10. Jamur merah bertotol putih

176 142 627
                                    

Chapter 10
🌻Jamur merah bertotol putih🌻

Pagi itu Caramel membantu Nenek memasak di dapur.

Petunia dan Stone kembali dari toko setelah membeli santan dan daun salam. Nenek memasukkan santan dan daun salam itu, juga air kaldu dan garam ke dalam panci berisi beras. Asap putih menyeruak dari dalam panci, melayang-layang ke udara hingga memenuhi dapur dengan wangi masakan yang khas. Kemudian Nenek merebus semuanya dan menunggunya sampai matang.

Setelah selesai, Caramel menata mangkok di atas meja dan mulai memindahkan isi pancinya ke dalam mangkok-mangkok itu. Satu buat Nenek, satu buat Caramel, dan dua mangkok mini buat Petunia dan Stone. Caramel menaburkan bawang goreng di atas mangkok sebagai tambahan.

Bubur hangat pagi hari sudah jadi.

Nenek duduk di kursi makan sementara para peri mengambil kursi kecil dan meja kecil milik mereka ke atas meja. Caramel menyerahkan mangkok itu di depan Nenek dan para peri. Wajah mereka menyala bercahaya, tidak sabar ingin menyantap makanan yang sudah disajikan.

Caramel duduk di hadapan Nenek dan mulai menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya.

“Hmm ... enak!” kata Caramel di tengah-tengah kunyahannya.

Nenek tertawa kecil. “Tentu saja. Nenek yang masak.”

Para peri juga terlihat puas dengan masakan Nenek.

“Jangan kaget, Stone,” kata Petunia. “Makanan buatan Nenek memang selalu enak.”

Stone mengangguk. “Sayang sekali aku baru keluar dari villa para peri. Caramel, kau tidak datang dari dulu, sih. Coba saja aku sudah menjadi perimu sejak lama. Aku pasti bisa menyantap makanan enak buatan Nenek dan buatanmu juga.”

Caramel tersenyum dan terkekeh melihat perubahan sikap Stone yang kini menjadi lebih terbuka dan santai. Peri itu memang masih sedikit kikuk dan canggung, tapi jika diajak bicara, dia sudah tidak terlalu diam dan juga tidak bersikap terlalu formal.

Setelah selesai makan dan perut mereka penuh karena kekenyangan, Caramel membuat minuman penutup yaitu strawberry smoothie. Caramel mengambil strawberry segar yang dipetik langsung dari kebun strawberry belakang rumah Nenek. Lalu ia memberikan strawberry smoothie yang dibuatnya pada Nenek, Petunia, dan Stone.

Melihat ekspresi puas yang terpancar dari raut wajah Nenek, Petunia, dan Stone membuat Caramel mengingat wajah-wajah pelanggan yang biasa datang ke bakery-nya. Caramel begitu merindukan semua momen yang diciptakan dari kehangatan bakery dan kebaikan para pelanggan. Caramel hafal betul ekspresi-ekspresi mereka. Ada yang kelelahan setelah bekerja, ada yang riang karena datang bersama kekasih, ada juga wajah-wajah pagi hari yang masih sarat akan kehidupan malam yang belum siap mereka tinggalkan.

Namun yang Caramel ingat sekarang adalah Blu dan ibunya. Mereka adalah pelanggan pertama Caramel di hari yang sama dengan meninggalnya Ayah. Bagaimana mungkin ia melupakan wajah-wajah itu?

Caramel ingat betul perbedaan ekspresi ibunya Blu saat di pagi hari ketika membeli roti tawar dan malam hari ketika dia terjebak di api dalam bank. Sungguh aneh melihat orang yang sama namun dengan raut wajah yang begitu berbanding terbalik. Sama seperti Caramel; pagi itu saat mengetahui ia berulang tahun, Caramel senang bukan main, begitu bahagia sampai ia merasa kalau dunia telah berada di sisinya dan mampu ia genggam, namun ketika mengetahui kejadian apa yang telah menimpa ayahnya, Caramel langsung terlempar keluar dari dunia fantasi yang sebelumnya telah ia raih, kembali ke kenyataan bahwa dunia tidaklah lebih dari tempat tinggal suram yang terkutuk.

Namun kepergiannya ke Arcadia membuat Caramel sedikit membaik. Bertemu Nenek, Aveline, para hewan dan para peri menyadarkan Caramel bahwa masih ada tempat yang aman di sisi lain dunia. Bahwa mungkin melihat ke arah yang berbeda bukanlah ide yang buruk. Caramel hanya harus berhati-hati pada hal-hal aneh yang dapat terjadi di luar kendalinya. Seperti penglihatan masa depan milik Beatrix yang dilukis dan dibagikan agar orang-orang dapat melihatnya.

As Sweet As Caramel Where stories live. Discover now