18. Tuan Pine, Tuan Danilo, dan Permen Cinta

133 92 465
                                    

Chapter 18
🌻Tuan Pine, Tuan Danilo, dan Permen Cinta🌻

Marvin Pine yang dikenal orang-orang adalah lelaki muda serampangan yang hanya mendapatkan pekerjaannya karena ayahnya punya kuasa. Namun, Marvin mengenali dirinya lebih dari sekadar itu.

Marvin tahu dia terkadang bisa terlihat terlalu sembrono dan ceroboh. Tetapi, paling tidak, setiap dia ingin menemui Caramel Celestia, dia selalu memilih kemeja yang sudah disetrika, sepatu yang sudah disemir, dan ekspresi wajah yang sudah dilatih sebelumnya.

Namun ternyata itu semua tidak menjamin keberhasilannya. Alih-alih menganggapnya sebagai pria dewasa yang menawan, Caramel malah berpikir bahwa dia membencinya. Padahal, Marvin mencintainya.

Marvin Pine mencintai Caramel Celestia sejak kali pertama dia menjatuhkan tatapannya pada mata cokelat gadis itu yang berkilauan. Memang benar dia hampir saja mencelakai Caramel pada hari pertama kedatangannya di Arcadia. Tapi, Marvin dapat bersumpah atas nama Dewi Persephone bahwa dia tidak berniat melakukannya. Itu semua hanyalah prosedur yang sudah diberikan bagi seorang penjaga desa bila mereka melihat orang asing datang.

“Kamarmu sedikit bau, kau tahu?” Kejora menyindir Marvin dari luar kamarnya. Kelihatannya peri itu baru selesai menyihir tanaman di luar rumah pohon Marvin. Kekuatan Kejora bertambah pesat sejak kali pertama mereka bertemu.

Marvin memakai sepatu bot untuk bekerja. “Kau pasti sudah ingin mengatakan itu sejak masuk ke sini untuk pertama kalinya.”

Kejora mengangguk dan terkekeh. “Kalau aku laporkan ke Kepala Desa, kira-kira apa yang akan dia katakan?”

“Dia akan mengatakan kalau aku tak pantas jadi anaknya. Dan, aku tahu itu, kok. Aku tidak bodoh-bodoh amat.”

“Omong-omong, kau kenapa kelihatan senang sekali?”

Marvin tidak menyadari dia telah tersenyum lebar sejak tadi. Ketika mendengar pertanyaan Kejora, Marvin langsung menurunkan senyumnya. Marvin merasa begitu bahagia karena kemarin dia berhasil mengajak Caramel jalan-jalan. Meskipun rencananya akan dilaksanakan besok. Namun, itu tak apa. Menunggu dua hari bukanlah hal yang sulit untuk dilakukannya ketika dia sudah menyimpan perasaannya sendiri selama berbulan-bulan.

Pertama kalinya mereka berjalan-jalan, mereka pergi keluar Arcadia. Awalnya Marvin merasa begitu bersemangat, namun saat tahu dia hampir saja melewatkan matahari dan dikejar elang, Marvin menjadi begitu menyesal membiarkan Caramel keluar Arcadia. Jika dia tidak berhati-hati, Caramel bisa kenapa-napa. Dan itu semua salahnya. Benar kata Rocky, seharusnya sebagai penjaga desa dia bisa menjaga Caramel.

Marvin juga merasa tidak enak hati sangat mengetahui Kakek Ash memarahi Caramel karena mereka diam-diam mencari tongkat keagungan. Jadi dia berbohong demi menyelamatkan gadis itu dari omelan Kakek Ash yang menyeramkan.

Marvin akhirnya memutuskan untuk menghindari Caramel karena tahu gadis itu pasti membencinya karena sikapnya yang selalu ceroboh dan seakan tak punya tata krama. Bukannya dia ingin membela diri, tapi Marvin merasa bahwa itu mungkin bukan sepenuhnya salah dia. Marvin tak punya ibu dan tak pernah memiliki sosok pengganti yang dapat memberikannya kasih sayang layaknya seorang ibu. Satu-satunya yang dapat dia contoh hanyalah ayahnya. Namun, ayah Marvin sudah tak punya minat untuk membacakannya dongeng sebelum tidur, atau menyanyikan lagu anak yang wajib dibawakan orangtua, atau bahkan sekadar basa-basi penuh canda semenjak dia memiliki pekerjaan di pemerintahan saat usia Marvin bahkan belum menginjak 6 tahun.

“Kau sudah bilang pada Caramel kalau kau menyukainya?”

“Belum.”

“Kenapa tidak cepat-cepat kasih tahu dia? Kalau tidak, seseorang akan merebutnya dan jika saat itu telah terjadi, jangan salahkan aku karena aku sudah mengingatkanmu.”

As Sweet As Caramel Where stories live. Discover now