Bab 29. Pernikahan

668 20 0
                                    

Dinda mencoba menyelesaikan laporan pertanggungjawaban untuk acara milad (ulang tahun) kemarin.

Plak

Ia melirik surat yang baru saja terdampar di atas mejanya. Terlihat Fidah datang dengan wajah penuh semangat seolah-olah ada sesuatu yang berharga di dalam surat tersebut.

"Aku tidak akan tertipu lagi, kali ini aku tidak akan percaya dengan surat-suratmu!"

Sejak kepergian Fariz, seringkali Fidah menggodanya dengan memberikannya beberapa surat dengan rentang waktu setiap bulan. Padahal isinya ditulis oleh Fidah, tapi Dinda mudah sekali tertipu olehnya. Bodohnya lagi selama satu tahun ini Dinda malah terus mengulangi kesalahannya untuk mempercayai gadis itu.

"Kali ini asli dari Fariz," ucapnya begitu semangat.

Dinda menggeleng cepat bahkan melempar surat itu ke bak sampah yang ada di sisinya.

"Astaghfirullah, Dinda, nanti kamu kualat lho gak nerima surat dari calon suami kamu!" Ucapnya geram kembali mengambil surat itu.

"Calon suami? Aku tidak akan menikahi pria yang jelas-jelas mencintai orang lain di hatinya. Dan aku tidak akan pernah percaya lagi dengan surat-surat kamu."

"Aku kan sudah minta maaf soal itu Dinda. Kali ini aku beneran, tadi waktu ke sini Fariz nitip surat ini buat kamu."

"Dan itu juga yang kamu katakan dulu, Fidah. Kamu bilang sama persis, jadi aku tidak akan bisa dibohongi lagi."

"Astaghfirullah, Dinda, aku beneran. Kalo kamu gak mau biar aku bacain sekarang."

"Gak perlu."

Fidah tidak menghiraukannya, ia tetap membuka surat itu lantas membukanya lebar-lebar.

"Hah? Menikah? Kamu dilamar?!" Fidah berekspresi kaget, berulang kali ia membaca surat itu lalu mengucapkan kalimatnya lagi.

Untung saja suasana kantor sepi sehingga tidak ada yang mendengar ocehannya. Dinda terus acuh, seperti pendiriannya ia tidak akan percaya lagi.

"Ini cincinnya," ucap Fidah meletakkan sebuah cincin bermata satu di atas meja Dinda.

Fokus Dinda mulai terganggu, ia menatap cincin itu lantas melirik Fidah dengan tatapan seolah mencari kebohongan di matanya.

"Apa aku kelihatan berbohong?"

"Mana mungkin Fariz melamar seperti ini? Cepat berikan suratnya," balas Dinda akhirnya terbujuk ingin membaca surat itu.

Dinda mulai membaca satu persatu kata yang tertulis di sana. Terlihat Fidah malah tertawa kencang sampai-sampai tidak mampu berdiri lagi.

"Kamu berbohong lagi?!" Fidah mempermainkannya dan ia tertipu lagi, ia meremas-remas kertas itu lalu melemparnya ke bak sampah.

"Lagian oangnya sudah ada di sini, ngapain kirim surat segala?" Goda Fidah tak berhenti tertawa karena berhasil membuatnya kesal.

"Bodo amat, kalo aku beneran nikah sama Fariz aku gak bakal ngundang kamu!" Tekan Dinda murka lantas pergi meninggalkannya.

"Emang dia mau nikahin kamu?"

"Iya!"

"Ke-PD-an!"

Dinda enggan menanggapinya lagi. Moodnya benar-benar rusak, ia memilih kembali ke rumah untuk mengisi perutnya yang kosong. Saat sedang fokus berjalan, atensinya tak sengaja melihat beberapa mobil terparkir di depan rumahnya.

"Bukankah kalo ada acara keluarga Ayah akan memberitahukan ku?" Terangnya bingung.

Dinda semakin berjalan mendekat, tiba saat hendak masuk ke dalam ruangan tamu, tubuh Dinda mendadak lemah tak berbobot. Seluruh pasang mata menatapnya dengan wajah yang serius.

Sujud Terakhir Where stories live. Discover now