PART 41

64 13 0
                                    

•Happy Reading•

Setelah berkendara selama kurang lebih 25 menit, Arzan kini telah sampai dikediamannya. Ia turun dari motornya, lalu melangkah masuk ke dalam rumah.

Ia melirik sekilas pada Rendra yang sedang duduk seraya memainkan ponselnya di sofa ruang tamu. Terdengar Rendra memanggil namanya beberapa kali, namun sama sekali ia tak menghiraukan panggilan itu.

"Papa panggil kamu, Arzan!" suara Rendra meninggi.

Arzan tak menoleh sedikitpun. Ia tetap melanjutkan langkahnya menaiki tangga.

Melihat itu Rendra bangkit dari duduknya dan melangkah lebar untuk menghampiri Arzan. Ia langsung mencekal tangan Arzan untuk memberhentikan langkah anak laki-laki itu.

"Papa mau bicara sebentar sama kamu." ucapnya.

"Arzan capek, mau istirahat." sahutnya dingin.

"Hanya sebentar, Zan. Bisa, kan?"

Akhirnya Arzan memilih menganggukkan kepalanya. Ia benar-benar tidak ingin berdebat dengan sang Papa saat ini.

Rendra menuruni anak tangga satu persatu. Dan Arzan mengikutinya dengan malas. Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu. Rendra menatap lekat pada Arzan yang enggan menatap dirinya.

"Papa mau ngomongin hal serius sama kamu." ucap Rendra beriringan dengan Arzan yang mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk.

"Tentang?"

"Papa dan Tante Astrid sedang merencanakan pernikahan."

Jantung Arzan berdetak kencang saat kalimat itu terlontar dari mulut Rendra. Dia tidak salah dengar, kan? Mengapa harus secepat ini?

Beberapa detik berlalu. Arzan masih diam tak berkutik. Mulutnya terasa kaku hanya untuk mengeluarkan sepatah katapun.

"Papa tahu ini bukan hal yang mudah untuk kamu terima, tapi Papa mohon tolong dukung Papa kali ini saja, Zan." ucap Rendra hendak meraih tangan Arzan, namun dengan cepat Arzan menjauhkan tangannya.

"Kenapa harus Tante Astrid dari banyaknya perempuan di dunia ini, Pah?" pertanyaan itu terdengar begitu dingin.

"Kenapa Papa harus menjalin hubungan sama Ibu dari perempuan yang Arzan cintai?"

"Kenapa, Pah?" lirihnya.

Rendra diam. Kepalanya tertunduk. Sebelum akhirnya ia kembali berucap, "Tante Astrid itu cinta pertama Papa, Zan."

Arzan menggelengkan kepalanya, berusaha mengelak atas fakta yang baru saja ia dengar. Dan detik itu juga ia teringat akan sebuah foto yang ia temukan beberapa waktu lalu di gudang. Sekarang ia tahu mengapa yang dirangkul oleh Rendra waktu itu adalah Astrid, bukan almarhumah sang Mama.

"Tolong restui Papa, ya, Zan?"

Tidak menjawab, Arzan malah bangkit dari duduknya. Meninggalkan Rendra begitu saja.

***

"ARGHHH"

Anak laki-laki itu mengusap wajahnya gusar. Ia menyusuri jalanan sepi itu dengan langkah yang sempoyongan. Pandangannya terlihat kabur.

TINNN

"DASAR ANAK MUDA! TAHUNYA CUMA MABUK-MABUKAN! GAK PUNYA RASA KASIAN SAMA ORANG TUA YANG UDAH BANTING TULANG UNTUK BIAYAIN HIDUPNYA!"
seorang pria yang sedang berkendara mencibirnya karena telah menghambat perjalanannya.

Lantas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang