Liya -Balas Dendam-

221 49 3
                                    

Jangan lupa vote, komen, dan follow. Baca di Wattpad gratis kok, cukup balas dengan dukungan kalian terhadap cerita ini. Hargai penulis ya.

*****

Sangat mudah bagi seorang Liyandra Khasan untuk mengetahui kehidupan Harini di masa lalu. Dugaannya benar bahwa Harini memiliki anak perempuan yang akhirnya dititipkan di panti asuhan karena wanita itu sudah meninggal. Anak tersebut kemungkinan besar adalah hasil hubungan gelap Harini dengan Faisal, ayah Liya. Anak mereka adalah orang yang sama dengan  penghancur rumah tangganya. Dulu, Harini berhasil membuat orang tuanya bercerai, tapi ia tidak akan membiarkan Alma berhasil memisahkannya dengan Faisal.

Liya memutuskan mengirim pesan pada Alma untuk bertemu. Ia pikir tadinya Alma tak akan membalas pesannya karena tak mau berhubungan dengannya lagi. Tapi, dugaannya salah. Alma membalas pesannya dan menentukan tempat pertemuan mereka di kos Alma yang berada di Kota Bandung.

Liya menyetujui tempat pertemuan tersebut dan berbohong pada Edelson bahwa ada rapat penting di Bandung. Edelson langsung percaya begitu saja. Ia pun bergegas pergi bersama supir. Selama tiga jam perjalanan, Liya tak berbicara sepatah kata pun pada supir. Perasaan emosi sedang menguasai dirinya karena itu ia tak mau melampiaskan emosi tersebut pada orang yang salah.

Sebuah kos berukuran kecil dan terlihat sangat sederhana menjadi tempat tinggal. Berbeda hal dengan tempat tinggal Liya saat ini. Ia mengetuk pintu kos tersebut dan Alma membukakan pintunya.

"Selamat datang, Bu Liya. Mari masuk," ucap Alma mempersilahkan Liya masuk dengan ramah. Tanpa Alma ketahui jika kedatangan Liya memiliki maksud buruk untuknya.

Liya masuk tanpa membalas ucapan Alma, sedangkan supir menunggu di luar. Alma merasa ada yang aneh dengan sikap Liya yang terlihat begitu dingin padanya. Alma berusaha berpikir positif bahwa Liya sedang merasa lelah karena perjalanan tiga jam. Ia pun menyuguhkan teh dan biskuit untuk mantan bosnya.

"Silahkan dimakan cemilannya, Bu. Maaf, saya hanya bisa menyediakan ini saja," ucap Alma. Alma sejujurnya penasaran dengan alasan Liya ingin minta bertemu, dalam pikirannya mungkin Liya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja.

"Kau meminta maaf untuk hal tidak penting. Namun, kau tidak meminta maaf karena mengambil Suamiku," balas Liya.

Alma terdiam membeku saat mendengar ucapan mantan bosnya. Dua minggu lalu, Liya belum mengetahui perselingkuhannya dengan Edelson. Lalu, kenapa sekarang Liya sudah mengetahuinya? Alma tak tahu harus mengatakan apa, bibirnya terasa begitu berat untuk sekedar bicara.

"Ada apa? Kau kaget? Kau pikir bangkai yang kau sembunyikan tak akan pernah kutemui kan?" tanya Liya tepat sasaran.

"Bu, aku minta maaf, aku memang salah tapi aku sudah berubah," ucap Alma.

Liya tertawa sebagai balasan, seakan-akan permintaan maaf dari Alma adalah candaan. Alma hendak kembali menjelaskan, namun Liya lebih dulu membungkamnya dengan teh ke arah wajahnya. Alma merintih kesakitan saat wajahnya terasa panah dan perih. Ia mencoba berteriak minta tolong, tapi ia tahu tak akan ada yang menolongnya. Alma mencoba kabur, tapi gerakan Liya lebih cepat. Wanita itu menghentikannya dengan menarik rambutnya lalu menyeretnya ke dapur.

"Wajah cantik ini yang menjadi alasan aku dan Ibuku menderita. Apa aku harus menggores wajah ini agar tak ada satu pun pria yang mengagumi kecantikanmu?" tanya Liya sambil mengusap pipi Alma yang memerah karena teh panaa tadi.

