Bab 17. Terlanjur Tau

558 17 2
                                    

"Selesaikan makananmu lalu pergilah ke kamar, aku harus menyelesaikan pekerjaanku setelah ini," jelas Fariz sambil menatap Alisba yang saat ini mendiamkannya.

"Kamu benar-benar menelantarkanku di hotel. Setelah kamu pergi, aku juga akan pergi ke rumah—"

"Alisba, cukup. Aku tidak bisa mengajakmu pulang ke rumah karena Dinda belum tau tentang hubungan kita. Jadi, jangan pernah mendekati Dinda kecuali dari izinku."

"Kamu mencintainya?" Gumam Alisba tak percaya, "Padahal dulu mendiang ibu pernah bilang kalo tidak ada cinta di antara kalian berdua. Sekarang apa yang ku lihat—"

"Seberapa sering kamu menguntitku dari dulu?" Potong Fariz berhasil membuat Alisba tercekat diam.

"Ak—"

"Apa kamu juga yang meminta pernikahan ini kepada ibu?"

"Tidak, aku—"

"Seandainya kamu tidak meminta, hidup kita akan sama-sama damai sekarang."

"Jadi, maksudmu hidupmu tidak damai karena pernikahan kita?"

"Menurutmu?"

Alisba meremas sendok yang ada di jemarinya. Ia tak menduga Fariz akan jujur seperti ini, perkataannya selalu ketus dan tidak pernah memikirkan perasaan Alisba.

"Pergilah, apa gunanya kamu di sini jika kamu sendiri tidak nyaman melakukannya?" Putus Alisba memilih sabar dan tegar.

"Sadarlah, kita tidak seperti anak-anak lagi!" Fariz berdiri dari duduknya, bersiap pergi.

"Dan ingatlah, istri kamu sekarang bukan hanya Dinda tapi aku juga," peringat Alisba ikut berdiri, menatap Fariz cukup kecewa.

Setelah itu Alisba melangkah pergi dari sana. Tentu saja hal itu membuat atensi Fariz hanya tertuju padanya hingga akhirnya di pintu masuk restoran, tubuh Alisba tiba-tiba ambruk dan pingsan.

Terkejut, Fariz merasa aneh segera mendekat. Untung saja suasana restoran cukup sepi sehingga tidak ada yang melihat kejadian itu. Tubuh gadis itu sedikit terasa panas, ia segera membopong tubuh Alisba menuju kamar yang ada di lantai 5, kamar nomor 85. Ia tidak tahu jika Alisba sedang jatuh sakit sekarang.

Padahal Fariz tidak tahu, itu hanya omong kosong Alisba agar ia tidak jadi pergi dan tetap bersamanya.

Di sisi lain, terlihat sosok perempuan sedang melamun di tempat. Dini diserbu pertanyaan dari berbagai sudut tentang kejadian yang baru ia lihat di depan mata kepalanya sendiri.

Fariz dan seorang perempuan asing, semua percakapan mereka masih tercetak jelas di aliran saraf otaknya. Jadi, apa sebenarnya yang tak Dini ketahui tentang hubungan Fariz dan Dinda?

Tanpa sadar air matanya perlahan menetes merasakan kesedihan yang amat dalam. Ia hanya menyimpulkan satu hal bahwa saudara kembarnya yang sempurna, ternyata dikhianati oleh suaminya sendiri?

Hati Dini benar-benar remuk, ia tak menyangka pria yang ia kagumi akan melakukan hal sebejat ini. Apakah ini jawaban dari semua doanya? Tuhan tidak menakdirnya menikah dengan Fariz karena hanya Dinda yang kuat menghadapi ujian poligami. Jujur saja, ia salah satu wanita yang menolak tegas adanya poligami. Prinsip yang ia pegang adalah jodohnya hanya satu dan tidak ada yang boleh memilikinya selain Dini.

"Apakah kamu menangis karena takut sendirian di sini?"

Deg

Zahid tertegun saat Dini tiba-tiba memeluk pinggangnya erat lantas menangis sesegukan di dalam dekapannya.

Baru kali ini Zahid melihat sisi lemah dari wanita tegas dan bijak seorang Dini. Terdengar tangis gadis itu begitu lirih sampai menyayat hatinya, ia jadi merasa bersalah dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Sujud Terakhir Where stories live. Discover now