Jamudi

44 12 8
                                    

Story 17

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Story 17

Gen dan Isa memutuskan menunggu di tempat yang sama. Keduanya duduk di bangku panjang yang tersedia di koridor rumah sakit (untuk kategori pulau kecil, fasilitas ini dianggap cukup baik).

Baru beberapa menit duduk, Dokter Badwi muncul. Melihat Gen dan Isa, Dokter Badwi menyapa ramah. Gen bangkit dan langsung bertanya tentang kondisi Agha. Jika memang perlu, sebaiknya Agha dirawat di rumah sakit.

"Tidak perlu. Di antara semua pasien, dia punya gejala yang paling ringan. Toh kalau saya dibutuhkan, Mister Dippet pasti menghubungi, dan saya dengan senang hati akan segera datang." Jelas Dokter Badwi.

Gen menganggukkan kepala. Isa mengajukan pertanyaan tentang aduan dari pasien, apa ada yang mengaku melihat atau menyentuh sesuatu di laut sebelum merasakan gejala.

"Tidak ada." Dokter Badwi menggeleng, "Saat ini kami fokus pada pemulihan. Kami sedang menunggu hasil lab. Sayangnya, peralatan di sini kurang memadai. Kami sudah mengirim beberapa sampel ke Ibukota. Mungkin beberapa hari lagi, hasilnya keluar." Sambungnya.

"Kita benar-benar clueless." Gen berucap lirih.

"Meskipun, pada pemeriksaan awal, saya menemukan hal yang menarik. Luka pasien yang mulai mengering berubah menjadi semacam kerak. Mengeras. Dan saya berinisiatif memeriksa kerak itu. Hasilnya, saya menemukan semacam zat─

"Ah! Di sini kalian rupanya!"

Paparan Dokter Badwi terpotong kedatangan Sahabi. Gen dan Isa sontak menoleh. Sahabi muncul dari ujung koridor kanan. Dia datang bersama seorang laki-laki berumur. Keduanya mendekat.

***

"Tempat ini lumayan membingungkan." Sahabi berkomentar sebentar. Dokter Badwi hanya tersenyum.

"Jadi, emm, apa yang kita punya di sini?" Gen langsung ke pokok permasalahan.

Sahabi terhenyak sesaat. Lalu mengenalkan pria di sebelahnya. Laki-laki itu jauh lebih tua dari Sahabi. Kulitnya gelap liat, perawakan tipikal nelayan.

"Perkenalkan, ini Bapak Jamudi." Ujar Sahabi.

Lalu Sahabi mempersilahkan Jamudi untuk bercerita. Jamudi mulai bersuara. Dan saat itulah Isa terperanjat. Jamudi berbicara menggunakan bahasa daerah.

Gen lantas mendekati Isa, "Bapak ini tidak bisa Bahasa Indonesia, sepertinya. Nampaknya kau butuh penerjemah. Dan aku sedang ingin menguji skill bahasa Mala'ea-ku." Bisik Gen sambil tersenyum.

Gen hanya tersenyum canggung.

Jamudi mulai menjelaskan. Wajahnya begitu serius. Sesekali kedua tangannya bergerak, demi memberi gambaran yang lebih mudah dicerna. Gestur tangannya memberi isyarat ukuran.

"Pak Jamudi sudah sering melaut. Sejak kecil. Berpuluh-puluh tahun lamanya. Tidak ada yang istimewa. Sampai akhirnya kemarin, beliau sedang memancing di lokasi favoritnya. Lepas pantai, dengan menggunakan sampan kayu, sendirian." Gen berbisik dekat telinga Isa. Menerjemahkan dengan lirih. Isa menyimak baik-baik.

Jamudi mengerti kalau Gen sedang menerjemahkan kata-katanya kepada Isa. Dia berhenti sejenak. Setelah Isa selesai mendengarkan, Jamudi lanjut bercerita.

"Beliau asyik memancing, meletakkan kedua kakinya di dalam air. Menjaga sampan tetap seimbang." Gen meneruskan.