Alma yang tadinya hendak melawan langsung terdiam saat mendengar perkataan Liya. Bukan karena ia kaget Liya bisa bersikap sekejam ini, tapi karena tak mengerti maksud perkataan Liya.

"Apa maksudmu, Bu Liya? Aku akui aku menyakitimu, tapi aku bahkan tak mengenal Ibumu."

"Harini, kau mengenalnya bukan? Kau mewarisi kecantikan yang sama yaitu kecantikan wanita perebut suami orang," jawab Liya yang langsung dibalas gelengan kepala oleh Alma.

Alma menolak fakta yang diucapkan oleh Liya. Ia tak terima jika ada yang merendahkan satu-satunya keluarganya. Emosi menguasai dirinya hingga berhasil mendorong Liya dan mengambil pisau untuk berjaga-jaga. Alma tak akan menyakiti Liya, bahkan dorongannya pada wanita itu tak terlalu kuat karena ia khawatir pada janin di perut Liya. Seburuk apapun Liya memperlakukannya hari ini, Alma tak akan membalasnya karena sadar bahwa ia memang bersalah.

"Cukup, Bu Liya! Aku terima kau menghinaku dan menyakitiku. Tapi, tidak dengan Mendiang Ibuku," ucap Alma.

Liya yang menyadari bahwa Alma memiliki kekuatan yang lebih darinya memutuskan mengubah strategi. Ia bisa kalah dan berakhir terluka jika terus menantang Alma. Ia mulai memanfaatkan kisah masa lalu untuk membuat Alma tak berdaya.

"Kau marah pada kebenaran? Kau pikir kenapa kau tidak diakui sebaik anak oleh Mendiang Ayahku? Itu karena statusmu sebagai anak haram! Ibumu alasan Ayahku menceraikan Ibuku! Ibumu alasan Ayahku meninggal akibat penyakit seksual! Sekarang kau menjadi alasan aku hancur! Sekarang aku mengerti kenapa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Anak dari perempuan murahan akan tumbuh menjadi perempuan murahan juga," balas Liya berteriak pada Alma. Liya melampiaskan semua rasa sakitnya dengan menyakiti Alma.

Pisau di tangan Alma terlepas begitu saja saat Liya melempar beberapa foto masa lalu, termasuk foto pengadilan perceraian orang tua Liya dan ada ibunya di sana sedang tersenyum. Alma tak mampu lagi melawan atau menentang ucapan Liya karena memang yang diucapkan wanita itu adalah kebenaran. Ia hanya bisa meneteskan air mata saat mengetahui bahwa ternyata bukan Liya dan keluargannya yang penjahat, melainkan ibunya dan Alma sendiri.

Ia pun teringat pada semua dosa yang ia lakukan dengan suami kakaknya sendiri. Ia merasa begitu kotor dan menjijikan karena telah melakukan hal yang sama seperti yang ibunya lakukan. Hal itu pula yang menjadi alasannya menerima tamparan, pukulan dan tendangan bertubi-tubi dari Liya.

Liya bagai orang kesetanan terus menyakiti Alma. Ia bahkan tak peduli jika tubuh Alma sudah lebam dan berdarah. Ia bahkan hendak menusuk pisau ke perut Alma saat wanita itu sudah tak sadarkan diri. Beruntungnya supir Liya menerobos masuk ke dalam karena khawatir mendengar suara teriakan dan rintihan kesakitan. Supir Liya mencoba menghentikan wanita itu menjadi seorang pembunuh.

"Bu, sadar. Ingat, Tuhan. Dia udah hampir mati, Bu," ucap supir tersebut membuat Liya langsung sadar dan melempar pisau itu sejauh mungkin. Liya menatap tak percaya pada Alma yang kondisinya sangat memprihatinkan. Ia menatap tangannya sendiri yang terkena darah Alma lalu berteriak histeris karena rasa bersalah.

Ia telah menjadi penjahat yang melukai saudaranya sendiri.

*****

Tangerang, 14 Februari 2024

Mutiara HitamWhere stories live. Discover now