Manuver Danuar

50 6 9
                                    

Story 27

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Story 27

Dua helikopter melesat cepat. Menembus atmosfir laut Katomale. Berdesing di atas air berwarna biru pekat.

Isa memandangi laut di bawah sana. Dengan tatapan gamang. Perasaannya masih tidak menentu. Aneh. Meninggalkan lingkungan baru selalu aneh. Harus beradaptasi lagi. Menyambut lingkungan lama. Uh. Kembali terjerat rutinitas lama. Oh, lupakan saja. Oh, tidak bisa.

Isa mencoba tersenyum ke arah Hibta. Sekali lagi. Tapi kerutan di ujung bibir selebgram cantik itu sudah menjelaskan semuanya. Batal damai. Isa memilih memejamkan mata. Membayangkan alam laut bawah. Terumbu karang, ikan-ikan, berirama dan semarak, bergerak sesuka hati. Biru dan toska berpendar-pendar. Isa mencari perasaan damai di antara dengung mesin helikopter yang memekakkan telinga.

Banyak hal terjadi beberapa hari ini. Dan sebagian besar terasa benar-benar bermakna bagi Isa. Tempat dan suasana baru. Teman-teman baru. Pengetahuan baru. Ritme hidup baru.

Mengundang tawa, bangga, sensasi kagum, curiosity, senang sekaligus cemas, memacu adrenalin, dan segala hal tentang ekspresi manusia. Se-simple dan serumit itu.

Isa tidak bisa berbohong. Dia benar-benar menyenangi pantai tropis Katomale. Bayangkan. Dia yang setiap hari berjibaku dengan jutaan metrik polusi, berdesakan dengan manusia metropolitan minim empati, harus melewati kubangan sampah yang menguasai sungai kota, kemarin berhasil menyentuh pasir kuarsa yang cemerlang, lenbut seperti serbuk gula putih.

Mereguk jus jeruk yang benar-benar jeruk, menghirup oksigen yang tidak disesaki asap pabrik besar, melihat air laut yang dalam, kesat, bersih seperti langit musim kemarau, merasakan panas matahari yang menyengat tapi menyenangkan.

Lupakan Ancol. Jika Isa diajak berekreasi di sana, dia pasti seribu persen menolak.

Dan semua itu belum cukup. Tentu saja, pengalaman diving tempo hari adalah core dari liburan kali ini. Isa tidak perlu dan tidak bisa menggambarkannya. Cukup pejamkan mata. Membayangkan dunia bawah laut. Dunia nyata yang membentuk dongengnya sendiri.

Cerita penyu tua, tarian ikan-ikan, bunga-bunga nanas, Si Yellow Tang, petualangan udang-udang, dan pari yang bijaksana. Selalu tidak cukup.

Isa menghela napas. Tentu saja, dunia tidak hanya diisi hal-hal baik. Kehadiran orang-orang aneh—siapa? Valia? entahlah—yang misterius, kehadiran Embu. Suasana yang tiba-tiba mencekam. Dan, ah, gelombang raksasa selevel tsunami itu. What the hell even is that?

Nampaknya tidak ada jalan lain selain pulang. Orang-orang itu bisa saja berbuat lebih nekat. Meledakkan gunung, mungkin? Ah. Tidak masuk akal. Tapi tsunami itu, bagaimana bisa terjadi? Seperti kata Gen, selalu ada penjelasan ilmiah untuk setiap hal.

Ah. Gen. Pria berwatak laut itu. Isa menggigit bibir. Apa dia bisa bertemu Gen lagi? Isa kembali melempar pandangan ke laut. Menatap horison lamat-lamat. Tapi, tunggu. Pelan-pelan Isa disergap sensasi yang aneh. Air laut berwarna bukan biru. Tapi hitam. Gelap. Déjà vu. Isa menggigit bibir. Bukankah itu ...?

"Embu!!"

Tahu-tahu Danuar berteriak lantang. Membantah desing mesin helikopter. Telunjuknya menunjuk garis batas antara langit dan laut. Semua orang ikut menoleh.

***

Danuar menggedor-gedor dinding besi helikopter. Matanya terbelalak, ekspresi wajahnya tampak kaget sekaligus senang.

"Berhenti! Kita menemukannya!!" Teriak Danuar. Pilot di ruangan sebelah menurut. Helikopter berhenti melesat. Hanya berputar-putar di tempat yang sama.