Melihat Gen diam, Jamudi lanjut bercerita.

"Mendadak perasaannya tidak enak. Semacam intuisi nelayan senior. Beliau merasakan air laut mulai memanas. Cepat-cepat beliau mengangkat kaki. Lalu kemudian, beliau dikejutkan dengan air laut. Mendadak semua menjadi hitam. Hitam sekali. Ada makhluk yang sangat besar tepat di bawah sampannya. Melintas." Gen bersuara dengan nada sedikit jeri.

Jamudi terus mengutarakan pengalamannya.

"Beliau yakin itu bukan paus. Bentuknya memang memanjang, tapi tanpa sirip dan ekor. Tidak lama, makhluk besar itu pergi. Menghilang ke arah laut dalam. Jika diukur-ukur, makhluk itu lebih besar dari As-Shuraim." Gen berbisik lagi.

"Apa itu?" Isa tertarik dengan nama terakhir.

"Nama kapal terbesar di Katomale." Jawab Gen. Isa mengangguk maklum.

Gen dan Isa masih menyimak penjelasan Jamudi. Pun Sahabi dan Dokter Badwi.

"Beberapa menit kemudian, ikan-ikan muncul di permukaan. Mengambang dengan kondisi aneh. Ikan-ikan itu sudah mati. Bentul-bentol kecil bertebaran di tubuh ikan ..., seperti ..., terkena air mendidih. Pak Jamudi tidak berani mengambil ikan-ikan itu." Gen terus menjelaskan. Isa mulai menggigit bibir.

"Beliau segera pulang, mendayung sampan sekencang-kencangnya. Sesampainya di darat, beliau mendapati dayung dan dasar sampannya mulai menghitam. Seperti mengelupas. Gara-gara kejadian itu, beliau tidak berani melaut lagi, sampai hari ini." Tandas Gen.

Sahabi terlihat menanyai Jamudi. Jamudi menjawab sambil menggelengkan kepala. Lalu dia mengucapkan sebuah kata.

"Apa yang dikatakan Pak Jamudi?" Isa balas membisiki Gen.

Wajah Gen terlihat ganjil,

"Pak Jamudi beranggapan, kalau yang dilihatnya itu adalah makhluk mitologi yang diyakini masyarakat Mala'ea sebagai ..., embu."

"Embu?" Isa bertanya memastikan.

"Ya. Entitas raksasa yang keberadaannya masih simpang siur. Legenda turun-temurun di pulau ini. Wujudnya bisa berupa gurita gigantik dengan lengan yang berjumlah ganjil. Ada yang mengatakan penyu yang sangat besar. Sebagian menggambarkannya sebagai hantu laut. Itu yang kudengar dari para tetua." Ungkap Gen.

Isa tidak bisa berkomentar banyak. Dia lebih suka pendekatan ilmiah. Semua yang didengarnya justru terkesan cerita rakyat yang spekulatif.

Gen dan Dokter Badwi mungkin sepemikiran dengan isa, tapi tidak halnya dengan Sahabi. Jamudi akhirnya menutup cerita. Satu poin ponting, paling tidak, keterangan Jamudi dan Isa tidak bertentangan. Dokter Badwi pamit untuk memeriksa pasien. Dia bilang, kesaksian Jamudi tetap jadi bahan pertimbangan.

Tinggal empat orang di koridor. Gen menyalami Jamudi, mengungkapkan terima kasih. Setelah itu Gen mencondongkan badannya ke arah Isa.

"Bagaimana menurutmu?" Tanya Gen.

"Masih clueless, bukan?" Isa menjawab apa adanya.

Gen mengangguk, "Ya ..., mungkin kau benar. Tapi tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ah, kenapa baru sekarang. Jika menggunakan itu ..., mungkin semua informasi jadi lebih valid. Sebaiknya kita segera kembali ke markas." Pungkas Gen. 

Urita : Isa & Samudra BijaksanaWhere stories live. Discover now