Leo -Drop-

194 43 0
                                    

Hening dan sepi. Itulah yang Alma rasakan saat masuk ke dalam kamar Leo. Ia dapat melihat Leo sedang tertidur di atas ranjang dengan dengan selimut menutupi sebagian tubuh pria itu. Leo pasti merasa kedinginan karena di luar hujan. Ia meletakkan nampan di atas nakas. Harusnya ia segera pergi dari sini, bukannya berjalan mendekat ke arah Leo yang belum bangun.

Ia hanya diam setelah berada di dekat Leo. Tak bersuara atau bergerak sedikit pun. Hanya menatap wajah dan bibir Leo yang semakin pucat. Pria itu terlihat ringkih dan lemah saat sedang tertidur. Apa karena penyakitnya? Atau memang sebenarnya Leo selemah ini tapi begitu lihai bersikap kuat?

Alma merasa sudah cukup melihat kondisi Leo. Ia tak mau pria itu bangun dan melihatnya ada di kamarnya. Ia hendak keluar dari kamar Leo, namun terlambat. Pria itu terbangun dan memanggilnya.

"Alma. Benarkah kau itu?"

"Iya. Aku datang untuk mengantar makan malammu. Sela menyuruhku karena dia ada keperluan lain," jawab Alma berbohong. Ia mengejek Leo yang berbohong padanya soal makanan tempo lalu, padahal ia sendiri melakukan hal yang sama.

Alma berdiri dengan canggung. Ingin segera pergi tapi takut dianggap tak sopan. Ia melihat Leo berusaha bangun dan hampir terjatuh, alhasil ia segera bergerak untuk membantu pria itu berdiri. Bahkan untuk berdiri saja, tubuh Leo tak kuat melakukannya.

"Kau duduk saja. Kau membutuhkan sesuatu? Biar aku ambilkan," ucap Alma dengan nada khawatir.

"Aku bisa sendiri. Kau pergi saja," balas Leo dengan tatapan datar dan nada dingin.

Alma terpaksa melepaskan tangannya dari tubuh Leo karena pria itu sudah mendorongnya menjauh. Ia tahu jika Leo berusaha menjaga jarak dengannya. Ia pun memutuskan pergi sesuai keinginan pria itu. Saat ia hendak membuka pintu, ia mendengar suara terjatuh. Ia menoleh dan mendapati Leo tergeletak di  lantai dan makanan di atas nampan berserakan.

"LEO!" teriak Alma lalu berlari menghampiri Leo yang sudah tak sadarkan diri. Alma berusaha membangunkan Leo dengan menepuk pipinya dan mengguncang tubuhnya, namun Leo tak kunjung bangun. Ia juga mencoba memeriksa detak jantung Leo, namun ia tak mendengar detak jantung pria itu. Alma menangis karena khawatir jika Leo telah meninggalkannya.

"Leo, bangun. Jangan pergi seperti ini. Jangan buat aku merasa bersalah karena tak sempat mengatakan bahwa aku mulai mencintaimu. Beri aku kesempatan sekali saja untuk memperbaiki kesalahanku yang menolak dirimu," ucap Alma dengan nada lirih dan mata berkaca-kaca.

Melihat kondisi Leo seperti sekarang, ia baru sadar bahwa ia sudah jatuh hati pada kebaikan pria itu. Namun, selama ini berusaha untuk menolak perasaan itu karena takut merasakan sakit untuk kedua kalinya. Tapi, saat melihat Leo tak sadarkan diri, ia baru memahami bahwa ia lebih takut kehilangan Leo selamanya, dibandingkan takut sakit hati karena tak bisa bersatu dengan Leo. Alma bergegas memanggil semua orang agar Leo bisa segera di bawah ke rumah sakit.

Danu yang cemas dengan kondisi putranya menyuruh supir menyiapkan mobil, sedangkan pembantu menyiapkan tas berisi barang-barang Leo selama dirawat nantinya. Danu juga menelepon rumah sakit di Jakarta untuk menyiapkan ruangan dan dokter untuk menangani Leo. Alma melihat Leo dibawa ke dalam mobil, ia ingin ikut, tapi ragu.

"Alma, kau tak ingin ikut bersama kami?" tanya Sela yang dibalas gelengan kepala oleh Alma.

Alma sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menginjakkan kaki di Jakarta lagi. Ia juga tak siap dengan kemungkinan bertemu dengan Edelson. Jakarta memang luas, kemungkinan bertemu kecil, tapi ia sudah sering dipermainkan oleh takdir. Ia tak mau terjebak pada kemungkinan apapun yang menyangkut Edelson. Takdir sangat suka mempertemukannya dengan masalah, jadi lebuh baik ia menghindari masalah itu sejauh mungkin.

"Ibu minta tolong jaga Harla selama kami di kota ya, Nak," ucap Bu Sari yang dibalas anggukan kepala oleh Alma.

Alma berusaha menahan Harla yang terus menangis dan memaksa ingin ikut mengantar Leo ke rumah sakit. Remaja perempuan itu tampak begitu menyayangi dan khawatir dengan kondisi kakak satu-satunya tersebut. Alma memeluk Harla dan berusaha menguatkannya, padahal ia sendiri lemah. Mobil Alphard berwarna putih tersebut bergerak menjauh dan perlahan-lahan menghilang.

"Kak Alma, Kak Leo akan baik-baik saja kan? Kak Leo engga akan meninggalkan aku kan?" tanya Harla dengan nada serak dan pelan.

"Engga, Harla. Leo akan baik-baik saja. Dia engga bisa meninggalkan kita seperti ini," jawab Alma dengan tatapan penuh keyakinan.

Alma berharap keputusannya tak ikut mengantar Leo ke rumah sakit bukanlah keputusan yang salah. Ia harap Leo akan kembali ke rumah dengan kondisi baik-baik saja. Ia harap bukan suara sirine ambulance yang mengantar Leo ke rumah. Ia harap bendera kuning tak akan terpasang di rumah ini. Ia harap Tuhan memiliki sedikit belas kasihan untuk tidak mengambil Leo darinya.

Jika semua yang diharapkannya tak terwujud dan kematian Leo yang terjadi. Maka seumur hidup ia akan merasa bersalah dan menyalahkan dirinya karena belum bisa mencintai Leo seutuhnya. Nyatanya kenangan Edelson masih belum bisa ia lupakan, walaupun hatinya mulai mengukir nama Leo.

*****

Tangerang, 13 Maret 2024

Mutiara HitamWhere stories live. Discover now