TEV

436 80 25
                                    

Story 10

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Story 10

"Selamat datang di markas TEV." Ucap Pak Baito kepada tim. Dia tersenyum, mencoba menghibur tim yang diam membisu.

Hibta tampak lelah. Meskipun begitu, dia tetap terlihat cantik—memang potongan artis. Agha terus berada di sampingnya, merangkul dan terus menenangkan.

Yang lain tidak lebih baik. Sahabi tetap terlihat kesal. Isa mengembuskan napas. What an adventure.

Ya sudahlah. Setidaknya mereka tiba dengan selamat. Dan hei, coba lihat tempat ini.

Tempat yang disebut markas itu berbentuk seperti rumah. Atau bungalow lebih tepatnya. Pintu di tengah, dengan jendela persegi bagi empat di sisi kanan dan kiri. Atapnya terbuat dari daun kelapa kering, model pelana khas hunian tropis. Rimbun dan cokelat.

Dindingnya dari papan. Yang menarik perhatian adalah vegetasi sekitar. Ada pohon kamboja kecil, palem mini, dan beberapa kerabat monstera serta dracanea yang ditata sedemikian rupa sehingga komposisinya terlihat pas.

Jalur menuju markas yang mendaki sekaligus melengkung terbentuk dari susunan batu alam yang proporsional, tampak artistik dibandingkan material aspal.

Dan mengharuskan tim berjalan kaki dari bawah. Wajar saja Hibta kecapean.

Tim memasuki markas. Di atas pintu, terpampang papan besar bertuliskan: T.E.V. Di bawahnya ada kalimat penjelas: The Environment Volunteer.

Isa disambut ruangan yang terasa familiar. Meja panjang di sisi kanan dan kiri, ratusan kertas dan map bertumpuk-tumpuk di atasnya. Heh. Ini pasti 'ruang sibuk'.

Pak Baito terlihat berbicara dengan seseorang. Saat tim mendekat, dia menoleh,

"Masih ada tamu. Kita harus menunggu." Ujar Pak Baito.

Baru saja Pak Baito berkata, mendadak pintu di depan mereka terbuka. Tiga orang keluar. Penampilan mereka necis. Ketiganya cuek saja, berjalan cepat melewati tim. Mereka langsung menghilang di balik pintu masuk.

Pintu di depan kembali terbuka. Seorang pria paruh baya keluar. Badannya berisi. Rambut dan kumisnya putih. Bapak itu memakai baju safari warna putih dan celana semi jeans berwarna krem. Sepintas mirip Kolonel Sanders.

"Aha! Baito! Sahabi!" Sapanya ramah.

"Perkenalkan. Ini Mister Dippet. Dua pe." Ujar Pak Baito. Mr. Dippet langsung menyalami semua orang dengan ramah.

Saat berjumpa dengan Sahabi, Mr. Dippet tidak hanya menyalami. Orang tua itu juga menepuk-nepuk pundak Sahabi sambil tertawa. Berbasa-basi kenapa Sahabi jarang berkunjung.

"Ya. Saya tidak mau mengganggu kesibukan Anda. Menambah daftar panjang tamu. Dan biar saya tebak, tamu yang barusan, dari EN-GAS, bukan?" Respon Sahabi.

Mr. Dippet mengangguk, "Ya. Sekadar kunjungan biasa. Tidak lebih. Menjalin silaturrahim itu penting, kan?"

"Berapa kali mereka ke sini? Dalam satu bulan terakhir." Tanya Sahabi.

Urita : Isa & Samudra BijaksanaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora