mematikan sambungan panggilan karena merasa marah pada istrinya yang mabuk. Orang itu menghela nafas pasrah saat melihat kondisi Liya yang mengenaskan. Ia pun terpaksa menghentikan mantan bosnya minum alkohol dan membopongnya keluar dari restoran. Ia kesulitan menuntun bosnya karena berat badan bosnya hampir sama dengannya, terlebih bosnya terus bergerak dan bicara tak jelas.

Setelah menggeledah isi tas mantan bosnya, ia menemukan kunci mobil dan menyetir mobil Liya untuk membawanya pulang ke rumah. Sebenarnya ia tak ingin melakukan ini namun ia terpaksa melakukannya karena tahu ini kesempatannya melihat pria yang ia cintai.

"Apa aku sekarang tak cantik lagi? Kenapa Edelson seperti tak mencintaiku?" tanya Liya yang tampak sedih lalu berlanjut menceritakan kondisi rumah tangganya beberapa hari belakangan pada wanita asing.

Wanita itu tersenyum senang melihat bagaimana menderitanya Liya, setidaknya bukan hanya dia yang menderita. Mengetahui Liya setengah sadar membuatnya nekat mengatakan hal yang selalu ingin ia katakan pada mantan bosnya.

"Mungkin saja suamimu berselingkuh dengan wanita lain di belakangmu. Kau terlalu naif karena menganggap suamimu adalah pria paling setia."

Jika saja Liya dalam keadaan sadar, mungkin perempuan itu sudah menamparnya atau bahkan membunuhnya. Tak ada wanita yang akan tertawa saat seseorang mengatakan suaminya berselingkuh, hanya wanita mabuk yang melakukannya.

Alma pun sadar bahwa ia hanya membuang tenaganya dengan bicara pada orang mabuk. Ia pun memilih diam dan fokus menyetir, dari pada merespon ucapan Liya yang melenceng jauh ke arah hobi. Ternyata alkohol bisa mengubah wanita seanggun dan setenang Liya menjadi wanita aneh dan bodoh.

Mobil Liya yang dikendarai oleh Alma berhenti tepat di depan gerbang yang tertutup, satpam langsung gerak cepat membukakan gerbang saat melihat mobil majikannya datang. Alma lanjut menyetir dan berhenti di depan bangunan lantai dua yang terlihat mewah.

Rumah bak istana dengan nuansa putih, terdapat taman yang luas yang ditanami bunga indah dan kolam renang. Rumah ini terlihat kokoh dengan pilar-pilar berukiran indah dan lampu teras yang mewah. Baru melihat bagian luarnya saja Alma sudah berdecak kagum, tempat tinggal Liya sangat nyaman, pasti dia hidup bahagia di rumah bak istana dan diperlakukun layaknya ratu. Sangat berbeda dengan dirinya yang tinggal di tempat sempit, sederhana, bahkan kotor. Tangan Alma mencengkram kuat stir mobil saat ingat bagaimana kehidupannya dulu dan membandingkannya dengan kehidupan Liya. Ia baru sadar terlalu lama berada di mobil saat seseorang mengetuk kaca mobil Liya.

Ia melihat Edelson berada di samping mobil, saat ia menoleh ke arah Liya ternyata dia sudah tertidur pulas. Tiga hari tak bertemu Edelson membuat Alma merindukan mantan kekasihnya. Edelson serius dengan perkataannya ingin mengakhiri hubungan mereka, nomornya diblokir dan akses menemui Edelson ditutup rapat oleh pria yang kini mengetuk kaca mobil untuk kedua kalinya.

Alma keluar dan melihat tatapan terkejut Edelson. Ia hendak bicara namun tertahan saat tangannya ditarik menjauh sedikit dari mobil, ia bisa melihat amarah di mata mantan kekasihnya. Rasanya menyakitkan saat ia harus menyebut pria yang dicintainya sebagai mantan.

"Apa mau kau? Kau sengaja kan membuat Liya mabuk?!" tuduh Edelson seakan dirinya adalah penjahat yang sudah pasti bersalah.

"Aku katakan tidak pun, kau tak akan percaya. Jadi, anggap saja aku yang melakukannya," balas Alma santai, walaupun hatinya tergores saat mendengar tuduhan Edelson. Sejahat itukah ia di mata Edelson?

"Berhenti bermain-main denganku atau aku akan memberikan perhitungan padamu," ancam Edelson.

Alma tak menemukan lagi sosok pria yang mencintainya dan bersikap lembut padanya, ia hanya menemukan pria kasar yang tidak menyukainya dalam diri mantan kekasihnya. Kesalahannya tidak berat, ia bahkan belum membalaskan dendamnya pada keluarga ayahnya atau membuat Edelson menceraikan Liya. Tapi, kenapa Edelson sangat membencinya seperti ini?

Alma tahu harusnya ia marah, benci, bahkan menampar Edelson atas semua perkataan kasarnya. Namun, ia malah bertindak bodoh dengan mencium mantan kekasihnya. Edelson bahkan mendorongnya agar melepaskan ciuman mereka, namun ia nekat terus mendekat dan mengalungkan tangannya ke leher Edelson, memperdalam ciuman mereka hingga Edelson luluh dan diam. Namun, ciuman itu terhenti saat suara Liya terdengar.

"Edelson, apa yang kau lakukan?"

*****

Tangerang, 28 Juli 2023

Mutiara HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang