20. Cornelia Celestia

112 54 437
                                    

Chapter 20
🌻 Cornelia Celestia🌻

Sepanjang pagi, Caramel tak henti-hentinya menunggu kedatangan Miranda si burung dara pengantar surat. Kemarin Miranda berjanji akan memberikan surat balasan dari ibu Caramel pada pagi hari. Caramel juga memberikan Miranda alamat rumah Nenek Ingrid agar burung itu bisa langsung mengantarnya ke rumah. Namun, bulu putih Miranda serta tas birunya yang berisi surat-surat tidak kelihatan rupanya.

Kekhawatiran Caramel memuncak, mulai membayangi aktivitasnya. Dia jadi tidak fokus saat mendengar apa yang pelanggan bakery-nya mau. Ketika ada yang memesan roti isi nanas, Caramel malah memberikan sandwich keju dan selada. Saat ada yang menginginkan kue pencuri waktu, Caramel malah mengambil donat gula mengantuk. Untung saja pelanggan itu tidak sempat memakannya, karena kalau tidak, bisa berabe urusannya.

“Biar aku saja,” kata Stone.

Kini Stone sudah lebih paham bagaimana cara melayani pelanggan. Setelah kejadian kesalahpahaman yang melibatkan Stone, Nyonya Polaris, dan roti isi stroberi, Stone menjadi lebih berhati-hati. Caramel senang dengan kehadiran Stone di sini. Stone benar-benar pengertian dan perhatian. Dia senantiasa memberikan Caramel dukungan penuh.

“Terima kasih, Stone.” Caramel pergi dari bakery untuk beristirahat di rumah Nenek Ingrid.

Melewati dapur, Caramel melihat secarik kertas di atas meja. Isinya adalah hasil penjualan stroberi dan teh. Caramel duga itu pasti dari Marvin. Ah, lagi-lagi Marvin Pine.

Satu-satunya yang mengalihkan perhatian Caramel dari Marvin hanyalah surat balasan Ibu. Kalau saja ibu Caramel bisa dipastikan baik-baik saja, dia pasti sudah menghabiskan waktunya untuk memikirkan Marvin.

Caramel tak pernah mengira ia akan mengatakan ini. Meski awalnya menolak dan membantah pemikirannya sendiri, sesuatu yang sudah jelas datang dari hati seseorang haruslah diutarakan. Marvin bagaikan hasil akhir dari pertunjukan pesulap; sebuah kejutan yang membuat orang menunggu dengan jantung berdegup kencang. Itu membuat Caramel bertanya-tanya apa lagi yang akan ia temukan dari Marvin jika mereka menjadi lebih dekat.

Danau kesaktian dan air terjun kemasyhuran memanglah sangat indah, tapi senyum serta tawa Marvin Pine jauh lebih menarik. Kalau Caramel bisa duduk termenung sambil melihat bunga-bunga lotus di permukaan danau selama satu jam, dia bisa memandangi kulit keemasan serta mata biru Marvin selama dua jam.

Ke mana saja Caramel selama ini? Kenapa dia baru tersadar kalau Marvin ternyata setampan itu.

Caramel tak pernah memuji seorang lelaki dengan sebutan ‘tampan’. Baginya, laki-laki hanya pantas dipuji dengan ‘beradab’, ‘penuh wibawa’, atau ‘cerdas’. Dan, Marvin tidak punya ketiga perangai itu. Tapi, demi Marvin, Caramel rela menambahkan satu kosa kata ke dalam kamus pujian untuk para lelaki, yaitu: tampan.

Namun, setelah dipikir-pikir, Marvin tidak buruk-buruk amat. Memang harus diakui, dulu Marvin menolak menatap Caramel, selalu menghindarinya, dan bersikap sombong serta jutek. Tapi, Marvin yang sekarang agaknya telah menjelma menjadi sesosok lelaki yang jauh lebih dewasa. Caramel penasaran apa yang membuatnya berubah begini. Apa pun alasannya, Caramel senang Marvin kini mulai dekat dengannya.

Saking fokusnya Caramel memikirkan Marvin, dia tidak sadar seekor burung dara memanggil namanya sedari tadi.

“Surat untuk Caramel Celestia!” Caramel mengenal suara Miranda yang nyaring.

Caramel buru-buru keluar rumah dan menemukan sang burung dara pengantar surat di halaman masuk. Dengan menggebu-gebu, Caramel mengambil surat itu dari tangan Miranda. Dia bahkan sempat lupa untuk mengucapkan terima kasih. Kemudian, Caramel kembali ke ruang keluarga untuk membuka surat.

As Sweet As Caramel Where stories live. Discover now