"Itu dia! Itu dia!" Teriak Danuar sambil terus menunjuk permukaan laut. Hibta, Rudo dan Pangda mencoba mengintip, menerka-nerka makhluk apa gerangan yang membuat Danuar sampai heboh begitu.

Semua melihat lautan, menyaksikan samar bayang-bayang hitam di dalam air, timbul tenggelam dan berukuran sangat besar. Bahkan di kesempatan ketiga melihat langsung makhluk itu, Isa masih merasa jeri. Dan Isa bisa mendengar Hibta menggumam. Menggumam yang bernuansa takut. Tentu saja.

Embu yang bersembunyi di bawah permukaan air bergerak cepat, menjauh meninggalkan jarak pandang orang-orang. Danuar tidak mau kecolongan lagi. Dia kembali menggedor-gedor dinding besi helikopter.

"Hei, hei! Kejar dia! Kejar makhuk itu!!"

Pilot kembali menurut, helikopter yang hanya berputar-putar di tempat segera bermanuver, berbalik arah mengejar Embu. Helikopter miring sesaat akibat belokan tajam yang dilakukan pilot. Tak urung membuat Hibta berteriak panik. Isa menggenggam tasnya erat-erat. Kemiringan helikopter siap menghempaskan barang bawaan kapan saja.

Helikopter melesat cepat memburu Embu. Tapi makhluk misterius itu telah menghilang. Laut sepenuhnya berwarna biru. Rudo dan Pangda sibuk melongok ke bawah. Danuar mengintai menggunakan teropong. Menyasar horizon. Tapi Embu telah lenyap.

Danuar meletakkan teropong dan beralih ke handy talky. Matanya lekat memandangi laut.

"Unit dua! Aku baru saja menemukannya!! Batalkan tujuan sementara, fokus ke pengejaran makhluk itu!" Pekik Danuar tertuju pada pilot helikopter yang satunya.

"Hei!" Hibta menyela, "Bagaimana dengan kami? Kami punya jadwal pesawat. Jadi─

"Diam!!" Potong Danuar cepat. Dia berbalik, mendelik dengan gusar, "Ini helikopterku, aku bebas melakukan apa saja! Masalah ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, harus segera dibereskan!" Serunya.

Hibta tercekat. Kepalanya langsung tertunduk. Danuar kembali memeriksa lautan. Helikopter terbang tak tentu arah. Kehilangan Embu yang jadi tujuan. Isa menyaksikan helikopter yang ditumpangi Vatan dan lainnya berputar-putar di arah jam tiga. Mencari makhluk yang benar-benar lenyap dari pandangan.

Dua helikopter melayang-layang di tempat. Waktu berlalu dengan cepat. Semua orang menunggu, memperhatikan dan mencari. Tapi tidak ada apa-apa. Selain biru membentang. Danuar semakin kesal. Helikopter harus segera pergi. Waktu terbatas. Danuar semakin geram. Lalu matanya berbinar,

"Itu dia!!' Danuar menunjuk laut. Jarinya tertuju pada area laut yang berwarna hitam. Isa mengintip dari belakang. Ukh. Itu memang Embu!

"Unit dua, kejar!" Teriak Danuar sekuat mungkin di depan handy talky. Tangan kirinya menggedor dinding besi helikopter. Memberi isyarat agar helikopter segera bergerak mendekati Embu.

Pilot menurut. Helikopter kembali bermanuver. Hibta kembali berteriak, Isa mengenggam tasnya erat-erat. Helikopter maju ke selatan, dan sesaat Isa melirik ke luar, menyaksikan helikopter unit dua yang semakin mendekat. What the ...?

Nampaknya terjadi miskomunikasi di antara pilot, sehingga kedua helikopter menyasar titik yang sama, tanpa pertimbangan siapa yang harus menjaga jarak.

Mata Danuar terlalu fokus mengejar Embu. Sementara Rudo dan Pangda berteriak memperingatkan. Danuar menoleh, lalu dia tersadar bahwa helikopter unit dua terlalu dekat. Moncong helikopter merangsek cepat, mengarah lurus siap menghantam bagian belakang helikopter unit satu, tepat di mana penumpang berada.

"Hei, berbelok!!" Seru Danuar lewat handy talky. Tapi semua begitu kilat. Helikopter unit dua semakin dekat. Dekat sekali. Sepersekian detik, hantaman segera terjadi. Hibta berteriak histeris. Isa menutup mata. Yang terjadi, terjadilah!

Urita : Isa & Samudra BijaksanaWhere stories live. Discover now