9. Saatnya memanggang dan membuat kenangan baru!

196 152 629
                                    

Chapter 9
🌻 Saatnya memanggang dan membuat kenangan baru!🌻

Rasa lelah membuat Caramel hanya ingin berleha-leha saja di sofa empuk ruang keluarga Nenek Ingrid. Caramel sadar pada dasarnya dia memang tidak melakukan apa pun, apalagi sampai membantu Nenek berkebun. Alih-alih membantu, Caramel merasa dia malah membuat kacau. Tapi tetap saja ia merasa lelah; bukan karena pekerjaan fisik, tapi karena tekanan mental yang terus mengusik ketenangannya.

Seperti dapat mengerti perasaan Caramel, saat ia masuk rumah lewat pintu belakang, Nenek menepuk punggungnya sambil berkata, “Jangan menyalahkan dirimu sendiri atas permasalahan yang berada di luar kendalimu.” Tentu saja. Namun kata-kata Nenek belum cukup untuk membuatnya merasa sepenuhnya membaik.

Awalnya Caramel berpikir kalau ia telah rusak dan perlu diperbaiki. Namun sekarang ia tersadar bahwa tak ada yang rusak dari dirinya. Dan itu juga berarti tak ada yang perlu diperbaiki. Hanya saja, Caramel tak merasakan apa-apa selain kehampaan; kekosongan—kosong melompong macam kepompong yang telah ditinggalkan oleh kupu-kupu. Maka dari itu ia butuh sesuatu untuk mengisi kekosongan itu. Namun kekosongan itu diciptakan oleh kepergian ayahnya. Dan Caramel tahu satu-satunya yang dapat mengisinya kembali hanyalah Ayah. Tapi, ia juga tahu Ayah tak akan bisa mengisinya lagi, karena Ayah tak akan pernah kembali.

Lukisan Beatrix yang menggambarkan masa depan Arcadia yang hancur di tangannya juga membuat Caramel semakin merasa sakit. Rasa sakit itu seakan hidup dalam dirinya, tumbuh cepat bersamaan dengan rasa hampa yang sudah lebih dulu menempati hatinya.

Caramel tidak takut pada lukisan itu. Itu hanya lukisan; sebuah cat warna-warni yang ditaruh di atas kanvas putih. Yang membuat Caramel takut adalah arti dari lukisan itu. Apalagi setelah ia tahu kalau penggambarannya berdasarkan penglihatan masa depan seorang dukun. Tapi yang paling membuat Caramel takut sebenarnya adalah bisikan-bisikan dan tatapan-tatapan keji yang mengikutinya ke mana pun dia pergi. Caramel takut semua orang akan berpaling darinya, menjauhinya, dan menganggapnya sebagai musuh.

Caramel tahu dia tak mungkin menghancurkan Arcadia. Seperti yang dikatakannya pada Feather, ia tak punya alasan untuk melakukan itu. Caramel menyukai Arcadia yang penuh misteri dan sihir-sihir ajaib. Terlebih lagi karena Arcadia adalah tanah kelahiran ayahnya yang paling ia cintai.

Untuk saat ini Caramel hanya ingin bersantai di sini, di bawah bayang-bayang kenyamanan di dalam rumah neneknya yang memberinya rasa aman.

Ruang keluarga Nenek terasa begitu nyaman. Terdapat lampu kecil berbentuk pohon jeruk di samping sofa yang ditempati Caramel, lampu itu menyorotkan sinar berwarna oranye muda dari tiga buah jeruk yang menggelantung di batang buatan itu. Lampu utama dimatikan, membuat ruang keluarga itu dipenuhi oleh cahaya oranye muda yang berpendar dari pohon jeruk palsu. Angin malam yang sejuk menerobos masuk melalui jendela kecil yang berada di sisi kiri Caramel, membuat kulitnya meremang ketika udara menjadi semakin dingin. Karpet berbulu berwarna putih gading menggelitik Caramel saat bulu-bulunya bergesekan di sela-sela jari kakinya yang telanjang.

 Karpet berbulu berwarna putih gading menggelitik Caramel saat bulu-bulunya bergesekan di sela-sela jari kakinya yang telanjang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
As Sweet As Caramel Where stories live. Discover now